Korupsi Lombok Barat

Ketua Majelis Hakim Beda Pendapat

VIVAnews - Ketua Majelis Hakim Sutiyono berbeda pendapat dalam putusan terhadap rekanan bupati Lombok Barat, Direktur Utama PT Valindo Lombok Inti, Izzat Husein. Ia berpendapat jaksa telah salah dalam menerapkan unsur orang.

Dalam dakwaan jaksa, Izzat didakwa sebagai korporasi. "Maka dakwaan eror in persona," kata Hakim Sutiyono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 9 Februari 2009.
 
Sebelumnya, Majelis menghukum selama empat tahun penjara. Hakim juga menghukum dia membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara. Majelis menilai Izzat telah menyebabkan kerugian negara sebanyak Rp 13,8 miliar. Uang itu, kata majelis, dinikmati sendiri.
 
Kasus ini bermula, ketika Izzat melakukan pertemuan dengan Bupati Lombok Barat Iskandar guna membicarakan rencana pelepasan aset pemda Lombok Barat dengan cara tukar guling. Kemudian Bupati sepakat menunjuk Izzat untuk membangun tiga belas bagunan kantor dinas kabupaten Lombok Barat sebagai pengganti aset pemda. Selanjutnya, Izzat membuat proposal dengan penawaran nilai tanah dan bangunan senilai Rp 31,79 miliar.
 
Bupati lalu memerintahkan Sekertaris Daerah Lalu Kusnandar Anggrat, Asisten II Hamdan dan Lalu Sapwan Hasyim untuk menyusun taksiran harga asset. Jaksa Riyono mengatakan nilai taksiran mengacu pada proposal yang diajukan Izzat senilai Rp 32,97 miliar.
 
Rinciannya antara lain harga tanah komplek eks kantor bupati Rp 27,38 miliar. Eks Rumah Jabatan Bupati dan Sekda sebesar Rp 1,67 miliar. Sementara untuk bangunannya sendiri Rp 3,89 miliar.
 
Guna mendapatkan persetujuan resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Izzat melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat daerah. Selanjutnya, Ketua DPRD Kab Lombok Abdul Kasim menandatangani surat persetujuan harga jual tanah dan bangunan itu.
 
Menyadari persyaratan formal administratif penaksiran harga melanggar Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah no 11 tahun 2001 pasal 33 ayat 4, Bupati Lombok, Jaksa melanjutkan, mencabut dan memperbaharui dengan Keputusan Bupati yang isinya menyetujui pelepasan hak atas tanah dan bangunan senilai Rp 32,97 miliar.
 
Menurut Jaksa, pembayaran tunai Rp 1,55 miliar dan pembangunan fasilitas perkantoran senilai Rp 31,41 miliar. "Padahal harga tanah dan bangunan aset sekurang-kurangnya Rp 38,2 miliar dan Rp 17,4 miliar," kata Jaksa Riyono. Total, lanjut dia, senilai Rp 55,65 miliar.
 
Terdakwa, kata dia, menandatangani perjanjian jual beli tanah dan bangunan itu dengan PT VLI senilai Rp 32,97 miliar. Izzat kemudian membangun tiga belas gedung dengan nilai Rp 15,11 miliar. Padahal dalam kontrak seharusnya senilai Rp 29,06 miliar.
 
Ada selisih, kata Jaksa, antara harga dalam kontrak dengan harga riil sebesar Rp 13,86 miliar. Sementara selisih tanah Rp 9,12 miliar. Sedangkan selisih nilai tanah dan bangunan baru, Riyono melanjutkan, sebesar Rp 13,86 miliar.

Hubungan Tak Baik, Ruben Onsu dan Jordi Onsu Sudah Setahun Tak Berkomunikasi
Zeekr 009 Grand

MPV Semewah Alphard Ini Bisa Melesat Sekencang Mobil Sport

Mobil MPV ini bukan sembarang minivan, melainkan sebuah istana mini yang memadukan kemewahan, performa, dan teknologi canggih. Bagian belakang kabin dipisahkan dari depan

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024