Jeritan Korban Bom Bali

Trauma Daging, Lampu Kilat, dan Korek Api

VIVAnews – Sabtu malam, 12 Oktober 2002. Situasi di Jalan Legian, Kuta padat. Dentuman musik saling bersautan dari deretan tempat hiburan yang bersaing menarik pengunjung. 

Situasi Paddy's Pub pun ramai, beberapa bartender mengulak-alik gelas untuk meracik minuman. Disc Jokey (DJ) mengatur musik membuat pengunjung senang dan terus berjoget.

"Pokoknya semuanya senang saat itu," kenang bartender Paddy's Pub, Nyoman Sunada, saat ditemui VIVAnews, di rumahnya, di Bali, Minggu 2 November 2008.

Pukul 23.00 WIT, tiba-tiba Sunada tak ingat persis, dia mendengar suara ledakan hanya satu kali. Sementara beberapa temannya banyak yang mendengar dua kali. "Saya baru yakin kalau saat itu saya telah diselamatkan Tuhan dengan terpental ke belakang," imbuhnya.

"Seperti ada kekuatan dahsyat yang mendorong saya ke belakang," terangnya, yang sama sekali tak mengalami luka sedikitpun. Hanya bahu kanan yang terasa sakit sampai saat ini akibat benturan, serta gangguan pendengaran akibat suara ledakan keras.

Dia melihat seluruh barang yang ada di atas counter bartender hancur berantakan. Hanya meja yang terbuat dari beton sehingga tetap utuh, padahal jarak ledakan dengan tempatnya berdiri sekitar 5-6 meter saja. 

Selamat dari ledakan, dia melihat tembok yang ada di belakangnya telah hancur berantakan. Sebenarnya saat itu dia berkesempatan untuk lari, dengan melihat jalan keluar. Tapi karena panik, tidak dia dilakukan.

Sunada justru sibuk mencari semua rekan-rekannya yang diketahui semua selamat, meskipun beberapa orang mengalami luka bakar di tubuh, kaki, dan tangannya. Dia bersama teman-temannya memutuskan untuk melakukan pertolongan dengan membantu proses evakuasi dengan peralatan seadanya. 

Saat dia keluar, ada bau korek menyengat masuk ke kerongkongan hingga terasa sangat kehausan. Rintihan orang minta tolong dan kondisi gelap, Sunada sempat kebingungan apa yang harus dia lakukan.

Akhirnya, dengan papan reklame dipakai untuk mengangkat korban, lalu diungsikan ke Hotel Dewi Sri. Dia juga masih membantu memungut serpihan daging manusia untuk dimasukkan dalam kantong mayat.

Setelah proses evakuasi usai, Sunada justru merasakan trauma dengan makan daging dan melihat orang menyalakan korek. Tak sampai di situ, pernah suatu ketika ada pengunjung wisatawan asing menyalakan kamera dengan lampu kilat (blitz).

Meskipun telah dipastikan kalau yang berkelip adalah lampu kamera, Sunada masih kurang sreg dan meminta dengan hormat supaya keluar dari ruangan. "Saya terus terang saja meminta dia keluar. Setelah dijelaskan, dia cukup mengerti dengan kondisi saja dan besoknya dia datang lagi, semua baik-baik saja sama sekali tak tersinggung," paparnya.

Soal eksekusi Amrozi cs, Sunada belum bisa 100 persen percaya begitu saja. Meskipun dikabarkan pelaku telah masuk ruang isolasi yang mengisyaratkan bahwa waktu eksekusi semakin dekat.

"Bukan kali ini saja janji pemerintah untuk menembak mati bom Bali. Sudah dari beberapa tahun lalu," ungkap Sunada. Toh, sampai saat ini trio bom Bali masih dengan bebas berbicara di media dengan menganggap dirinya tak bersalah.

Sunada tak yakin kalau aksi yang Amrozi dan kawan-kawan lakukan adalah perintah agama. Dan dirinya juga tidak percaya jika pemerintah mengeksekusi terpidana kasus Bom Bali I. "Saya baru percaya kalau media menayangkan proses eksekusi atau wajah tiga mayat pelaku Bom Bali I, Amrosi, Muklas alias Ali Gufron, dan Imam Samudra ditampilkan di televisi. Artinya pemerintah memang tak main-main dan benar melaksanakan janjinya," tegasnya.

Kalau saja mereka mau mengakui kesalahan, imbuh Sunada, sebagai warga yang beragama pasti dia akan memaafkan. Tapi tetap eksekusi dijalankan demi keadilan dan kepercayaan negara luar tentang proses hukum di Indonesia.

Ketiga terpidana ini terlibat dalam peledakan bom pada Sabtu malam, 12 Oktober 2002, di Paddy's Cafe dan Sari Club, Kuta, Bali. Pengeboman yang mengorbankan 202 orang dan mencederai 329 yang lain ini, disebut sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.


Laporan: Wima Saraswati/Bali

Mengenal Tradisi Hantaran di Indonesia, Simbol Rasa Syukur dan Kasih Sayang
Taspen.

Cara Taspen Perkuat Srikandi Jadi Penggerak Finansial

PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) menegaskan komitemnnya terus mengoptimalkan peran Srikandi jadi penggerak finansial.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024