Hasil Pemilu 2009

Dari Mana Suara Demokrat

VIVAnews – MALAM itu, Kamis, 9 April 2009, di pendopo kediaman pribadinya, Puri Cikeas, wajah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terus sumringah. Didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan pengurus teras Demokrat lainnya, seperti Andi Malarangeng dan Jero Wacik, SBY mengucap syukur atas capaian partainya.  

Sejumlah penghitungan suara cepat (quick count) menempatkan Partai Demokrat menjadi pemuncak. Partai yang baru dua kali menjadi kontestan pemilu ini diperkirakan bakal meraih suara sekitar 20-21 persen, mengalahkan PDI Perjuangan dan Partai Golkar, yang diperkirakan hanya mendapat 14-15 persen suara.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang belum menetapkan hasil final perolehan suara untuk Pemilu Legislatif 2009. Luas dikecam karena amburadulnya pelaksanaan pemilu kemarin, KPU dikhawatirkan tak akan mampu merilis hasilnya tepat waktu pada batas yang ditentukan, 9 Mei 2009.  

Meski demikian, hasil quick count bisa dijadikan panduan awal. Dijaring melalui data suara riil di 2000 TPS yang ditetapkan secara acak sebagai sampel dengan error margin plus minus 1 persen, hasil quick count terbukti lumayan akurat pada Pemilu 2004 dan sejumlah pemilihan kepala daerah lalu.

Ambil contoh pada pemilihan presiden 2004 lalu. Quick count LP3ES, dengan marjin eror plus minus 1 persen, memprediksi pasangan SBY-JK mengantungi 61,2 persen suara, sedangkan Mega-Hasyim 38,8 persen. Hasil akhir tabulasi KPU ternyata tak berselisih jauh, SBY-JK 60,62 persen dan Mega-Hasyim 39,38 persen.



Hasil quick count ditanggapi bermacam raga. Yang menang dan naik suaranya menyatakan akurat, yang diprediksi melorot mengatakan tak percaya. Meski begitu, satu hal sudahlah pasti, di hari pencontrengan 9 April itu semua mereka tanpa terkecuali ikut memelototinya, dengan jantung berdegup-degup.

Yudhoyono sendiri menilai quick count cukup akurat dan bisa dipercaya. Meski demikian dia mengatakan, "Saya mengajak rakyat Indonesia menunggu hasil akhir yang dilakukan KPU."

“Hasil dari KPU nanti tak akan meleset terlalu jauh,” kata Muhammad Razikun, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PKS. Partai yang dipimpin Tifatul Sembiring ini pada Pemilu 2009 ini diprediksi mendapat 7,8 persen suara, tak terpaut jauh dari perolehan mereka di tahun 2004 sebanyak 7,3 persen.

Keyakinan serupa juga disampaikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir.  “Akurasi quick count sangat tinggi,” katanya. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadarma Ali mengamininya.

Dari pihak yang tak percaya, ada pernyataan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla. "Kami akan counter dengan perhitungan tingkat kecamatan dan KPU," katanya. "Bisa saja terjadi kesalahan teknologi (dalam quick count).”

PDIP enggan berkomentar. Sedangkan Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, mengaku tak menghiraukannya. “Saya tidak percaya itu,” kata Prabowo. Gerindra menurut LSI bakal mendapat sekitar 4,5 persen suara. Padahal, kata Prabowo hakulyakin, “laporan dari daerah jauh di atas lima persen, tembus dua digit.”



Proyeksi kemenangan besar Demokrat itu—naik sekitar hampir 280 persen dari perolehan suara mereka pada Pemilu 2004 lalu sebanyak 7,45 persen—sesungguhnya tidak terlalu mengagetkan. Indikasinya telah ditunjukkan oleh hasil survei sejumlah lembaga.

Pertanyaan menariknya kini: dari partai mana saja “Si Biru” berhasil “mencuri” suara?  Dan kenapa suara Golkar dan PDIP anjlok drastis?

Main Series Bareng Nicholas Saputra, Lee Sang Heon Jadi Bisa Masak Orek Tempe

Pada Pemilu 2004, Golkar menjadi juara dengan 21,6 persen suara, sementara PDIP merupakan runner up dengan 18,5 persen. Artinya, jika hasil quick count itu valid, maka suara Golkar bakal tergerus sekitar 35 persen(!), sedangkan PDIP melorot 20 persen.

Demokrat rupanya berhasil menggondol pemilih Golkar dan PDIP. Tapi, supaya tidak mereka-reka di atas angin, mari kita telusuri sejumlah hasil survei yang pernah dilakukan.

