Pengadilan Kejahatan Kemanusiaan di Kamboja

Algojo Khmer Merah Mengaku Salah

VIVAnews - Pengadilan Kamboja, Senin 30 Maret 2009, menggelar sidang pengadilan luar biasa pertama untuk mengusut kejahatan kemanusiaan yang dilakukan rezim Khmer Merah 30 tahun lalu. Terdakwa adalah salah seorang pemimpin Khmer Merah, Kaing Guek Eav alias Duch (baca Doik).

Duch adalah kepala penjara S-21 atau Tuol Sleng di Phnom Penh, tempat sekitar 16.000 pria, perempuan, dan kanak-kanak tewas dalam kurun waktu antara 1975 hingga 1979. Jaksa mendakwa Duch melakukan kejahatan melawan kemanusiaan, pembunuhan, dan penyiksaan.

"Kaing diduga telah melakukan otopsi paksa kepada individu dalam keadaan hidup, melakukan eksperimen medis, dan membuat orang-orang tewas akibat kehabisan darah, semuanya kejahatan atas kemanusiaan," ujar jaksa seperti dikutip harian The Financial Times edisi Selasa, 31 Maret 2009.

Lima hakim yang terdiri dari tiga hakim Kamboja dan dua hakim internasional serta gabungan jaksa dan pengacara lokal dan internasional beracara dalam sidang luar biasa ini.

Park Serpong Jadi Lokasi Bukber Dispar Banten, Intip Potensi Bisnis dan Kontribusinya ke Daerah

Jika terbukti bersalah, Duch menghadapi hukuman penjara antara lima tahun hingga seumur hidup. Itu karena hukum di Kamboja saat ini sudah tak lagi memberlakukan hukuman mati.

Selama persidangan, Duch tidak banyak berkata-kata saat identitasnya dibacakan. Namun ia mengakui melakukan sejumlah kejahatan. Dia menghadapi hakim dengan mengenakan kemeja putih dan celana berwarna gelap, tampak seperti guru matematika, profesinya dahulu, daripada pembunuh berdarah dingin.

Ratusan warga Kamboja dan pengunjung asing menyaksikan sidang Duch dari balik kaca tebal. Seorang korban, Theary Seng yang kehilangan orang tuanya akibat kekejaman rezim Khmer Merah menyatakan sidang ini merupakan momen bersejarah.

"Sensasinya luar biasa, setelah menunggu selama 30 tahun," kata Seng. "Setiap warga Kamboja dapat dianggap korban kekejaman Khmer Merah."

Proses menuju pengadilan para pemimpin Khmer Merah diperkirakan menelan biaya US$ 150 juta. Sebelum sidang digelar, sejumlah pihak mengecam perdana menteri Hun Sen, mantan komandan Khmer Merah yang menyerah kepada Vietnam, karena mengintervensi persiapan persidangan.

"Hun Sen menghadirkan banyak halangan menuju pengadilan yang adil, cepat, dan mandiri," kata Direktur Asia kelompok Human Right Watch, Brad Adams.

Empat pemimpin senior Khmer Merah lain, termasuk Nuon Chea --orang nomor dua kelompok komunis ultra-Maois itu, akan diadili sepanjang sisa tahun ini. Pemimpin utama Khmer Merah, Pol Pot, meninggal pada 1998 tanpa melalui proses peradilan.

Ammar Zoni

Mumpung Ramadhan, Ammar Zoni Banyak Berdoa Agar Segera Bebas dari Penjara

Mumpung Ramadan, Ammar Zoni Banyak Berdoa Agar Segera Bebas dari Penjara

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024