Anime Review: Jigoku Shojo

VIVAnews - Jika anda ingin menyaksikan anime yang mempunyai nuansa misterius, kelam, namun mempunyai nilai moral yang tinggi, anda wajib menonton anime yang berjudul Jigoku Shojo. Anime yang dalam Bahasa Indonesia mempunyai makna Wanita Neraka ini adalah anime produksi Studio Deen dan diciptakan tahun 2008.

Verrell Bramasta Berharap Prabowo-Gibran Lebih Fokus Pada Kemajuan Anak Muda

Anime ini akan menggugah nurani anda dan mengubah cara pandang anda terhadap orang-orang di sekitar anda, karena cerita-cerita yang ditayangkan setiap episodenya bercerita tentang seseorang yang mempunyai dendam buta terhadap orang yang tak disukainya.

Anime ini diawali dari sebuah kisah tiga orang sahabat yang bernama Yuzuki, Akie, dan Hiraishi yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah mereka. Ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung, secara iseng Hiraishi menggambar gurunya, Tange-sensei, dengan perawakan seperti monster. Ia sudah kesal dengan perilaku guru yang murid-murid anggap sebagai guru killer tersebut.

Terpopuler: Beda Sikap Ria Ricis-Teuku Ryan Perlakukan Orang Tua, Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia

Sayang seribu sayang, Tange-sensei mengetahui gambar tersebut telah berada di meja Yuzuki. Tanpa banyak komentar, Tange-sensei pun langsung mencatat nama Yuzuki dan Akie kedalam buku catatan kenakalan siswa miliknya dan berusaha memperingatkan mereka berdua. Merasa kesal dengan perlakuan sang guru terhadap kedua temannya, Hiraishi pun langsung memberanikan diri untuk mengaku bahwa ialah pelakunya. Hiraishi juga meminta kepada Tange-sensei untuk menghapus nama kedua temannya tersebut.

Namun permintaan tersebut ditolak oleh Tange-sensei. Hiraishi sudah berada pada titik kulminasi amarahnya. Ia pun memikirkan berbagai cara untuk dapat menjatuhkan nama baik sang guru, termasuk melakukan adegan mesum hasil rekayasa fotografi dengan cara menjebak Tange-sensei ketika melintasi sebuah gang sempit.

Chandrika Chika Terjerat Kasus Narkoba, Terkena Kutukan Podcast Deddy Corbuzier?

Rencananya begitu Tange-sensei melintas gang tersebut, Hiraishi akan memeluk Tange-sensei dan Akie akan mengambil foto-foto tersebut. Sialnya, yang melintas di gang tersebut bukanlah Tange-sensei, melainkan ayah Hiraishi. Melihat anaknya berada pada tempat yang tak seharusnya ia datangi tersebut, sang ayah lantas marah dan segera menyuruh keduanya pulang.

Hal tersebut tak membuat Hiraishi patah arang. Ia pun segera menghubungi sang Jigoku Shojo, sesosok wanita misterius yang akan membalaskan dendam setiap orang yang merasa sakit hati. Setelah ia mengetik nama Tange-sensei pada komputernya, Hiraishi langsung berada dalam dunia lain, dunia dimana terdapat sang Jigoku Shojo dan teman-temannya.

Tanpa basa-basi lagi, sang Jigoku Shojo segera memberinya sebuah boneka rotan yang terdapat seutas tali merah. Jigoku Shojo lalu berpesan kepada Hiraishi bahwa bila ia melepas tali merah tersebut, semua dendamnya terhadap Tange-sensei akan terbalaskan. Tetapi, setelah ia mati,nyawanya akan langsung masuk neraka.

Suatu saat, Hiraishi berpapasan dengan Tange-sensei. Ia meminta supaya mp3 player yang disita Tange-sensei tempo hari segera dikembalikan. Namun, sang guru tetap bersikeras menolak. Karena memang dasar sudah menginginkan sang guru lenyap dari muka bumi ini, Hirashi tanpa ragu-ragu melepas tali merah yang terdapat pada boneka tersebut.

Suasana dalam ruangan tersebut tiba-tiba berubah. Tange-sensei tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Ia telah berada dalam sebuah ruangan siksaan sebelum dikirimoelh Jigoku Shojo ke dalam neraka. Hiraishi tersenyum puas. Namun sebelum senyumnya itu terpuaskan, tiba-tiba temannya Akie membawakan mp3 player miliknya yang disita oleh sang guru. Akie juga berkata bahwa ternyata Tange-sensei bukanlah orang yang sekejam mereka kira. Tidak hanya itu, ketika buku yang biasa Tange-sensei gunakan untuk mencatat kenakalan para murid tersebut tertiup angin, terkuaklah rahasia mengenai tulisan-tulisan yang ada di dalam buku tersebut.

Ternyata, itu hanyalah sekedar gambar-gambar iseng yang dibuat oleh Tange-sensei ketika mencatat nama-nama murid tersebut. Hiraishi akhirnya menyadari bahwa Tange-sensei tak pernah serius mencatat nama-nama murid yang nakal atau bermasalah tersebut. Ia pun menyesali perbuatan dendam butanya kepada sosok Tange-sensei.

Hiraishi adalah sebuah contoh bagi kita betapa kejam dan tak berperasaannya kita ketika telah dikuasai dendam, rasa benci, dan tidak senang terhadap orang lain. Orang lain mempunyai cara mereka masing-masing dalam melakukan segala sesuatu terhadap kita, termasuk menegur.

Jadi, janganlah melihat perbuatan seseorang hanya dari satu sisi. Cobalah melihat berbagai alasan mengapa ia melakukan hal tersebut. Saya yakin, orang tersebut justru mempunyai niat baik kepada anda.(Wisnu Setioko Pekerjaan, Mahasiswa Komunikasi UGM 2008)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya