Robert Skidelsky

Peringatan buat Kemunafikan

VIVAnews - Awal bulan ini, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menanggapi permintaan kepala jaksa penuntut untuk menerbitkan surat penangkapan bagi Omar el-Bashir, Presiden Sudan, dengan tuduhan sebagai penjahat perang dan kejahatan atas kemanusiaan. Bashir merespon surat itu dengan mengusir semua lembaga bantuan asing dari kamp pengungsi di Darfur.

Ini kali pertama pimpinan negara didakwa sebagai penjahat perang, sehingga menimbulkan reaksi terbelah di seluruh dunia antara yang memuji langkah itu sebagai lompatan besar bagi keadilan internasional dan mereka yang mengecam tindakan itu sebagai kolonialisme. Kedua pihak sayangnya mengubur diri dalam kabut  alasan intelektual dan moral.

Surat penangkapan itu bukan sebuah lompatan ke muka. Dari sudut pandang legal, tidak ada bedanya bagi tertuduh meski dia duduk sebagai kepala negara atau tidak.  Namun hal itu dalam tataran praktis dapat membuat perbedaan karena seorang penguasa dapat melakukan kehancuran masa depan bagi rakyatnya ketimbang bekas penguasa, dan hal itu memberinya insentif untuk membalas.  

Sebagai akibat kebijakan Bashir, sekitar 300.000 penduduk tewas dan 2,7 juta lainnya kehilangan tempat tinggal di Darfur. Pengusiran lembaga bantuan membuat lebih dari satu juta penduduk Darfur terancam penyakit dan mati kelaparan. Menurut statuta pendirian ICC, jaksa harus meyakinkan setiap tuduhannya mewakili kepentingan korban sebagai bagian dari keadilan. Namun, bagi pengacara seperti jaksa ICC, klaim abstrak akan keadilan lebih bersemangat ketimbang setiap tugas kongkret untuk melindungi. Dalam kasus ini, keadilan datang bersama panah beracun.

Terdorong keberanian karena surat penangkapan dan dukungan internasional, pemberontak Darfur, Gerakan Keadilan dan Kesetaraan, memutuskan keluar dari pembicaraan damai dengan pemerintah Sudan. Sementara, Bashir, dengan sedikit kekalahan, tidak diragukan lagi akan mengambil kesempatan ini untuk menyerang lawannya.

Konter argumen lain bahwa ancaman adalah indikasi pencegahan penguasa bertindak jahat. Namun hukum baru dapat mencegah hanya jika sanksinya benar-benar kredibel. Hukum tak bisa memaksakan pencegahan pada siapa pun. Faktanya, hal ini melemahkan rasa hormat pada hukum.

Lebih jauh, ketika rasa takut pada Hague mungkin membuat beberapa efek mencegah penguasa dari tindakan kejahatan melawan kemanusiaan, klaim bahwa surat penangkapan  Bashir akan mencegah pelanggaran hak asasi manusia adalah salah. Termasuk, rejim jahat yang sudah bercokol lama. Robert Mugabe, sebagai contoh, menolak meninggalkan kantornya –sehingga menimbulkan biaya besar bagi penduduk Zimbabwe— karena takut dibawa ke pengadilan.

Apapun itu daya tariknya adalah memberi para kriminal “tak ada tempat untuk sembunyi, apapun konsekuensinya.” Konsekuensi ini tak bisa diabaikan jika pelaku kejahatan adalah kepala negara.  Kebijakan tidak pernah berunding dengan teroris tidak bisa diterapkan ke level negara ketika ratusan ribu jiwa orang terancam.

Tuduhan kolonialisme, sementara itu, mencerminkan reaksi sederhana: kolonialisme sudah tidak ada lagi. Tuduhan bahwa hukum internasional hanya sekedar “hukum barat” juga merupakan tuduhan sampah. Hukum internasional merupakan kebangkitan kesadaran umat manusia.  Namun persepsi bahwa hukum diterapkan secara selektif memang benar.

