Dari Diskusi Freedom Institute

Menatap Ulang Keynes

VIVAnews - Kata-kata Milton Friedman ”We’re all Keynesians now” kembali banyak dikutip dan diperdebatkan lagi setahun terakhir ini. Ilmu ekonomi Keynesian (Keynesianisme) mengedepan lagi terutama karena krisis seperti saat ini, di tengah terpuruknya sektor swasta dan mengeringnya sumber pendanaan dari perbankan.

Gus Miftah Curiga Jokowi Pilih Bahlil Lahadalia Jadi Menteri Karena Lucu, Bukan Prestasi

Untuk memahami hiruk-pikuk perdebatan yang sedang berkembang, di media massa (seperti di The Economist) maupun di G-20 di London awal April nanti, Freedom Institute menggelar diskusi tentang isu ini bersama ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Staf Khusus Menko Perekonomian) M. Chatib Basri dan  Rizal Mallarangeng (Freedom Institute), pada Kamis, 19 Maret 2009, lalu di Kantor Freedom Institute, Jalan Irian No. 8, Menteng, Jakarta. Diskusi dipandu Hamid Basyaib. Berikut jalan diskusi itu.

Kolapsnya Lehmann Brothers pada semester kedua tahun 2008 menimbulkan efek domino pada sistem keuangan Amerika Serikat.

Begitu episentrum perekonomian dunia terguncang, ombak tsunami depresi pun melanda ke seluruh penjuru dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia menurun. Angka pertumbuhan  berubah menjadi negatif. Beberapa negara bahkan menekan suku bunganya mendekati nol persen agar perekonomian terus berdenyut.

Bila dibandingkan, memang situasi ini paling dekat dengan Depresi Besar. Namun kondisi sekarang,  lebih baik dari kondisi Amerika tahun 1930-an itu. Saat ini pengangguran 9 persen, atau satu dari sepuluh orang menjadi penganggur. Pada tahun 1930, di Amerika saat itu, satu dari empat orang menganggur.

Depresi Besar 1930-an terjadi setelah sebelumnya terjadi pertumbuhan ekonomi gila-gilaan di Amerika Serikat. Memasuki tahun 1930, perekonomian melambat, pasar modal Wall Street anjlok, terjadi stagflasi dan berujung pada meledaknya angka pengangguran. Semua orang menjerit. Kelam.

Ekonom-ekonom tak tahu apa yang sedang terjadi. Saat itu belum ada orang-orang yang bisa memahami apa yang terjadi saat itu. Teori-teori lama tak memadai. Jargon teoritikus kapitalisme seperti Adam Smith dan David Ricardo seperti buku usang yang sudah lapuk. Semuanya mencari-cari apa yang sebenarnya terjadi.

Lalu muncullah anak muda brilian eksentrik yang awalnya dikenal keahliannya di Universitas Cambridge (Inggris) sebagai ahli matematika. Dia muncul dengan jawaban-jawaban besar yang sebenarnya sederhana. Dia adalah John Maynard Keynes.



John Maynard Keynes, dilahirkan 5 Juni 1883 di Cambride, Inggris. John Maynard Keynes dilahirkan di tengah keluarga intelektual terpandang. Bapaknya John Neville Keynes adalah pengajar ilmu ekonomi di Universitas Cambridge, sementara ibunya Florence Ada Brown adalah seorang penulis ternama. Adiknya Geoffrey Keynes seorang ahli bedah, sementara adik perempuannya, Margaret, menikah dengan pemenang Nobel, Archibald Hill.

Sebagai anak dari pasangan intelektual, Maynard Keynes tak pernah belajar di sekolah kelas dua. Seperti bapaknya, Maynard Keynes pada 1902 kuliah di King’s College Cambridge mempelajari matematika.

Advokat Arif Edison Divonis 1 Tahun Penjara, Ini Tanggapan Jhon LBF dan Machi Achmad.

Di Cambridge, John Maynard Keynes bergaul dalam lingkaran intelektual Inggris termasuk Virginia Wolf, salah satu pemikir feminis awal. Mereka biasa berdiskusi mengenai seni dan budaya. Keynes menyenangi musik, kesenian dan sastra. Di antara teman-temannya, justru Keynes dikenal paling tidak suka bicara ekonomi.

Latar belakang keluarga, pendidikan dan pertemanan ini, membuat Keynes tidak punya alasan melihat ke bawah. Dengan latar belakang seperti ini, Keynes tidak punya alasan membenci kapitalisme.

Sebelum menjadi ekonom, Keynes dikenal sebagai matematikus. Di zaman dia hidup, orang yang paling dianggap paling hebat dalam matematika dan juga filsafat adalah Bertrand Russel, penulis segala hal. Namun Bertrand Russel dalam buku biografinya menjelaskan, “satu-satunya momen saya takut bicara matematika di tengah banyak orang adalah bila di situ ada John Maynard Keynes.”

Russel mengenal Keynes sebagai matematikawan berpikiran tajam dan sangat jenius. Di dunia matematika, Keynes merupakan penemu Teori Probabilitas. Keynes secara teknis sangat menguasai matematika dan itu dianggap baru dalam ilmu ekonomi.



John Maynard Keynes membawa pencerahan dengan sebuah terobosan baru dalam memandang ekonomi kapitalisme yang selama ini memakai pendekatan individual behavioralism. Perekonomian sebuah negara diibaratkan seperti seorang individu yang memiliki penawaran dan permintaan.

