Dugaan Pungutan Liar di KJRI Malaysia

Inspektorat Jenderal Deplu Diperiksa Jaksa

VIVAnews - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hari ini akan melanjutkan persidangan kasus dugaan korupsi pungutan biaya pengurusan dokumen keimigrasian pada Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu. Persidangan akan mulai memeriksa sejumlah saksi.

"Hari ini saksi dari Inspektorat Jenderal Deplu (Departemen Luar Negeri)," kata Jaksa Penuntut Umum Edy Hartoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 14 Januari 2008.

Adapun terdakwa dalam kasus ini adalah empat orang mantan pejabat Departemen Luar Negeri di Konjen Kinabalu Malaysia. Empat terdakwa itu mantan Konsul Jenderal RI Kinabalu Muchamad Sukarna, mantan Kepala Bidang Konekponsosbud KJRI Kinabalu Mas Tata Machron, mantan Kasubid Imigrasi KJRI Kinabalu berkedudukan di Kuching Irsyafli Rasoel, dan mantan Kasubid Imigrasi KJRI Kinabalu berkedudukan di Tawau Makdum Tahir.
 
Jaksa menilai perbuatan keempat terdakwa itu telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp 6,97 miliar. Jaksa menjerat keempat terdakwa dengan pasal penyalahgunaan kewenangan dengan tujuan menguntung diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Muchamad Sukarna, kata Jaksa Edi, bersepakat dengan Kepala Bidang Konsuler Ekonomi Penerangan Sosial dan Budaya Radite Ediyatmo Guna menerapkan dua tarif dalam pungutan biaya itu. Tarif yang nilainya tinggi dijadikan dasar dalam pungutan biaya kepengurusan dokumen keimigrasian. Sementara nilai rendahnya dijadikan dasar dalam penyetoran ke Kas Negara sebagai PNBP. Perhitungan jaksa terdapat selisih yang tidak disetorkan ke kas negara sebagai PNBP senilai Rp 1,73 miliar.
 
Hal yang sama dilakukan oleh Mas Tata Machron. Selisih yang tidak disetorkan ke negara pada kurun waktu 2002 hingga 2004 sebesar Rp 347,65 juta dan Rp 286 juta. Adapun Irsyafli Rasoel tidak menyetorkan selisih itu ke kas negara pada waktu Desember 2000 hingga Oktober 2005 sebesar Rp 1,78 miliar dan Rp 1,12 miliar.
 
Sementara terdakwa Makdum Tahir telah melakukan penerapan dua tarif pungutan itu seperti pendahulunya Kamso Simatupang. PNBP yang tidak disetorkan dalam kurun waktu Januari 2002 hingga Oktober 2004 sebesar Rp 662,49 miliar dan Rp 211,59 juta.
 
Atas perbuatannya itu, keempat terdakwa mendapatkan keuntungan sebagai berikut Muchamad Sukarna mendapat Rp 1,03 miliar, Mas Tata Machron mendapat Rp 457,9 juta, Irsyafli Rasoel mengantungi Rp 2,9 miliar, dan Makdum Tahir mendapat Rp 874.1 juta.
 
Selain diterima terdakwa, kata Jaksa, uang itu sebagian dibagi-bagikan kepada pegawai KJRI Kota Kinabalu, KJRI di kota Kinabalau berkedudukan di Kuching dan Tawau.

Daftar Harga Pangan 23 April 2024: Daging Sapi hingga Telur Ayam Turun
Jordi Onsu

Bicara Soal Ruben, Jordi Onsu: Tidak Berkomunikasi juga Bukan Sama Aku Doang

Jordi Onsu memilih untuk tidak terlalu memusingkan sikap kakaknya yang mengabaikannya. Ia memilih untuk fokus pada kehidupannya sendiri.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024