VIVAnews - Kemajuan pekerjaan membuat pos kami harus pindah dari Jalupang, padahal desa Jalupang rasanya belum lama juga kami tinggali. Kami pindah ke Desa Kerta, maju sejauh kurang lebih sepuluh kilometer ke arah Malingping. Desa Kerta ini sama juga dengan Jalupang, bahkan lebih sepi karena hanya desa yang dilintasi mobil dan jarang yang berhenti.
Berbeda dengan Jalupang yang merupakan persimpangan ke Gunung Kencana dan seterusnya bisa ke Rangkasbitung. Di Desa Kerta selain pak lurah yang merupakan pejabat pemerintah tertinggi, ada pegawai kehutanan. Tukang jahit ada seorang, warung tembakau juga ada satu dan sebuah warung kecil yang menjual bermacam keperluan sehari-hari.
Salah satu tokoh penting setingkat desa kecil semacam ini adalah guru SD, yang sekaligus merangkap sebagai guru dan Kepala Sekolah, dengan murid tidak banyak. Komandan proyek menempatkan saya disebuah rumah panggung, keluarga sepasang kakek nenek haji dan hajjah, yang usianya sudah cukup sepuh dan ibu Siti (nama ibu hajjah) agak bongkok, sedang pak Haji kepalanya penuh kembang jambu.
Bersama saya ditempatkan dalam satu kamar yang pintunya tidak bisa dikunci dari dalam, Sersan Mayor Tohir - bintara lugu tanpa banyak bicara. Tikar dan bantal harus bawa sendiri dan barang saya tidak banyak, hanya beberapa celana panjang dan baju serta beberapa buku.
Menurut cerita pak guru Sjamsuddin, yang ternyata menantu keluarga haji ini, kamar yang kami tempati berdua dengan Sema Tohir dikenal sebagai kamar yang angker. Pak guru Sjamsuddin pernah tidur dikamar tersebut dan saat bangun pagi hari, di depan pintu kamar batu bertumpuk sehingga dia sulit keluar.
Saat menceritakan kejadian tersebut mimiknya meyakinkan, tetapi saya anggap angin lalu saja karena di pedesaan sering beredar bermacam-macam dongeng omong kosong dan setelah saya tinggal di kamar tersebut cukup lama, tidak pernah ada kejadian yang aneh-aneh.
Malah sebaliknya, pada suatu malam saat saya ada keperluan keluar ke warung, beberapa orang berlarian sambil teriak :"Setan, setan!". Tentu saja saya tertawa geli, kan saya tapol,bukan setan! Maklum,desa kecil ini kan tidak punya penerangan dan listrik belum masuk. Kalau saya ingin baca atau belajar ya harus beli minyak sendiri, beli lampu teplok, jangan membebani tuan rumah (tapi saya pikir, tuan rumah kalau sudah bisa berangkat haji berdua suami-isteri, biasanya mereka jual tanah).
Rumah yang kami tinggali adalah rumah panggung dengan lantai papan, sehingga kalau kami berjalan timbul suara dimana-mana, derit lantai yang terinjak. Serma Tohir ternyata penduduk asli sebuah desa tidak jauh dari Kerta sehingga dia sering pulang ke rumah sore hari, kembali ke Kerta esoknya.
Kalau Serma Tohir sedang pulang kampung, saya sendirian di kamar ukuran 3 x 3 meter, berdinding anyaman bambu. Di malam hari di luar gelap gulita sedang di kamar penerangan cukup dengan lampu teplok, dimana saya bisa baca atau menulis. bersambung
VIVA.co.id
27 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
Partner
Ayo Klik Link DANA Kaget Rp700 Ribu Hari Ini Jumat 26 April 2024, Langsung Cair
Bandung
17 menit lalu
Dengan hanya mengklik di bawah anda akan mendapatkan saldo DANA gratis hari ini Sabtu 27 April 2024. Saldo tersebut sebesar Rp700 ribu dan bisa diambil dengan hanya menyi
Temukan update terkini Redmi K70 Ultra, dari prosesor canggih hingga desain premium. Baca lebih lanjut!
Bukan Menghina, Ini Alasan Ernando Ari Selebrasi Joget Usai Tepis Penalti Korea Selatan
Bandung
24 menit lalu
Kiper Timnas Indonesia U-23, Ernando Ari kini tengah menjadi perbincangan hangat usai menepis tendangan penalti dari pemain Korea Selatan pada laga perempat final Piala A
Penyair Joko Pinurbo Wafat, Dunia Sastra Berduka
Jatim
24 menit lalu
Joko Pinurbo wafat di Yogyakarta, Sabtu, 27 April 2024, di usia 61 tahun. Ia adalah penyair kondang Indonesia. Pada tahun 2023, Jokpin meraih Achmad Bakrie Award XIX.
Selengkapnya
Isu Terkini