CIRUS misalnya, telah menelusuri ke mana saja kaburnya suara dari Kandang Banteng dan Pohon Beringin. Hasilnya, kata Manajer Riset CIRUS Hasan Nasbi, “Hanya 49,74 persen pemilih Golkar pada 2004 yang masih setia pada Partai Beringin. Sebanyak 14,74 persen pindah ke Demokrat.” Selebihnya, hijrah ke partai lain.

Persoalan yang sama juga terjadi pada PDIP. “Cuma 53 persen yang tetap memilih PDIP. Ada 10,6 persen yang beralih ke Demokrat,” kata Hasan, lagi.

Hal serupa ditunjukkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI). Direktur Riset LSI Kuskridho Ambardi menjelaskan penelitian mereka di Jawa Timur dan Jawa Barat menunjukkan di Pemilu 2009 ini banyak banteng yang pindah kandang ke Demokrat.

Direktur Eksekutif CIRUS, Andrinof Chaniago, menambahkan, yang membelot ke Demokrat juga para pemilih Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Suara PAN menurut quick count juga akan melorot dibandingkan Pemilu 2004—dari 6,4 menjadi 5,8 persen saja. PBB pada 2004 memperoleh suara cuma 2,4 persen, kali ini diperkirakan hanya 1,9 persen.

Tak hanya itu, Demokrat juga berhasil menghisap pemilih Islam. Menurut salah satu ketua Demokrat, Achmad Mubarok, mereka berhasil menyedot suara Partai Kebangkitan Bangsa di Jawa Timur yang tak henti didera perpecahan internal itu.

Begitu pula dengan PKS. Menurut pengakuan Razikun, sejumlah suara PKS di perkotaan juga hijrah ke Demokrat. Beruntung, mereka berhasil mengimbanginya dengan memperoleh tambahan suara di wilayah pedesaan.

Selain itu, Demokrat juga dinilai sukses memikat pemilih pemula yang jumlahnya cukup besar. Bardasarkan data KPU, pada Pemilu 2009 jumlah kalangan ini mencapai 30 persen dari 174 juta pemilih.



Magnet suara itu bernama SBY, bukan Partai Demokrat. Para peneliti bersepakat dia lah faktor utama pendongkrak suara Bintang Tiga Sudut. Dari berbagai survei, dia terus menempati urutan teratas sebagai calon presiden pilihan pada 2009 ini.

Menurut Wakil Direktur LP3ES, Sudar D. Atmanto, pemerintahan Yudhoyono dianggap masyarakat mampu menjawab sejumlah persoalan. “Pertama, yang terkait dengan persoalan keamanan nasional,” katanya. Sudar mencontohkan penyelesaikan damai Aceh yang bergejolak sejak 1989. Ini tentu menarik, menimbang peran Jusuf Kalla yang lebih besar dalam hal ini. “Papua juga reda walaupun ada riak-riak kecil. Kasus Ambon tidak terjadi lagi,” Sudar menambahkan.

Di sektor ekonomi, menurut  Sudar, masyarakat melihat secara makro terjadi pertumbuhan yang cukup berkesinambungan, antara 4,5-6 persen setahun. Selain itu, masih kata Sudar, Yudhoyono berhasil membangun citranya yang “santun dengan cara berkomunikasi yang tidak emosional.”

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, berpendapat sama. “Masyarakat menganggap Yudhoyono cukup berhasil,” katanya. Sebaliknya, ketokohan Megawati Soekarnoputri tak mampu mendongkrak suara PDIP, “Masyarakat sudah pernah mengalami pemerintahan Mega, dan membandingkannya.”

Sedangkan Golkar, menurut Haris, tak memiliki tokoh yang kuat sebagai ikon. Selain itu, suara Golkar juga digerogoti dua pemain baru, Gerindra dan Hanura. Faktor terpenting, kata Syamdsuddin, "Kekalahan Golkar disebabkan faktor kepemimpinan yang lemah."



Apa pun, quick count adalah adalah alat ilmiah yang menyediakan proyeksi. Hasil final masih harus ditunggu dari KPU—yang harus serius berbenah diri untuk memastikan agar berbagai kekacaubalauan kemarin tak terulang lagi pada Pemilihan Presiden mendatang. Tapi boleh lah hasil hitung-cepat ini dijadikan persiapan untuk menjaga semangat demokrasi di Republik ini: yang kalah bersedia mengaku kalah dengan penuh legawa.

Terpopuler: Adu Laris Fortuner vs Pajero Sport, Shin Tae-yong Mudah Beli Palisade
Kiper Indonesia U-23, Ernando Ari

Doa Ibunda untuk Ernando Ari dan Indonesia U-23

Erna Yuli Lestari, ibunda dari Ernando Ari merasa lega usai Indonesia U-23 memenangkan pertandingan perempat final Piala Asia U-23 2024 melawan Korea Selatan U-23.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024