Air Bersih pun Kini Terjangkau

Perumahan Seniga Asri Gang VI di Jalan Kertapura Denpasar adalah pemukiman yang sangat padat. Sepanjang hari, kawasan urban ini ramai dengan ratusan anak-anak dan warga yang menggunakan gang sebagai arena beraktivitas.

Letak satu rumah dengan lainnya sangat rapat, sebagian besar rumah tidak mempunyai cukup beranda sehingga pintu rumah hampir merapat dengan gang. Warga harus berbagi lahan dengan ketat. Demikian juga air.

“Kualitas air tanah sudah rendah, air rentan terkontaminasi bakteri dan bahan berbahaya,” ujar Andi Maryono, salah tokoh masyarakat setempat, Minggu lalu.

Yang terparah dialami I Gusti Ketut Merta. Air sumur bornya berwarna kuning keruh, bau, dan terasa seperti air berkarat. “Padahal, sumur ini dibor sampai kedalaman 45 meter,” ujar Andi, sambil menunjukkan seember air berwarna sangat keruh yang mengalir dari pipa air rumah Merta.

Merta tidak bisa mengkonsumsi air itu. Bahkan tak layak untuk digunakan mencuci baju atau mandi. Untuk air minum, Merta selalu membeli air minum isi ulang tanpa merek seharga Rp 3500 per galon atau 19 liter untuk rata-rata dua hari pemakaian. Sementara mandi atau mencuci harus sharing air sumur lain di tetangganya.

Kemudian pada pertengahan 2008, Balifokus Foundation memperkenalkan Bio-sand Filter (BSF) sebagai household water treatment pada komunitas warga di Seniga VI yang sebelumnya sukses mengimplementasikan instalasi pengolahan limbah cair ini.

Dibuatlah 17 tangki pengolahan air sebagai proyek percontohan. Setelah beberapa kali diskusi dengan warga, disetujui untuk mencoba BSF. Pembuatannya sangat sederhana, dengan material utama tangki beton berukuran tinggi 1 meter dan diameter 30 sentimeter.

Sistem pengolahan air secara natural dengan sejumlah lapisan material di dalam tangki. Lapisan paling bawah adalah gravel. Kedua lapisan coarse sand, dan ketiga adalah fine sand, hasil empat kali ayakan pasir bahan bangunan.

Terakhir, ditutup dengan diffuser plate yang berfungsi menahan pasir ketika dituangkan air di atasnya.

Merta sendiri mengolah sekitar 20 liter air sumurnya yang keruh dan berbau itu setiap hari. Air keruh dituangkan ke dalam tangki BSF, lalu otomatis tersaring secara alami. Air hasil saringan langsung tertampung di ember bersih. Otomatis airnya berwarna jernih dan tak berbau lagi.

“Ukuran dan struktur lapisan material tangki tidak bisa diubah, karena ada rumus bakunya,” kata Andi Maryono.

Rumusan inilah yang menciptakan biological zone atau layer mikroorganisme di tangki yang dapat membunuh bakteri e-coli, protozoa dan racun organik lainnya dalam air kotor.

BSF ini bekerja seperti saringan pasir lambat, yang telah digunakan ratusan tahun. BSF memodifikasi saringan pasir lambat tradisional yang bisa digunakan dalam skala rumah tangga. Studi Balifokus menunjukkan BSF dapat menghilangkan lebih dari 95 persen coliform dan e-coli, 100 persen protozoa dan helminthes, dan 50-90 persen racun organik.

Karena ukuran dan kerangka beton tangki yang tidak bisa diubah inilah, salah satu penghambat kepopuleran tangki BSF ini. “Tangki ini dinilai kalah bagus dari galon air sehingga warga merasa kurang nyaman mengkonsumsi air yang telah diolah,” ujar Andi.

“Mungkin tangki harus dimodifikasi bentuk fisiknya. Misalnya dicat dan didesain lebih menarik lagi,” tambahnya. Sekarang ini tangki dicat biru tua tanpa aksesoris tambahan.

Sebagian besar dari 17 kepala keluarga yang menggunakan tangki BSF di rumahnya selama setahun ini masih membeli air galon untuk keperluan minum.

Misalnya Subilan, 35 tahun, salah satu pengguna BSF. Sampai kini, ia merasa belum terbiasa menggunakan air olahan BSF untuk dikonsumsi. “Saya gunakan air olahan BSF hanya untuk memasak,” kata pria yang membuka warung di rumahnya ini.

Subilan membeli air galon untuk air langsung minum. “Penjual air galon sangat banyak dan sangat mudah mendapatkan air isi ulang. Mungkin nanti kalau air galon sudah sangat mahal seperti minyak tanah, baru pakai air olahan sendiri,” ujarnya tersenyum.

Padahal ia mengakui hasil air olahan sendiri kualitasnya lebih terjamin. “Saya belum terbiasa saja,” katanya.

Data Balifokus menunjukkan sekitar 60 persen penduduk miskin di Denpasar membeli air untuk kepentingan minum dan masak dari penjual. Mereka mengeluarkan Rp 50.000 – 120.000 per bulan per keluarga.

Merujuk hasil Indonesia’s 2004 socio-economic survey (SUSENAS), hanya sekitar 47 persen penduduk mempunyai akses terhadap air dari sumber yang relatif aman. Ini termasuk 42 persen penduduk perkotaan dan 51 persen pedesaan.

Dengan angka ini, diperkirakan pada tahun 2015 hanya sekitar 56 persen penduduk pedesaan yang menikmati akses terhadap air, sementara target Millenium Development Goals (MDG’s) Indonesia sebesar 73 persen.

Andi menilai perilaku masyarakat yang lebih mementingkan gaya hidup membeli air galon sulit diubah. “Padahal air isi ulang belum tentu layak minum. Di kawasan dalam perumahan ini saja ada sepuluh usaha air galon. Ini menunjukkan betapa warga telah terjerat dengan bisnis air, yang menjadi kebutuhan utama,” ujar Andi.

Ia mengharapkan pemerintah bisa mengadaptasi sistem pengolahan air rumah tangga ini secara massal. Menurutnya tangki BSF cocok dipakai di sekolah, kantor pemerintahan, dan lokasi lain yang konsumsi air minumnya sangat tinggi.

Andi dan Subilan yakin air suatu saat nnati jadi komoditi bisnis penting dan tinggi nilainya jika warga tidak berdaya melakukan pengolahan air sendiri. Suatu saat air bahkan tak berbeda nasibnya dengan minyak bumi. [b]

Lika Liku Kehidupan Soesalit Djojoadhiningrat, Pasca Ibunda RA Kartini Meninggal Dunia

logo balebengong

Edy Rahmayadi.(B.S.Putra/VIVA)

Pilgub Sumut 2024, Edy Rahmayadi Ambil Formulir Pendaftaran ke PDI Perjuangan

Gubernur Sumut periode 2018-2023, Edy Rahmayadi diwakili tim pemenangan mengambil formulir pendaftaran sebagai bakal calon Gubernur Sumut 2024, di Kantor DPD PDIP Sumut.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024