Tunjangan Anak Setelah Bercerai

VIVAnews - Ketika memutuskan bercerai, urusannya tidak sekadar berpisah. Biasanya, hasil keputusan pengadian perceraian mewajibkan orang tua (khususnya pihak ayah) untuk memberi tunjangan keuangan bagi anak dan mantan istri. Tapi, dalam penerapannya tidak sedikit mantan suami yang mengabaikan kewajiban ini. Lalu, apa yang harus dilakukan agar mantan suami mau berbagi biaya keperluan anak?

Sebelum ‘berjuang’ di pengadilan, ada baiknya Anda mengenali hukum-hukumnya. Yaitu, dasar hukum perdata tentang tunjangan keuangan untuk anak-anak yang orang tuanya bercerai antara lain:

Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 8 yang berbunyi:
(1) Apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri sipil (PNS) pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya.
(2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk PNS pria, sepertiga untuk bekas istrinya dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.

Sedangkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 156 tentang Akibat Perceraian, menyebutkan:
(b) Anak yang sudah mumayyiz (cukup umur, Red.) berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah (pengasuhan, Red.) dari ayah atau ibunya.
(d) Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut  dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

Sayangnya, kedua peraturan itu tidak memiliki risiko hukuman yang bisa memberi efek takut atau jera jika mantan suami melanggarnya. Akibatnya, jika seorang suami atau ayah tidak memenuhi keputusan pengadilan tentang tunjangan anak tersebut, maka tuntutan hukum akan sia-sia.

Jika perceraian berakhir baik-baik, kompromi dan pendekatan secara pribadi dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Namun, jika perceraian berakhir runyam, tentu sulit bagi istri atau ibu dan anak-anak untuk membicarakan bersama hal ini dengan mantan suami.
Karena itu, sebelum ‘bertarung’, ada baiknya Anda punya persiapan, antara lain:
- Diskusikan tunjangan anak sebelum memutuskan bercerai. Buatlah kesepakatan sebelum menjalani sidang perceraian. Selain tidak buang-buang waktu, cara ini juga bisa membuat pihak mantan suami lebih memahami kebutuhan anak-anak. 

- Buang ego masing-masing, dan pikirkan kepentingan anak-anak. 

- Jabarkan kebutuhan untuk tunjangan anak secara detail, terlepas pihak mantan suami akan memberikan atau tidak. Setidaknya, berdasarkan surat keputusan itu, Anda memiliki bukti, sehingga ketika dipertanyakan di masa mendatang, tidak menyudutkan Anda.

- Saat mengajukan isi tunjangan, jangan hanya memikirkan biaya bulanan untuk keperluan saat ini. Perhitungkan pula masa depan mereka dengan mengajukan asuransi pendidikan atau kesehatan.

- Jangan bergantung 100% pada mantan suami. Sebelum benar-benar ‘lepas’ dari suami, sebaiknya Anda sudah memiliki penghasilan sendiri. Susahnya memang jika Anda sudah tidak bekerja. Karena itu, jika ada harta gono-gini, Anda bisa menggunakan sebagiannya untuk usaha, dan sebagian lagi untuk ditabung. Setidaknya, hingga Anda mendapatkan pekerjaan tetap.

Jasad Nenek dan Cucu Korban Longsor di Bandung Barat Ditemukan Saling Berpelukan
Nyamuk bionik Wolbachia

Nyamuk Wolbachia Melawan DBD! Menkes Ungkap 5 Wilayah di Jawa yang Sudah Terbebas

 Implementasi teknologi nyamuk wolbachia  merupakan salah satu cara untuk menghambat perkembangan virus dengue penyebab kasus demam berdarah atau DBD.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024