VIVAnews - Rancangan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menghapus ancaman hukuman minimal. "Ini akan mengurangi rasa keadilan masyarakat," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Ilian Deta Artasari di Jakarta, Minggu 26 April 2009.
Menurut dia, penghapusan ancaman minimal itu akan menghilangkan nilai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) dari korupsi itu sendiri. Sementara Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa korupsi masuk sebagai tindak pidana kejahatan luar biasa.
Ia juga menyebutkan hasil konvesi internasional United Nation Convention Against Corruption memasukkan korupsi dalam kategori kejahatan luar biasa.
Dalam Rancangan Undang-undang pasal-pasal mengenai penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik, penyelewengan dana APBD, gratifikasi, pemerasan, penghalangan penyitaan dan pejabat publik yang tidak melaporkan laporan harta kekayaannya tidak diancam hukuman pidana minimal.
Padahal, kata Ilian, dalam undang-undang no 31 tahun 1999, perbuatan tersebut memiliki ancaman pidana minimal.
Adapun terhadap tindak pidana hukuman lainnya, rancangan itu juga mencantumkan hukuman pidana yang lebih kecil dibandingkan undang-undang sebelumnya.
Pasal 2, misalnya, RUU mengancam pejabat publik yang menerima suap atas nama jabatannya diancam hukuman pidana maksimal selama 7 tahun penjara. Adapun ancaman hukuman pidana maksimal pada undang-undang 31 tahun 1999 selama 20 tahun penjara.