Keynes tidak menolak pendekatan ekonomi klasik yang memakai pendekatan individual. Tapi tidak jika pendekatan pribadi itu dipakai sebagai aggregasi keadaan ekonomi.

Keynes juga berpendapat, menganalisa negara tidak bisa seperti mengumpulkan individu-individu. Contohnya,  Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, mengalami macet pada pukul 08.00. Lalu Anda memutuskan berangkat pada pukul 06.30. Bayangkan jika semua orang berpikir seperti itu, maka jam macet akan berpindah pada pukul 06.30.  Dengan teori ini, jadilah Keynes kemudian dikenang sebagai salah satu pendiri Makroekonomi.

Terobosan kedua Keynes adalah pasar membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Teorinya ini membantah preposisi teori klasik yang menyatakan setiap ada perubahan harga, maka akan terjadi efek domino. Contohnya,  menu di restoran tidak gampang berubah meski terjadi kenaikan bahan pokok seperti beras atau sayur.  Mengapa harga menu tidak berubah? Karena jika menu berubah, ada biayanya. Itu disebut menu cost. Akibatnya penyesuaian harga baru dilakukan setelah harga naik sampai taraf tertentu.

Dalam periode penyesuaian, tak bisa dibiarkan pada mekanisme pasar. Ketika terjadi penyesuaian, maka orang takut membelanjakan uang, sehingga penawaran menurun, produksi melambat dan stagflasi lalu terjadi. Teori klasik menyatakan, ketika penawaran menurun, maka produsen akan menurunkan harga barang. Namun Keynes membantahnya. Tak ada cerita harga turun. Meski tak ada permintaan, harga tetap di atas.

Maka Keynes berkata, yang harus dilakukan saat itu adalah membuat orang punya uang. Jika orang punya pendapatan, maka dia akan berbelanja. Jika dia belanja pada pedagang, maka si pedagang punya uang. Dalam jangka panjang penyesuaian itu akan terjadi dengan sendirinya, namun dalam Keynes mengatakan harus ada yang dilakukan dalam jangka pendek.

Secara politik, mendiamkan krisis itu pun tak mungkin dilakukan. Itu mustahil dalam demokrasi modern. Presiden Barack Obama, sebagai contoh, tak mungkin membiarkan krisis melanda Amerika dan berdiam diri saja. Pemerintah harus melakukan sesuatu.

Intinya adalah dalam depresi, di mana penawaran rendah, orang tidak mau mengeluarkan uangnya. Harus ada satu pihak yang berani memulai atau istilahnya memancing. Inilah yang disebut stimulus. Ini tidak mungkin dilakukan bank, tidak juga pegawai. Mereka semua tengah khawatir, dan semua ingin menghemat. Jadi, harus diputuskan mata rantainya oleh pemerintah. Kalau perlu, kata Keynes, pemerintah mencetak uang. Intinya,  pemerintah perlu melakukan stimulus.

Pemerintah Amerika Serikat lalu mengadopsi pikiran Keynes itu. Presiden terpilih, Franklin Delano Roosevelt meluncurkan program yang kemudian disebut New Deal. Antara 1933-1938, Roosevelt melancarkan program stimulus ekonomi yang memberikan bantuan langsung pada pengangguran, mereformasi praktik bisnis dan keuangan dan penyelamatan ekonomi. Tahun 1939, perekonomian Amerika kembali ke jalurnya.



Sekarang bicara mengenai struktur ekonomi Indonesia. Sekitar 65 persen perekonomian Indonesia bersandar pada konsumsi rumah tangga. Ekspor sekitar 29 persen. Yang terjadi sekarang, krisis adalah buatan Amerika, sehingga yang terlanda krisis adalah usaha yang berorientasi ekspor atau usaha yang tergantung pada bahan baku impor.

Ekonomi yang berorientasi domestik membuat Indonesia bertahan di tengah krisis dunia. Indonesia menjadi satu dari tiga negara di Asia yang pertumbuhannya tetap positif di tengah ekonomi dunia yang mengerut. Namun risikonya, ketika ekonomi dunia kembali bertumbuh, Indonesia kembali ketinggalan di belakang.

Dalam situasi dunia seperti ini, cara pertama menjaga ekonomi Indonesia tetap hangat adalah mendorong belanja dalam negeri sehingga tetap memanaskan ekonomi.

Kedua, karena suku bunga masih tinggi, maka yang dilakukan adalah insentif pajak sehingga memberikan uang tambahan bagi rakyat untuk berbelanja. Cara berikutnya program padat karya dan cash transfer seperti Bantuan Langsung Tunai sehingga meningkatkan pendapatan kelompok menengah ke bawah. Inilah saatnya pepatah lama, hemat pangkal kaya menjadi tidak relevan lagi.

Dan satu lagi yang tak direncanakan, Pemilu ikut menyumbang kehangatan ekonomi. Kampanye yang panjang sejak Agustus 2008 membuat belanja publik secara konstan terjadi untuk peralatan kampanye dan sosialisasi. Jangan-jangan, Pemilu ini bukan saja menyehatkan demokrasi, tapi juga menyelamatkan ekonomi.

Ilustrasi kanker prostat.

Waktu Idel untuk Kencing Setiap Hari, Laki-laki Harus Tahu Agar Prostat Tetap Sehat

Jika terjadi pembesaran pada prostat, ini bisa menyebabkan sumbatan dan gangguan pada proses kencing.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024