Purbaya Yudhi Sadewa

"Populis, Tapi Publik Juga yang Untung"

VIVAnews - Pada awal 2009 ini, kabar positif datang dari Istana Negara, Jakarta. Pemerintah mengumumkan penurunan harga barang dan jasa secara serentak.

Bukan hanya harga bahan bakar minyak (BBM), namun tarif angkutan, tarif listrik industri, minyak goreng hingga harga daging juga diturunkan dalam tempo hampir bersamaan.

Harga premium yang sudah dua kali turun pada Desember lalu, turun lagi menjadi Rp 4.500 per liter. Artinya, premium sudah turun Rp 1.500 atau 25 persen dari harga semula Rp 6.000 per liter. Sedangkan, harga solar untuk kedua kalinya menjadi Rp 4.500 per liter atau sudah turun Rp 1000 sejak Desember lalu.

Mengacu pada keuangan pemerintah, kebijakan pemangkasan harga itu memang sangat mungkin dilakukan. Bayangkan, pemerintah memiliki surplus anggaran Rp 51 triliun tahun lalu. Dengan dana sebanyak itu, pemerintah bisa berbuat banyak untuk mendongkrak daya beli masyarakat.

Pemerintah mungkin belajar dari masa lalu. Maksudnya, tidak lagi membelanjakan dana lebih lewat anggaran pembangunan, tetapi langsung dimasukkan ke sistem perekonomian melalui penurunan harga.

Langkah pemerintah memakai anggaran lebih lewat pembangunan terbukti tidak efisien. Itu terbukti saat pemerintah menaikkan harga BBM pada Oktober 2005. Perolehan dana akibat kenaikan harga ternyata tidak efektif dan tak efisien dibelanjakan untuk pembangunan yang bisa mengatasi jumlah pengangguran. Toh, penyerapan anggaran tersendat.

Sekarang, pemerintah rupanya lebih memilih mengalihkan surplus dana untuk bahan bakar minyak (BBM). Itu berarti pemerintah langsung memasukkan dana langsung ke sistem perekonomian. Sistem ekonomi juga akan mencari cara terbaik yang tentunya akan berimbas langsung kepada masyarakat.

Misalnya, jika semula seorang pengendara sepeda motor membelanjakan dana Rp 100 ribu dalam satu bulan untuk premium. Namun, dengan penurunan harga hingga 25 persen sejak awal Desember lalu, maka ia bisa menghemat anggaran untuk BBM sebesar Rp 25 ribu.

Dia akan memiliki kelebihan dana Rp 25 ribu dalam sebulan, mungkin tidak terlalu besar. Namun, jika dihitung dalam tempo setahun, maka tersisa anggaran lebih Rp 300 ribu. Itu jumlah yang cukup besar atau bisa dikatakan lumayan untuk mendongkrak daya beli masyarakat.

Jika dihitung dari total konsumsi BBM, anggaran negara yang masuk ke sistem perekonomian sangat besar. Misalnya, untuk premium saja. Tahun lalu, konsumsi premium sekitar 19 juta kilo liter. Jika angka itu dihitung dengan selisih harga Rp 1.500 per liter, bayangkan berapa dana yang masuk sistem ekonomi dalam setahun. Jumlahnya sekitar Rp 28,5 triliun.

Yang tak kalah penting. Dengan turunnya harga premium hingga 25 persen, maka tekanan terhadap penurunan tarif angkutan akan semakin besar. Tarif transportasi mau tak mau harus turun. Apalagi, pemerintah sudah menekankan tarif angkutan akan dipangkas hingga 10 persen.

Kebijakan yang diambil secara serentak tersebut jelas akan berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa. Apalagi, jika penurunan tarif angkutan benar-benar bisa direalisasikan. Itu dampaknya akan sangat signifikan bagi perekonomian.

Potensi deflasi akan lebih besar. Tengok saja, pada Desember lalu. Saat itu terjadi deflasi hingga 0,04 persen. Angka deflasi itu terjadi karena komponen penurunan harga BBM masuk dalam sektor transportasi. Padahal, saat itu tarif transportasi belum benar-benar turun.

Sekarang, dengan harga BBM turun, ditambah penurunan tarif transportasi, serta tarif dasar listrik untuk industri, maka potensi deflasi sangat besar pada  Februari. Apalagi, bulan depan, terjadi masa panen gabah sehingga akan semakin mendorong terjadinya deflasi.

Betapapun, kebijakan serentak yang diambil oleh pemerintah itu, tak bisa dipungkiri akan menimbulkan tudingan sebagai kebijakan populis. Apalagi, dilakukan menjelang pemilihan umum 2009.

29 Pati TNI Naik Pangkat Satu Tingkat Lebih Tinggi, Ini Daftar Namanya

Tapi, tudingan itu tak perlu dirisaukan. Sebab, dampaknya akan lebih baik bagi masyarakat. Daya beli masyarakat sudah pasti akan terdongrak. Dengan begitu, pada akhirnya, toh publik juga yang untung.

*

Kronologi Pengeroyokan 4 Pria di Depan Polres Jakpus yang Dipicu Pemukulan Terhadap Anggota TNI

Analisis ini disarikan dari wawancara VIVAnews dengan Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Riset Danareksa Research Institute.

OIKN saat diskusi pengembangan ekosistem start up

Otorita IKN Dukung Pengembangan Ekosistem Startup di IKN

Pembentukan ekosistem startup dan UMKM sangat penting dalam mencapai target Indonesia Emas 2045

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024