Passionate SBY dan PNS

VIVAnews - Pesta demokrasi lima tahunan telah usai dilaksanakan. Hingga detik hari ini, Partai Demokrat (PD) berhasil keluar sebagai pemenang dan menjadi jawara setelah menumbangkan rival “lama”nya yakni PDIP dan Partai Golkar.

Jangan Asal Pilih Lensa Kontak, Bisa Sebabkan 5 Masalah Serius Ini

Banyak pihak menilai bahwa kemenangan dari Partai Demokrat tersebut, tak lain karena kesuksesan dan citra positif yang diberikan oleh Ketua Dewan Pembina, Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kemenangan tersebut juga tak lepas dari adanya serangkaian program pemerintah dalam hal pemenuhan kesejahteraan rakyat.

Salah satu program yang menarik simpatik adalah peningkatan gaji para Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terkait dengan kesejahteraan PNS itu, saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh Dino Patti Djalal, dalam catatan hariannya yang berjudul “Harus Bisa! Seni Memimpin ala SBY”.

Jasad Wanita Open BO yang Dibunuh Hanyut Dibuang di Kali Bekasi Hingga ke Pulau Pari

Buku ini sangat menarik karena ditulis secara langsung oleh orang dekat SBY. Di dalam buku ini kita bisa menemukan bagaimana gaya dan pengambilan keputusan seorang SBY dalam memimpin negeri ini. Yang menarik buat saya karena buku ini ditulis oleh seorang PNS bernama Dino Patti Djalal yang sudah 20 tahun meniti karir dijalur diplomat.

Bahkan buku itu pun didedikasikan kepada semua pegawai negeri di seluruh Indonesia dan generasi muda yang haus inspirasi dan mencari substansi. Tulisan ini tidak bermaksud mengkultuskan seorang SBY. Tulisan ini juga tidak bermaksud untuk menggiring pembaca semua dalam ranah politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) Juni 2009 nanti.

Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Butuh 6,7 Juta Ton Beras per Tahun

Tulisan ini lahir karena saya menilai bahwa sosok SBY ternyata sangat peduli dengan nasib para pegawai rendahan, terutama PNS yang masih memiliki kekurangan gaji setiap bulannya. Tahun ini, para PNS kembali kecipratan kenaikan gaji sebesar 15 persen. Kenaikan tersebut didasarkan para akumulasi dari perhitungan gaji pokok masing-masing pegawai negeri.

Adanya kenaikan gaji PNS tahun ini sebesar 15 persen, berarti pemerintah dibawah kepemimpinan SBY sudah menaikkan gaji sebanyak empat kali, masing-masing 2006 dan 2007 sebesar 15 persen dan 2008 sebesar 20 persen.

Banyak orang menilai bahwa adanya tambahan kenaikan gaji tersebut, terkait dengan perhelatan pemilihan presiden Juni mendatang. Saya juga awalnya berpandangan seperti itu. Tetapi setelah membaca salah satu isi dari buku yang ditulis Dino Patti Djalal, saya berpandangan bahwa kenaikan gaji PNS sudah direncanakan dan sudah masuk perhitungan SBY dan jajarannya dari awal pemerintahan.

Bahasan mengenai keinginan untuk menaikkan gaji PNS ditulis oleh Dino di halaman 104-105. Dalam suatu diskusi dengan para pembantunya menurut Dino, SBY pernah mengatakan bahwa apabila ada PNS yang terpaksa mengambil Rp 500 ribu karena keluarganya mengalami permasalahan berat, misalnya istri sakit dan harus beli obat, atau anaknya tidak mampu membeli buku disekolah, sebenarnya yang dilakukan PNS itu meskipun tetap salah, bukanlah cerita tentang korupsi, tetapi cerita tentang penghasilan yang jauh dari cukup.

Menurut SBY, hal ini sangat berbeda dari pejabat yang korupsi miliaran rupiah untuk hidup mewah. Kalau mereka melakukan hal itu kata SBY, maka negara ikut bertanggung jawab. Tugas pemerintah adalah membantu mereka. Dengan membantu mereka, berarti pemerintah memberantas kemiskinan rakyat.

Di awal tahun 2005 tulis Dino dalam buku itu, SBY memanggil Menteri Keuangan Jusuf Anwar. ”Pak Jusuf, saya sangat prihatin terhadap nasib pegawai negeri yang paling bawah. PNS golongan I dan II, prajurit TNI, guru-guru honorer dan pegawai golongan bawah lainnya. Saya tahu bahwa gaji pokok pegawai negeri golongan I/a itu hanya sebesar Rp 674 ribu. Dan sudah lama tidak ada kenaikan gaji. Saya sulit membayangkan bagaimana mereka bisa hidup dengan gaji serendah itu. Di satu pihak, kita menuntut yang terbaik dari mereka dan meminta mereka tidak korupsi. Di lain pihak, hidup mereka ‘Senin-Kemis’. Coba usahakan, saya ingin pegawai yang paling rendah mendapat gaji sekitar Rp 2 juta diakhir masa jabatan saja. Bisa tidak?.”

