Joseph E. Stiglitz

Setelah Kejatuhan

VIVAnews - Beberapa orang berpikir terpilihnya Barack Obama akan membuat perubahan menyeluruh di Amerika.  Karena tidak demikian, meski undang-undang stimulus dalam jumlah besar telah diloloskan sebagai sebuah program baru untuk mengatasi sektor domestik dan beberapa rencana menstabilkan sistem keuangan, beberapa orang mulai menyalahkan Obama dan timnya.

Walau demikian, Obama, mencoba mencegah ekonomi terjun bebas, dan ia tidak mungkin dapat merubah keadaan dalam tempo singkat setelah pelantikannya.  Presiden Bush juga seperti rusa disinari lampu –lumpuh, tak bisa berbuat apa-apa— beberapa bulan sebelum meninggalkan Gedung Putih.  Sungguh melegakan bahwa Amerika akhirnya punya presiden yang bisa berbuat, dan apa yang akan dilakukannya dapat membawa perbedaan besar.

Sayangnya, apa yang sudah dia lakukan belum cukup. Paket stimulus memang besar –lebih dari 2 persen Produk Domestik Bruto/PDB setiap tahunnya- tetapi sepertiga akan digunakan untuk pemotongan pajak.  Dan, saat Amerika menghadapi soal utang yang menumpuk, secara perlahan tapi pasti angka pengangguran juga meningkat.  Termasuk kejatuhan harga aset. Mereka agaknya lebih suka menyimpan banyak melalui pemotongan pajak.

Hampir separuh stimulus akan menimbulkan efek kontraksi  pemotongan di tingkat negara. Sebanyak 50 negara bagian Amerika harus membangun keseimbangan bujet. Jumlah keseluruhan kekurangan dana jangka pendek diperkirakan mencapai $ 150 miliar selama beberapa bulan lalu; sekarang angka itu bertambah besar –termasuk, kekurangan negara bagian California sebesar $ 40 miliar.

Tabungan rumah tangga mulai bangkit, hal ini baik untuk jangka panjang kesehatan keuangan rumah tangga, tetapi bencana bagi pertumbuhan ekonomi. Sementara, bandul investasi dan ekspor akan baik-baik saja. Stabilisasi otomatis Amerika –aspek progresif dari sistem pajak kita, kekuatan dari sistem kesejahteraan kita— akan mengalami pelemahan besar, namun hal ini akan menambah beberapa stimulus, seperti defisit fiskal yang diperkirakan mendekati 10 persen  PDB.

Singkatnya, stimulus akan memperkuat perekonomian Amerika, tetapi mungkin tidak cukup kuat untuk memulihkan pertumbuhan. Inilah berita buruk bagi seluruh dunia, juga, untuk untuk perbaikan ekonomi global yang berharap dari kekuatan ekonomi Amerika.

Kegagalan nyata dari program perbaikan Obama,  bukan suatu dusta dari paket stimulus, tapi dalam upayanya memperbaiki pasar keuangan.  Kegagalan Amerika memberikan pelajaran penting bagi seluruh negara di dunia, mereka akan menghadapi persoalan yang muncul dengan bank-bank mereka:

-Menunda restrukturisasi perbankan adalah mahal, baik dari segi biaya pemotongan utang  dan dapat merusak ekonomi secara keseluruhan.

- Pemerintah tidak mau memikul seluruh biaya masalah ini, sehingga memberikan dana ke sistem perbankan cukup untuk bertahan hidup, tetapi tidak cukup untuk memulihkan kesehatan.

-Kepercayaan diri amat penting, tapi mengitirahatkannya juga merupakan hal mendasar.  Kebijakan tidak boleh berdasar dari fiksi bahwa pinjaman yang baik dapat dibuat,  dan bahwa kecerdasan bisnis dari pemimpin pasar finansial dan para regulator akan divalidasi jika kepercayaan sudah diperbaiki.

