Mengenang 20 Tahun Tragedi Tiananmen

VIVAnews - Dua puluh tahun telah berlalu sejak insiden pembantaian di Lapangan Tiananmen, yang terjani pada tanggal 3 hingga 4 Juni 1989 silam, namun Qi Zhiyong masih dapat mencium bau gas air mata yang ditembakkan militer.

Qi juga masih mengingat perih saat peluru menembus betis kirinya, membuat dia harus merelakan kakinya itu diamputasi.

Tragedi di Lapangan Tiananmen, Beijing, berawal dari kematian mantan pemimpin Partai Komunis, Hu Yaobang, pada 15 April 1989. Dua tahun sebelumnya, Hu digulingkan oleh kelompok garis keras dengan alasan tidak mampu mengatasi aksi unjuk rasa mahasiswa.

Gelombang protes massal dimulai dua hari setelah Hu wafat. Sekitar 700 mahasiswa berkumpul di Taman Tiananmen menuntut pemulihan nama baik Hu. Keesokan harinya, jumlah pemrotes berlipat ganda. Laman The Australian mengungkapkan bahwa jumlah pengunjuk rasa mencapai 200.000 mahasiswa pada hari pemakaman Hu, 22 April.

Unjuk rasa memanas pada akhir April akibat tajuk rencana harian People's Daily edisi 25 April 1989 yang menuding mahasiswa ingin menggulingkan Partai Komunis. Protes terus berlanjut hingga pertengahan Mei.

Sekitar 1 juta mahasiswa, buruh dan petani melakukan aksi mogok makan sehingga pemerintah China terpaksa mengubah jalur penyambutan presiden Uni Soviet, Mikhail S. Gorbachev, yang saat itu berkunjung ke Beijing.

Akhirnya, pada awal Juni 1989, pemerintah China kehilangan kesabaran. Mereka mengirim prajurit Tentara Pembebasan Rakyat menuju Tiananmen dan melakukan pembantaian ratusan, mungkin ribuan, pengunjuk rasa.

"Saya melihat orang-orang berlarian diterjang tank, darah mengalir di mana-mana," ujar Qi yang saat itu berusia 33 tahun.

Insiden itu mengubah Qi dari seorang kader setia Partai Komunis menjadi seorang aktivis yang menginginkan pemerintah China menjelaskan kejadian itu. Hingga saat ini, pemerintah China tidak pernah memberi keterangan resmi dan menabukan seluruh pembahasan mengenai insiden Tiananmen.

Pemerintah China hanya menyatakan penghentian unjuk rasa Tiananmen telah melapangkan jalan menuju kesuksesan ekonomi. "Partai Komunis menyatakan diri sebagai penyelamat masyarakat, mencintai rakyat dan menghargai hak asasi manusia, namun 20 tahun lalu mereka menembaki orang-orang dan belum mengakuinya," kata Qi.

Pemerintah membungkam mereka yang berani mengucapkan sepatah kata tentang kejadian Tiananmen. Zhang Shijun, mantan tentara yang terlibat dalam pembunuhan massal itu ditahan bulan lalu setelah diwawancara Associated Press, hingga kini statusnya tidak diketahui.

Qi sendiri telah berulang kali ditahan. Petugas keamanan selalu menguntitnya dan terus mengintai rumah di kawasan barat laut Beijing tempat Qi, istri, dan putrinya tinggal. Tahun lalu, saat China menggelar Olimpiade Beijing, Qi dan keluarganya dipaksa meninggalkan Beijing.

"Saya sudah mendapat peringatan menjelang peringatan 20 tahun protes Tiananmen, mereka (petugas) menyatakan tahun ini, cepat atau lambat, saya akan ditahan," kata dia. (AP)

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Sumail Abdullah

Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi

Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sumail Abdullah, dinilai menjadi salah satu nama yang berpotensi maju di Pilkada Kabupaten Banyuwangi dalam Pilkada serentak 2024

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024