Fakta yang Menjerat Aulia Pohan

VIVAnews -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memeriksa Bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan, sebagai tersangka mulai 3 November 2008.

Prabowo: Saya Akan Bekerja untuk Seluruh Rakyat Indonesia, Termasuk yang Tidak Pilih Saya

Besan Presiden Susilo Yudhoyono ini diduga tersangkut kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (lembaga di bawah naungan BI) Rp 100 miliar.

Uang sebesar itu digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum sejumlah pejabat BI yang terbelit perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Rp 68,5 miliar. Sisanya diguyur ke sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004.

Kemudian Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution membawa kasus ini ke KPK pada November 2006. Baru setahun kemudian KPK mengusutnya.

Mula-mula yang menjadi tersangka adalah anggota DPR Hamka Yandhu dan bekas anggota dewan Antony Zeidra Abidin yang telah menjadi Wakil Gubernur Jambi.

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Zulhas: Pengusaha Curang Membunuh Usahanya Sendiri

Kemudian menyusul petinggi BI, Burhanuddin, Oey Hoey Tiong (Direktur Hukum BI) dan Kepala BI Surabaya Rusli Simanjuntak. Semuanya dijebloskan dalam tahanan. Kasus ini semakin jelas arahnya setelah Burhanuddin dinyatakan bersalah.

Namun, Burhanuddin pernah bilang bahwa kucuran dana itu sesungguhnya keputusan kolegial. Artinya ada sejumlah petinggi BI yang ikut memutuskan kucuran dana ini.

Di antaranya Anwar Nasution, yang waktu itu adalah Deputi Gubernur BI. Selain itu ada nama besar sekelas Aulia Pohan. Tiga lainnya adalah Aslim Tadjuddin, Maman H Soemantri dan Bun Bunan Hutapea.

Itulah sebabnya, ketika Burhanuddin divonis bersalah maka yang lainnya terseret. Maka itu, KPK menetapkan Aulia jadi tersangka, termasuk Aslim,  Maman, dan Bun Bunan.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB Kutuk Serangan Terbaru Israel ke Gaza

"Penetapan ini didasarkan atas hasil penyidikan dan fakta-fakta di persidangan," kata Antasari Azhar, Ketua KPK, kepada wartawan pada Rabu 29 Oktober 2008.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch menyatakan Aulia Pohan layak tersangka dalam kasus ini. ICW menguraikan 18 alat bukti peran Aulia dalam skandal aliran dana Rp100 miliar itu.

Di antaranya adalah keputusan Rapat Dewan Gubernur pada 3 Juni 2003 dan 22 Juli 2003, yang dihadiri Aulia. Rapat 22 Juli 2003 memutuskan pembentukan Panitia Pengembangan Sosial Kemasyarakatan yang diketuai Aulia Pohan. Panitia ini bertugas mengelola dana Rp100 miliar yang dipinjam dari YPPI.

Selain itu, menurut ICW, ada alat bukti lain berupa sejumlah catatan kepada Aulia tentang permohonan pencairan dana BI dan YPPI untuk berbagai kepentingan. ICW juga merekam keterangan saksi di pengadilan yang menyatakan Aulia mengetahui aliran dana BI. Lembaga anti korupsi itu juga menyebut Aulia layak jadi tersangka.

Reaksi presiden pada kasus yang melibatkan keluarganya itu, sebenarnya sudah terlihat sejak kasus ini bergulir di pengadilan. Dia ingin kasus ini diselesaikan secara hukum.

Bahkan, setelah Aulia --ayah Annisa Pohan, menantu presiden-- ditetapkan sebagai tersangka pun Yudhoyono tetap pada sikapnya, bahwa penyelesaiannya adalah jalur hukum.

Bahwa secara pribadi, Yudhoyono bersedih dalam kasus ini itu dibenarkannya. "Secara terus terang dan jujur, saya sedih," katanya kepada wartawan Rabu 29 Oktober 2008.

"Saya tidak boleh mengintervensi, saya tidak boleh mencampuri. Salah atau tidak salah, seberapa besar kesalahan pak Aulia Pohan nanti, kesalahan pribadi atau kesalahan kolektif, marilah kita serahkan sepenuhnya pada proses penegakan hukum," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya