Dodi Ambardi PhD

Popularitas Itu Penting

VIVAnews – Sejumlah artis  bertebaran dalam daftar calon sementara (DCS) Pemilihan Umum 2009. Hampir semua partai mencalonkan para pesohor itu. Partai Amanat Nasional (PAN) bahkan menaruh 18  orang dalam daftar calegnya.  

Seberapa besar peluang “kaum wangi” ini menuju Senayan? Hasil polling Lembaga Survey Indonesia (LSI)  mungkin bisa jadi acuan. Dilansir Kamis 16 Oktober 2008, survey itu menunjukan bahwa artis justru lebih berpeluang dipilih ketimbang para politisi yang bertahun-tahun berkubang di politik.

Lembaga  ini memasang 10  sepuluh artis dan 10 calon politisi dalam pollingnya. Hasilnya cukup mengejutkan. Ketua Dewan Agung Laksono menempati posisi pertama (18,5%), disusul Eko Patrio (5,6%), Marisa Haque (5,6%) di posisi tiga besar. Politisi Golkar, Ferry Mursidan Baldan, yang selama ini dikenal sebagai vokalis Senayan, malah terperosok ke nomor buntut: urutan 20.

Kerbau Albino Diundang ke Gedung Pemerintah, Harganya Rp7,8 Miliar

Apakah kecenderungan pemilih Indonesia lebih memilih mereka yang terkenal daripada para politisi yang paham lika-liku politik?  Peneliti Utama LSI, Dodi Ambardi PhD, menegaskan “ Ada kencenderungan popularitas lebih menentukan ketimbang kompetensi”. Berikut wawancara VIVAnews dengan Dodi, Jumat 17 Oktober 2008.

Apa latar belakang LSI melakukan survey artis lawan politisi?

Terdakwa Yosep Subang Diadili Bunuh Istri dan Anak Demi Uang, Korban Dibacok Pakai Golok


Sekarang muncul trend baru perekrutan caleg berdasar popularitas di media massa. Ada dilema antara popularitas dan kompetensi calon. Kami lantas mempertandingkan 10 nama calon legislatif dari artis dan politisi untuk mengetahui antara popularitas dan kompetensi mana yang lebih berpeluang.

Bagaimana LSI memilih nama artis dan nama politisi?


Kriterianya sederhana, kami memilih 10 nama artis dan 10 nama politisi yang ada di daftar calon. Kemudian nama-nama itu ditulis dalam kartu bantu. Responden memilih satu diantaranya. Tak ada foto, hanya nama yang tertulis dalam kartu bantu.

Bank Muamalat Cetak Laba Rp 14,1 Miliar pada 2023, Aset Tumbuh 9 Persen

Respondennya?


Responden berjumlah 1249, dipilih secara random, dari Sabang sampai Merauke. Profil responden mendekati profil karakteristik demografi masyarakat Indonesia sehingga diharapkan mewakili populasi Indonesia. Kami desain sedemikian rupa sehingga representatif.

Hasilnya?


Hasil survey menunjukan bahwa popularitas lebih penting ketimbang kompetensi. Ada kecenderungan memilih calon karena alasan yang sangat minimal, yakni aware dengan calon legislatif bersangkutan, bukan karena kompetensinya. Misalnya, Agung Laksono paling banyak dipilih. Belum tentu dia dianggap kompeten, tapi karena dia sering muncul di media. Kemunculan di media bikin orang jadi top.

Apakah itu berarti peluang artis lebih besar daripada politisi masuk ke Dewan?

Itu kecenderungannya. Tapi, konsekuensinya panjang, apalagi kalau sampai jumlah artis lampaui jumlah politisi. Kita tahu calon-calon popular kompetensinya tidak bagus, apalagi untuk mengerjakan tugas anggota dewan, seperti membuat UU. Apa mereka mengerti legal drafting? Bisa dibayangkan, nantinya kualitas Dewan menurun.Paling minimal, kita rugi waktu, memberi kesempatan para artis itu untuk learning by doing.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya