Eksekusi Amrozi cs.

Walau Pelaku Dieksekusi, Trauma Tak Terobati

VIVAnews - Eksekusi tiga pelaku bom Bali, Imam Samudera, Mukhlas, dan Amrozi, mengundang berbagai komentar dari keluarga korban. Ada yang senang dengan eksekusi yang sempat tertunda hingga sekitar lima tahun, tapi ada juga keluarga korban yang justru keberatan.

Hartono Bersaudara, Pemilik Klub Sepak Bola Italia Terkaya

Salah satu keluarga korban adalah Maria Kotronakis yang tinggal di Sydney, Australia. "Kami sangat senang... Kami telah menunggu-nunggu begitu lama untuk eksekusi ini," ujar wanita yang kehilangan dua orang saudara kandungnya, pada persitiwa itu.

Selama ini Kotronakis mengaku marah kepada tiga pelaku pemboman yang aksinya menewaskan 202 orang itu. Pasalnya, ketiga teroris tersebut tak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatan mereka.

Catherine Wilson Ngaku Malu, Mobil Pemberian Idham Masse Ditarik Pihak Leasing

"Namun, dengan eksekusi, keadilan telah ditegakkan. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa tidak ada aksi terorisme yang akan dibiarkan," ujar Kotronakis.

Seperti halnya Kotronakis, Sue Cooper juga kehilangan kakak tertuanya yang bernama Paul Hussey. "Seharusnya mereka dieksekusi tak lama setelah mereka ditangkap. Saya sangat muak dengan orang yang tak ingin mengeksekusi mereka karena khawatir mereka akan dianggap sebagai seorang martir," ujarnya.

Pengakuan Jujur Shin Tae-yong Usai Ernado Ari Gagalkan Penalti Australia

Namun lain lagi pendapat Susanna Miller, yang kehilangan kakak kandungnya bernama Dan. Menurut Susannna yang tinggal di London Inggris, trio pelaku bom Bali itu cukup dihukum seumur hidup, karena mereka adalah pelaku di tingkat bawah.

"Hukuman mati adalah hukuman di abad 18. Kakak saya (yang menjadi korban) adalah seorang pengacara, dan pasti tak setuju bila pelaku pemboman itu dihukum mati," ujar arsitek berusia 40 tahun itu.

Setuju dengan Susanna, Maggie Stephen, yang anak kandungnya Neil Bowler turut tewas menjadi korban. "Dengan mengeksekusi mati mereka, berarti kita juga sedang melakukan perbuatan yang tak berbeda dengan mereka," ujar Maggie.

Di lain pihak, eksekusi ini justru membawa Peter Hughes, korban selamat pada peristiwa itu, kembali terlempar ke saat kejadian yang baginya sangat mengerikan.

Lebih dari separuh tubuhnya terbakar, luka-luka menganga di sekujur badannya, dan ia butuh sekitar dua tahun untuk pulih dari sakit yang ditimbulkan.

Tak hanya luka fisik, kata Peter, dirinya juga harus bertahan dari trauma yang mengerikan. "Luka di luar bagi saya tak terlalu berat. Tapi Anda harus menghadapi luka secara mental. Menurut saya ini yang terburuk."

Kata Peter, tiga pelaku bom yang baru dieksekusi, mungkin tak akan pusing lagi setelah menemui ajal di ujung peluru.  "Sedangkan saya harus menanggung ingatan ini setiap hari. Saya harus terbangun setiap pagi, dan mengalami penderitaan yang sama," ujarnya.

sumber: news.com.au, cnn.com, timesonline.co.uk

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya