VIVAnews - Kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tarif angkutan dan tarif dasar listrik (TDL) tidak berdampak langsung terhadap penurunan harga pangan.
"Pengaruh penurunan BBM dan TDL pada makanan tidak bisa serta merta," kata Wakil Presiden Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk., Fransiscus Welirang di Jakarta, Jumat, 16 Januari 2009. "Itu bisa turun, tetapi secara bertahap."
Kebijakan harga, menurut dia, terkait dengan situasi pasar. "Kalau harga naik, pasar justru ramai, atau sebaliknya," ujarnya. Makanan juga sama dengan BBM. Ketika harga BBM turun, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) juga sepi. Tapi, saat harga BBM naik, pengusaha SPBU malah untung."
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (Apebi), Chris Hardijaya juga tak yakin harga makanan akan langsung turun. Apalagi, menurut dia, kontribusi biaya transportasi dan listrik pada industri bakery di bawah 3 persen.
Sedangkan, kenaikan harga komoditi sepanjang 2008 membuat harga bahan baku terigu naik 100 persen. Belum lagi, pelemahan kurs rupiah yang menyebabkan biaya produksi juga naik karena sebagian bahan baku, seperti ragi instan juga diimpor. "Padahal, produsen roti hanya bisa menaikkan harga jual sebesar 10 - 20 persen," ujarnya.
Karena itu, sejumlah pengusaha bakery akhirnya mengurangi jam kerja dan memangkas kapasitas produksi. "Istilahnya Senin-Kamis, maksudnya Senin sampai Kamis produksi, Jumat sampai Minggu libur," katanya.