Dalam pengadilan Nurenberg tahun 1946, yang menjadi dasar hukum internasional sekarang, tuduhan utama pada pimpinan Nazi adalah “merencanakan dan melancarkan perang secara agresif.” Pengecualian dalam perang hanyalah hak mempertahankan diri seperti tertuang dalam Piagam PBB.  Namun pembuat ICC menemukan pelancaran perang secara agresif – di mana Pengadilan Militer Internasional di Nurenberg menyebut “kejahatan inetnasional terbesar” –untuk menyatakan tuntutan itu di luar  juridiksi pengadilan. Jaminan ini menjadi perlindungan legal bagi pimpinan yang menggerakan invasi ke Irak.

Dakwaan  secara selektif juga dilayangkan berkenaan dengan surat penangkapan Bashir. Bashir dituduh menjadi penjahat perang dan melakukan tindakan melawan kemanusiaan.  Hal ini merupakan hal pertama didefinisikan dalam prinsip Nurenberg tahun 1950 termasuk juga pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran dan “tindakan-tindakan  lain melawan kemanusiaan.” Pada tahun 1998, tindakan ini lebih diklarifikasi dalam bentuk tindakan pemenjaraan, penyiksaan, perkosaan, pengisolasian dari kelompok,  penghilangan paksa, dan perbedaan warna kulit.

Maka tidak mengejutkan, bila, saat membaca berita koran Arab menyebut surat penangkapan Bashir “berbau busuk dan munafik.” Sebab, mana surat penangkapan buat Bush dan Cheney? Apakah penahanan Khalid Sheikh Mohammed tidak dihitung sebagai penyiksaan? Mengapa Vladimir Putin tidak dihadapkan ke pengadilan sebagai penjahat perang di Chechnya?

Jawabannya mudah: ketika kepentingan anggota  Dewan Keamanan PBB atau koneksinya terkena, juridiksi pengadilan akan berakhir.  ICC seperti sebuah jaring laba-laba: lalat kecil bisa terjerat, namun lebah dibiarkan lolos.

Sampai Amerika Serikat meratifikasi kesepakatan ICC, batas Pengadilan terlalu kecil dari langkah seorang politisi kangguru. Tanpa dukungan Amerika, tidak ada harapan bagi legitimasi, meski pun pekerjaan dilakukan secara efektif.

Dewan Keamanan memiliki kekuatan untuk menghalangi surat penangkapan Bashir hingga satu tahun ke depan.  Hal itu bisa terjadi seketika, dan sepertinya akan terjadi seperti itu. Idenya adalah pengantaran surat penangkapan itu akan dilakukan Dewan Keamanan ke Sudan. Gareth Evan, bekas Menteri Luar Negeri Australia, menyebut hal itu sebagai “sebuah alat dilpomatik yang kuat,” saat Washington Post menyebut  surat penangkapan itu dapat digunakan “sebagai sebuah pembangunan keseimbangan antara Bashir dengan sekutu China dan Arab.” Mereka percaya bahwa ancaman penahanan itu dapat digunakan mendepak Bashir.

Jika bukti ini benar, ICC dan para pendukungnya  memiliki kekacauan keadilan bersama diplomasi. Jika dunia dapat membagikan keadilan hanya sebagai biaya kelemahan dan untuk melancarkan kekuatan, ini merupakan tongkat buat alat tua pencegahan kejahatan: kekuatan dan negoisasi, dengan meninggalkan keadilan di luar sana.

Robert Skidelsky, anggota parlemen Inggris, profesor ekonomi politik di Warwick University, penulis biografi Jhon Maynard Keynes, dan anggota Ilmu Politik Moscow School. Hak cipta artikel ada pada www.projectsyndicate.org.

Terpopuler: Adu Laris Fortuner vs Pajero Sport, Shin Tae-yong Mudah Beli Palisade
Serial Secret Ingredient

Main Series Bareng Nicholas Saputra, Lee Sang Heon Jadi Bisa Masak Orek Tempe

Sebagai infomasi, Nicholas Saputra berperan sebagai Chef Arif yang berada dalam pusaran konflik antara Ha-Joon (Sang Heon Lee) dan Maya (Julia Barretto).

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024