VIVAnews – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupi (KPK) mendakwa mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun terima suap sebesar Rp45 juta ditambah 11.000 Dolar Singapura, terkait izin prinsip pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepulauan Riau.
"Menerima hadiah atau janji, yakni menerima uang sebesar Rp45 juta, senilai 5.000 Dolar Singapura dan senilai 6.000 Dolar Singapura melalui Edy Sofyan dan Budy Hartono yang bersumber dari Kock Meng, Johanes Kodrat, dan Abu Bakar," kata Jaksa KPK Asri Irwan saat membaca surat dakwaan Nurdin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Jaksa menyebutkan, Edy Sofyan merupakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau, sementara Budy Hartono adalah Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau. Adapun Kock Meng, Abu Bakar dan Johanes Kodrat merupakan pihak yang mengajukan izin prinsip pemanfaatan ruang laut.
Jaksa mengatakan, pemberian uang itu dimaksudkan agar Nurdin selaku Gubernur Kepulauan Riau menandatangani Surat Izin Pemanfaatan Ruang Laut (SIPRT) Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 07 Mei 2019, di lokasi Piayu Laut Batam atas nama pemohon Kock Meng, seluas 6,2 hektar.
Selain itu juga agar menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 di Pelabuhan Sijantung, Jembatan Lima, atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektar.
Serta menyetujui rencana memasukkan kedua izin itu ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kepulauan Riau.
Mulanya, kata Jaksa, Budy Hartono menyampaikan kepada Abu Bakar dan Kock Meng terkait syarat dan mekanisme pengajuan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, ada biaya pengurusan sejumlah Rp50 juta. Kock Meng dan Abu Bakar pun menyanggupi permintaan itu.
Selang beberapa waktu, Kock Meng menghubungi orang dekatnya bernama Johanes Kodrat untuk menyerahkan uang Rp50 juta kepada Abu Bakar, lalu diteruskan lagi ke Budy Hatono senilai Rp45 juta di kediaman Edy Sofyan. Sementara Rp5 juta digunakan Abu Bakar untuk biaya operasionalnya.
Menurut Jaksa KPK, Edy menggunakan uang Rp45 juta tersebut untuk kepentingan Nurdin Basirun saat sedang melakukan kunjungan ke pulau-pulau, yang dilanjutkan dengan makan bersama. Jaksa menyebut, Edy melakukan pembayaran atas kegiatan tersebut atas sepengetahuan Nurdin Basirun.
Pada momen lainnya, Abu Bakar menyerahkan 5 ribu Dolar Singapura dalam amplop cokelat ke Budy Hartono, kemudian diteruskan lagi kepada Edy Sofyan. Kemudian Edy Sofyan menyerahkan uang itu saat Nurdin sedang menginap di sebuah hotel di kawasan Batam.
Jaksa menambahkan, selanjutnya Abu Bakar menitipkan uang 6.000 Dolar Singapura dalam amplop cokelat untuk Nurdin Basirun melalui Budy Hartono. Dengan tujuan, agar data dukung yang dibutuhkan dapat diselesaikan, sehingga areal dalam izin prinsip pemanfaatan ruang laut yang diajukan Kock Meng dan Abu Bakar bisa dimasukkan dalam titik reklamasi pada Raperda Zonasi, pada saat pembahasan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dakwaan Gratifikasi
Atas perbuatan itu, Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain suap, Jaksa juga mendakwa Nurdin Basirun terima gratifikasi senilai Rp4,22 miliar dari berbagai pihak. Uang itu diterima Nurdin selama masa jabatannya dalam kurun waktu 2016-2019. "Bahwa terdakwa Nurdin Basirun pada kurun waktu tahun 2016-2019 telah menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya berjumlah Rp4.228.500.000," kata Jaksa Asri.
Menurut jaksa Asri, sumber gratifikasi itu dari sejumlah pengusaha terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, serta izin pelaksanaan reklamasi.
Jaksa membeberkan, penerimaan itu sebagian besarnya melalui Edy Sofyan dan Budy Hartono, serta dari para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di Kepulauan Riau.
"Penerimaan gratifikasi yang dilakukan terdakwa tersebut merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa dan telah berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa selaku kepala daerah yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Jaksa Asri.
Atas perbuatan itu, Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 B ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.?