Itulah petikan bagaimana kegundahan seorang SBY terhadap gaji para PNS di negeri ini, saat mulai menjadi presiden bersama Wapres Jusuf Kalla. Bahkan karena kondisi keuangan tidak memungkinkan, SBY memerintahkan agar kenaikan gaji tersebut dilakukan secara bertahap dan dilakukan setiap tahunnya. Yang penting kenaikan gaji mereka lebih besar dari kenaikan inflasi harga-harga.

Tunjangan Kesejahteraan.

Namun adanya kenaikan gaji PNS jelas tidak memuaskan semua pihak. Terbukti beberapa waktu lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan koalisi pendidikan mengajukan eksaminasi terhadap putusan kenaikan anggaran pendidikan.

Menurut ICW, alokasi biaya rutin terutama pembayaran gaji guru akan membengkak. ICW menilai bahwa eksaminasi itu dimaksudkan sebagai wujud pengawasan publik terhadap putusan MK, yang memasukkan kenaikan gaji guru dalam anggaran 20 persen pendidikan.

Namun hingga tulisan ini dibuat, MK tetap berada diputusan akhirnya. MK justru berpandangan bahwa eksaminasi hanya memberi masukan kepada pemerintah selaku pengambil kebijakan, bukan untuk merubah keputusan MK yang telah diputuskan.

Saya juga mengamati bahwa sejak SBY menjadi orang nomor satu dinegeri ini, perhatiannya terhadap kesejahteraan PNS sebagai abdi negara itu sangat besar. PNS yang berstatus guru misalnya, selain mendapatkan kenaikan gaji setiap tahunnya, mereka juga mendapatkan tunjangan perbaikan kesejahteraan bagi mereka yang sudah lolos sertifikasi.

Selain sertififikasi, terdapat empat tunjangan lainnya yang diberikan kepada guru. Tidak tanggung-tanggung pemerintah mengalokasikan anggaran triliun setiap bulannya, hanya untuk membayar tunjangan sertifikasi yang sama dengan satu kali gaji pokok.

Bukan hanya kalangan guru, para dosen pun mendapatkan tunjangan kesejahteraan yang tentunya besarnya lebih banyak dari yang diterima oleh guru. Selain sertifikasi guru dan dosen, dipemerintahan SBY pun telah diprogramkan alokasi guru honorer yang masuk dalam data base pusat.

Mereka yang terjaring disini, setiap tahunnya mendapatkan kesempatan untuk langsung diangkat menjadi PNS. Di akhir 2009, semua tenaga honorer sudah berstatus PNS. Di pemerintahan SBY pun, penentuan kelulusan seleksi CPNS dilakukan secara murni yakni mulai 2004 lalu.

Andaikan tidak dilakukan dengan sistem murni tersebut, maka saya tidak bisa membayangkan bahwa banyak sarjana yang harus menganggur, karena tidak bisa merasakan status PNS dengan alasan bahwa tidak ada koneksi ditingkat pejabat.

Akhirnya, dengan adanya kenaikan gaji setiap tahunnya, maka yang harus dilakukan seorang PNS adalah bekerja secara proporsional dan professional sesuai dengan profesi masing-masing. Sebagai bawahan kita tentu harus patuh pada pimpinan, tetapi di satu sisi seorang pemimpin dimanapun berada harus bisa mengayomi bawahan dan tidak bertindak secara otoriter.

Kita hanya berharap agar para PNS diberikan hak dan pilihan secara aktif untuk menentukan siapa pemimpinnya, kendati dalam aturan bahwa PNS dilarang melakukan politik praktis. PNS berhak mencari tahu dan mengenal calon pemimpinnya secara mendalam, karena selama ini mereka sudah merasakan dampak dari pemberian kesejahteraan tersebut.

Dari argumen diatas dapat saya katakan bahwa, kesejahteraan rakyat di negeri ini tergantung dari nawaitu pemerintah yang berkuasa pada saat itu. Kalau tidak ada niat yang baik, saya yakin bahwa PNS tetap berada dalam kerangka menjadi ‘sapi perah’ dan hanya dimanfaatkan pada saat menjelang pemilu.

Andaikan SBY tidak berniat dari awal dan tidak memiliki passionate (semangat yang menggelora), maka kemungkinan PNS yang ada sekarang hanya berstatus abdi negara tetapi masih ‘ditelantarkan’ oleh negara.

Siapapun yang menjadi presiden nanti, apakah SBY, JK, Megawati Soekarno Putri, Prabowo, Wiranto atau calon lainnya, hendaknya memiliki kepedulian terhadap nasib dan kesejahteraan PNS di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya