Zainal Arifin Mochtar

Upah Pungut Pejabat

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini tengah mengusut dugaan korupsi upah pungut pajak. Aturan upah pungut pajak ini merupakan cerminan dari para mental pejabat kita yang serakah dan ingin menerima uang tanpa bekerja.
 
Kebijakan upah pungut yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia itu sangat tidak jelas. Bayangkan,  masa ada aturan pengumpul diberi upah tanpa bekerja. Para pejabat ini sepertinya sangat serakah. Seharusnya mereka tidak menerima upah karena mereka sudah digaji besar.
 
Upah pungut pajak itu sendiri tidak melanggar. Karena memang diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak. Aturan ini menyatakan bahwa penerima upah pungut hanya Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, dan Dinas Pendapatan Daerah serta unsur penunjang yakni Polda Metro Jaya.

Kepmendagri itu merupakan peraturan turunan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 60 Tahun 2002 tentang Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
 
Namun, aturan tersebut seharusnya dapat ditata kembali. Salah satu klausulnya, para pejabat tidak diperkenankan menerima upah pungut pajak. Alasannya karena mereka memang tidak bekerja. Apakah para pejabat itu tahu jumlah pajak di daerahnya? Mereka pasti tidak tahu. Jadi, buat apa mereka menerima.


 
Ada beberapa pilihan untuk mengatasi persoalan upah pungut ini. Pertama, semua aturan tentang upah pungut dihapuskan. Termasuk Peraturan Gubernur sebagai turunan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Ini sangat tidak lucu. Para pejabat sudah digaji tinggi, tapi masih saja menerima upah pungut yang seharusnya diterima oleh orang yang berhak.
 
Solusi kedua, jika sulit menghapus aturan-aturan itu, maka harus diperjelas siapa saja yang berhak menerimanya. Para pembuat kebijakan seharusnya tidak menerima, termasuk pihak-pihak lain yang tidak berhak.
 
Jika dilihat dari siapa yang salah, ya tentu para pembuat kebijakan yang paling patut disalahkan. Karena, mereka dapat saja dimanfaatkan dan memanfaatkan pihak lain dalam membuat aturan yang tidak jelas dan sangat multitafsir.

Para penerima juga dapat disalahkan. Mereka mengambil hak yang sebenarnya bukan untuk mereka.
 
Seharusnya, para pejabat kita sudah harus mulai berpikir pemberian gaji berbasis kinerja. Benarkah upah harus dibayarkan ke pejabat tanpa mereka bekerja?
 


Nantinya, aturan baru harus mengatur bahwa upah pungut harus diterima para pegawai di tingkat bawah. Karena mereka lah yang benar-benar bekerja mengumpulkan pajak tersebut.

Mereka selama ini berpanas-panasan di lapangan, tapi jumlah insentif yang mereka terima jauh lebih kecil. Sedangkan bagi para pejabat, mereka tidak boleh lagi menerimanya.
 
Upah pungut ini  juga kelak akan menimbulkan konflik kepentingan. Apalagi sekarang sudah menjelang pemilu. Upah pungut ini seperti lahan basah bagi para pejabat untuk mengumpulkan uang yang akan digunakan untuk kampanye nanti. Apalagi saat ini sistem pemilihan adalah dengan suara terbanyak.
 
Pengusutan kasus upah pungut  kini tidak hanya dilakukan di DKI Jakarta. Tapi juga dilakukan di sejumlah daerah. Gubernur Bengkulu Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono dan Bupati Subang Eep Hidayat bahkan sudah menjadi tersangka. Ini membuktikan kalau ada yang salah dalam aturan upah pungut pajak itu.
 
Disarikan dari wawancara Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Syahrul Yasin Limpo ke Eks Ajudannya: Panji Lihat Sini, Saya Bapakmu
Pers rilis ungkap kasus pembunuhan ibu dan anak yang terjadi di Jalan Macan Lindungan, Kelurahan Bukit Baru, Kecamatan IB I Palembang.

Terungkap, Motif Pembunuhan Sadis Ibu dan Anak di Palembang

Polisi berhasil meringkus pelaku pembunuhan terhadap Wasila (40) dan anak perempuannya Farah (16), yang terjadi di Jalan Macan Lindungan, Kelurahan Bukit Baru, Kecamatan

img_title
VIVA.co.id
17 April 2024