-Bankir dapat diharapkan bertindak untuk kepentingan diri sendiri atas dasar insentif.  Insentif jahat meluaskan pengambilan keputusan penuh resiko, dan bank-bank akan  runtuh  meski tidak terlalu besar untuk gagal dalam pelibatan lebih banyak pihak. Mengetahui bahwa pemerintah akan mengambil bagian jika perlu, mereka akan memundurkan hipotik dan membayar miliaran buat bonus dan dividen.

-Sosialisasi kerugian saat privatisasi mendatangkan kecemasan adalah konsekuensi dari nasionalisasi bank. Pembayar pajak Amerika akan melihat itu sebagai sebuah kesepakatan yang buruk. Dalam babak pertama infusi dana segar, mereka akan mendapat 0,67 dari aset dari setiap dolar yang diberikan (jika aset ini dinilai berlebihan dan nilainya akan jatuh secara cepat).Namun dalam injeksi dana segar sekarang,  diperkirakan Amerika akan mendapat 0,25 atau malah kurang untuk setiap dolar yang ditanamkan.  Namun satu alasan yang baik dan adil, kita dapat menjadi pemilik saham mayoritas di bank-bank utama.

-Jangan bingung membedakan antara bankir dan pemilik saham dengan bank yang diselamatkan.  Amerika mungkin akan menyelamatkan bank, namun pemilik sahamnya akan pergi, paling tidak setelah apa yang sudah mereka lakukan.

-Efek tetesan ke bawah sering kali tidak bekerja.  Menggelontorkan uang ke bank tidak akan menolong pemilik rumah untuk meneruskan pembayaran.  Membiarkan AIG bangkrut mungkin melukai beberapa isntitusi penting secara sistematis, namun melakukan ini lebih baik dari pada menjudikan uang senilai $ 150 miliar.

-Kurangnya transparansi membuat sistem keuangan Amerika terperosok dalam kesulitan.  Kurangnya transparansi tidak bisa terbantah. Pemerintah Obama berjanji akan memperbaiki kerugian  melalui hedge funds dan investor swasta lain untuk membeli aset buruk milik bank.  Tetapi ini tidak akan memunculkan “harga pasar” seperti klaim pemerintah.  Dengan kesedian pemerintah menanggung kerugian, maka harga akan terdistorsi. Kerugian bank yang sudah terjadi, dan ongkosnya kemudian adalah pengeluaran baru bagi pembayar pajak.  Membawa hedge fund sebagai pihak ketiga akan memunculkan kembali biaya tambahan.

-Lebih baik melihat ke depan dari pada ke belakang, yakni dengan memfokuskan pengurangan resiko pinjaman baru dan meyakinan injeksi dana  membuat kapasitas baru pinjaman.  Yang sudah hilang biarlah hilang. Sebagai poin acuan, $ 700 miliar disediakan untuk sebuah bank baru, menyatukan 10 menjadi 1 bank, akan dapat membiayai $ 7 triliun pinjaman baru.

Era kepercayaan bahwa sesuatu dapat diciptakan dari ketiadaan sudah seharusnya berakhir.  Reaksi jangka pendek oleh politisi – yang berharap mendapat kesepakatan lebih kecil bagi pembayar pajak dan cukup besar untuk menolong bank— hanya akan memperpanjang masalah.  Sebuah kebuntuan sudah terbayang. Lebih banyak uang akan dibutuhkan, namun Amerika tidak punya hasrat untuk menyerahkannya –setidaknya tidak pada tempo dekat.  Sumur  uang mungkin akan mengering, dan begitu halnya dengan legenda Amerika tentang optimisme dan harapan.

Joseph E. Stiglitz, profesor ekonomi Columbia University, dan penerima Hadiah Nobel  2001 untuk bidang ekonomi; bersama Linda Bilmes menulis buku The Three Trillion Dollar War: The True Costs of the Iraq Conflict. Hak cipta ada pada www.projectsyndicate.org

Kemenparekraf Fasilitasi 24 Jenama Kreatif di Italia
Areum mantan member T-ara

Areum Eks T-ARA Akhirnya Putus dengan Pacarnya Usai Menimbulkan Kontroversi

Areum eks T-ARA baru-baru ini dikabarkan telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya setelah beberapa peristiwa dramatis yang mencakup upaya bunuh diri dan kontroversi.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024