Johnny Swandi Sjam

Bisnis Internet Tumbuh Sangat Tajam


VIVAnews - Persaingan di bisnis telekomunikasi semakin tajam. Perang tarif antar operator sangat ketat. Akibatnya, sejumlah operator dikabarkan mulai kelimpungan menghadapi ketatnya persaingan. Apalagi di tengah ancaman krisis ekonomi global.

Lantas, bagaimana dengan Indosat, operator terbesar kedua di Indonesia. Kendati menjadi pemain besar, perusahaan yang telah berganti pemilik ke Qatar Telecom ini juga merasakan dahsyatnya pertarungan di bisnis telekomunikasi ini. Karena itu, Indosat pun agresif menggaet pelanggan.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana perkembangan Indosat dan tren bisnis telekomunikasi ke depan, wartawan VIVAnews, Mohamad Teguh dan Heri Susanto mewawancarai Direktur Utama Indosat, Johnny Swandi Sjam di kantornya, pada 19 Maret 2009 lalu.

Bagaimana kinerja Indosat 2008?
Tahun lalu, pertumbuhan pendapatan Indosat masih bagus, tumbuh sekitar 13 persen. Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya memang turun. Selain karena tarif telepon turun, itu juga disebabkan oleh beban biaya meningkat. Salah satu sebabnya pelemahan kurs rupiah yang membuat pembayaran utang menjadi lebih mahal.

Indosat menghadapi persoalan fluktuasi kurs?

Kami memiliki utang valas US$ 500 juta. Dari jumlah itu, US$ 200 juta sudah dibeli kembali. Sisanya, memang ada risiko fluktuasi kurs, namun masih bisa dikelola karena dihedging. Namun, utang yang dihedging memang cuma separohnya karena ongkos lindung nilai juga besar. 

Bukankah dulu sempat diributkan soal hedging utang Indosat?
Saat itu, pada 2007 dipersoalkan karena kurs stabil kok dihedging. Sekarang bagaimana, kalau tidak dilakukan lindung nilai. Kami justru bisa diselamatkan karena dihedging. Dari awal, kami memang tidak berniat untuk spekulasi. Ini karena kami punya kewajiban US$ sehingga ada risiko fluktuasi. Karena itu, perlu dikelola dengan baik risikonya.

Indosat tentu alami dua krisis 1998 dan 2008, apa dampak yang terasa berbeda bagi perusahaan?
Bedanya, dulu krisis hanya di Asia Timur dan Tenggara. Saat itu, negara maju masih bisa memberi bantuan. Pasar Indonesia yang berbasis komoditas, masih bisa ekspor. Sekarang yang krisis di negara maju. Jadi, dampaknya dari sisi ekspor terganggu. Bagi Indosat, dari sisi komunikasi pada 1998 tumbuh. Tapi, saat itu pasarnya masih kecil. Sekarang, pasarnya sudah jutaan, sekitar 130 juta, pertumbuhannya tidak setinggi 1998.

Apakah belanja komunikasi pelanggan tetap atau turun?
Saya belum bisa melihat. Masih terlalu pendek dan belum kelihatan. Memang ada beberapa lokasi, seperti di kawasan industri terjadi penurunan. Tapi, kami perlu waktu untuk melihat secara menyeluruh.

Pelanggan tidak memangkas belanja?

Di Indonesia, untungnya ada pemilu. Uang yang mengalir ke masyarakat juga dibelanjakan ke komunikasi. Di Indonesia adalah hal yang istimewa.

Bagaimana persaingan di industri telekomunikasi saat ini?

Situasinya lain, tahun lalu perang tarif. Bahkan, Indonesia dari tarif telekomunikasi termahal di dunia menjadi tarif paling murah di dunia. Jangan lupa, tarif percakapan di Indonesia sudah murah sekali.

Mengapa penurunan tarif itu tidak terlalu terasa?
Ini memang terkait dengan perilaku orang Indonesia. Mereka umumnya bisa mengukur kemampuannya. Misalnya, biasa belanja 50 ribu. Mau mahal atau murah, tidak peduli, pokoknya belanja Rp 50 ribu. Pasar Indonesia, lebih dari 95 persen adalah prepaid atau prabayar. Sedangkan, yang pascabayar cuma  5 peren. Orang lebih suka pakai prabayar agar bisa mengontrol. Kalau setiap bulannya 50 ribu, maka akan tetap belanja segitu.

Apa perubahan tren di bisnis telekomunilkasi?

Perubahan terlihat di bisnis data komunikasi (internet). Misalnya saja di Indosat. Pada 2007, kami hanya punya 50 ribu pelanggan, namun 2008 sudah naik jadi 300 ribu pelanggan. Tampaknya tren pelanggan data komunikasi akan terus meningkat. Apalagi semua operator mengeluarkan prepaid. BlackBerry di luar negeri banyak pemakai adalah pelaku bisnis. Di sini, remaja juga sudah pakai Blackberry sehingga pasarnya besar. Apalagi, jaringan sosial juga tinggi sekali pemakainya.

Tarif internet bakal turun?

Menurut Menteri Komunikasi tarif internet memang harus turun. Sebagai pemerintah mungkin begitu. Tapi, sebagai operator, tarif sekarang sebenarnya sudah turun. Tapi, kalau diminta turun terus, frekuensi yang dibayar ke pemerintah saja tidak turun. Kami bayar frekuensi 3G sekitar Rp 160 miliar per tahun. Tarif turun sangat cepat, tetapi frekuensi tetap. Seharusnya, sih tarif frekuensi diturunkan.

Tapi, anda melihat tarif internet masih akan turun?
Kalau pemakai semakin banyak, maka tarifnya akan turun. Begitupun dengan pemain yang banyak, maka pasti akan turun. Jumlah pemain kan semakin lama semakin banyak. Dulu waktu pemain cuma tiga juga sulit turun. Penurunan tidak terasa. Namun, penurunan terasa lebih drastis setelah pemain semakin banyak.

Banyak yang babak belur?
Ya, itu risiko. Di negara lain cuma ada 3 – 4 operator. Di China saja cuma tiga operator. Di Indonesia, jumlah operator seluler sangat banyak. Jadi, bagaimana skala ekonomi tercapai, jika pemainnya banyak.

Netizen Murka Disebut Suara Paslon 02 Nol: Mungkin Aku yang Dimaksud Angin Tak ber-KTP
Xabi Alonso

Peluang Liverpool Gaet Xabi Alonso Mengecil

Keinginan Liverpool mendatangkan Xabi Alonso untu musim depan nampaknya menjadi semakin kecil. Karena dikabarkan pelatih asal Spanyol itu mau bertahan di Bayer Leverkusen

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024