VIVAnews – Putusan Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terhadap Undang-Undang (UU) No 2/PNPS/1969 tentang Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi Mati, yang diajukan tiga terdakwa Bom Bali I berdasarkan sejumlah pertimbangan.
Diantaranya, UU No 2/PNPS/1964 itu telah dikoreksi UU nomor 5 tahun 1969. Itulah sebabnya, sidang mahkamah yang diketuai Mahfud MD menilai UU No 2/PNPS/1964 masih sesuai dengan UUD 1945.
Selanjutnya, mengenai prosedur pembentukan. Setelah dikoreksi UU nomor 5 tahun 1969, menurut mahkamah, prosedurnya sudah seusai pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 UUD 1945. Dimana, UU telah disahkan Presiden dan DPR, dalam hal ini DPRGR yang merupakan perwakilan rakyat pada massa itu.
Kemudian, masalah aturan peralihan. Semua peraturan perundang-undangan yang masih ada, masih berlaku sebelum ada putusan perundangan yang baru. Jadi, menurut mahkaman, UU No 2/PNPS/1969 masih berlaku. Sebab, sampai sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang menggantikan. Berdasarkan pertimbangan itu, mahkamah menolak dalil pemohon tentang uji formil.
Mengenai uji material yang diajukan terdakwa. UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Menurut mahkamah, UU itu menjelaskan tentang penyiksaan. Penyiksaan ialah setiap perbuatan yang dilakukan secara sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat. Menurut mahkamah, rasa sakit itu melekat pada hukumanpidana yang dijatuhkan hakim.
Mahkamah mengatakan, rasa sakit bukan merupakan alasan yang cukup untuk menilai konstitusionalitas UU nomor 2/PNPS/1964.
Diakhir kesimpulan, MK meminta kepada pemerintah untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untk mencari cara-cara hukuman mati yang lebih baik.