Kisruh DPT

KPU Dapat Dipidana 24 Bulan Penjara

VIVAnews - Komisi Pemilihan Umum bisa dikenakan pasal pidana pemilu terkait kisruh Daftar Pemilihan Tetap. Setidaknya ada empat pasal dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 24 bulan.

"Ada beberapa pasal pidana pemilu yang bisa dikenakan," kata Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Wahidah kepada VIVAnews di kantornya, Jakarta, Sabtu 11 April 2009.

Wahidah menjelaskan kisruhnya DPT ini karena administrasi pemilu yang tidak akurat. "Ini merugikan hak pilih sesorang sehingga bisa dipidanakan," kata dia.

Undang-undang Pemilihan Umum, kata dia, mencantumkan empat pasal terkait dengan itu. Pasal tersebut adalah Pasal 260, 261, 262, dan 263 UU Pemilu. "Kalau Pasal 260, KPU bisa dikenakan hukuman penjara hingga 24 bulan dengan denda maksimal Rp 24 juta," kata dia.

Kemarin, Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary menyatakan siap menghadapi berbagai gugatan yang akan muncul dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Beberapa laporan menunjukkan banyak masyarakat yang tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap pada pemilu kemarin.

Diduga hal ini yang menyebabkan angka golongan putih meningkat. Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis melansir ada sekitar 40 persen angka golput secara nasional. Hasil ini diperoleh dari 70 persen sampel yang masuk. Survei melibatkan 1500 tempat pemungutan suara di 33 provinsi, dengan tingkat kesalahan 1 persen.

Menurut Wahidah, ada tiga elemen yang perlu diperhatikan dalam masalah DPT ini. Antara lain, peran KPU, masyarakat dan partai peserta pemilu. Tapi, lanjut dia, KPU yang paling besar kemungkinannya dikenakan pasal ini. "Karena peran KPU sebagai penyelenggara pemilu," ujar dia.

Wahidah mengatakan bila KPU sengaja mengabaikan masukan dalam hal perbaikan DPT, maka bisa dijerat dengan pasal 260 Undang-undang Pemilu.

Adapun mengenai daftar pemilih ganda maka KPU bisa dikenakan pasal 261 Undang-undang pemilu. "Tidak hanya KPU, pantia yang menyusun daftar pemilih pada tingkat bawah juga bisa dikenakan pasal itu," kata dia.

Pun KPU, kata dia, tidak bisa begitu saja dipersalahkan. "Sejauh mana masyarakat sudah memanfaatkan laporannya," kata dia. Para calon legislatif pun tidak terlepas begitu saja. "Caleg itu harusnya mengecek ulang daftar para konstituennya yang memilih pada PPS," kata dia.

KPU, kata dia, sudah bekerja maksimal untuk mengatasi masalah kisruh DPT ini. "Sempat KPU mengeluarkan perpu agar orang bisa masuk dalam DPT," kata Wahidah. Menurut dia, ini adalah celah yang bisa dipergunakan masyarakat untuk melaporkannya. Tapi, lanjut dia, celah itu kemungkinan besar tidak digunakan masyarakat. "Karena sejauh mana KPU di daerah mengumumkan data yang mudah diakses masyarakat," kata dia.

Hal ini, kata dia, terkait dengan sosialisasi KPU itu sendiri. "Juga data awal dari Departemen Dalam Negeri," ujar Wahidah. Ia menjelaskan data awal tersebut sulit untuk dibuat menjadi Daftar Pemilih Tetap. "Tidak harus disediakan (data) dengan mudah memang, tapi setidaknya dipermudah," kata dia.

Generasi Muda Harus Cerdas Finansial Dalam Menabung dan Kelola Keuangan
Ilustrasi pergerakan saham

Saham Berdividen, Pilihan Terbaik untuk Investor Konservatif

Saham berdividen merupakan saham dari perusahaan yang secara rutin membayar dividen kepada para pemegang saham. Berikut ini penjelasan manfaat dan risiko saham berdividen

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024