Korban Amrozi Cs

Lega, Meski Tak Akan Kembalikan Korban Tewas

VIVAnews - Enam tahun setelah bom Bali, warga Australia yang masih berduka atas kehilangan teman dan anggota keluarga yang menjadi korban, saat ini mengekspresikan perasaan yang campur aduk antara senang, dan takut atas eksekusi ketiga pelaku bom.

Kondisi Terkini Chandrika Chika di Tahanan, Usai Jadi Tersangka Kasus Narkoba

Ada airmata kelegaan dari Maria Kotronakis asal Sydney setelah dia mengetahui para pelaku yang telah merenggut nyawa kedua saudara perempuan dan dua sepupunya, telah dihukum mati.

“Kami sangat bahagia, dan kami telah menantikan ini sekian lama, ini adalah keadilan bagi kami, “kata Kotronakis kepada CNN, seperti dikutip news.com.au Minggu 9 November 2008.

Ada Kesan Anies Baswedan Mulai Ditinggalkan Partai Pendukungnya, Menurut Pengamat

Dia tak merasakan apapun tentang Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra. Dia menilai ketiganya telah kehilangan hak apapun sebagai manusia, ketika mereka meledakkan Paddy’s Café dan Sari Club di Legian Kuta 12 Oktober 2002 dan menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.

“Kami kehilangan empat perempuan cantik yang tak melakukan kesalahan apapun, “kata Kotronakis. “Mereka tak melakukan kesalahan apapun sehingga harus dieksekusi mati dengan cara seperti itu,” katanya lagi.

Bukan dari Palestina, Merry Asisten Raffi Ahmad Ungkap Asal-usul Bayi Lily di Keluarga Andara

Keluarga korban lain, Erik de Haart, anggota tim sepakbola Sydney Coogee Dolphins, yang kehilangan enam anggota tim dalam peristiwa bom Bali, mengatakan dia awalnya tak percaya ketika mendengar kabar eksekusi ketiga pelaku.

 “Saya perlu waktu untuk mempercayai kabar itu. Sudah sangat lama sehingga saya tak mengharapkannya lagi, karena saya pikir mereka berhasil menemukan alasan lain untuk tidak dieksekusi,” kata Haart kepada Sky News, yang dikutip news.com.au.

“Sekarang kami bisa tutup buku dan melanjutkan hidup,” katanya.

Rasa  kehilangan Hart akan rekan-rekannya, Shane Foley, Josh Iliffe, Adam Howard, Clint Thompson, David Mayroudis, dan Gerard Yeo, tak akan pernah berakhir.“Mereka tak akan pernah kembali, yang tertinggal hanyalah kenangan mengenai mereka di pikiran kami,” kata Haart.

Saudara laki-laki Clint Thompson, Trent, yang menjadi wakil direktur klub yang meledak, mengatakan tak ada kebahagiaan soal eksekusi ini, hanya kelegaan.

“Eksekusi ini tak akan mengembalikan siapapun yang telah tewas, “kata Trent.Tapi Trent mengatakan para pelaku setidaknya sekarang berada di tempat yang lebih baik bagi hak semua orang yang telah menjadi korban.

Thompson mengatakan anggota Sydney Dolphin akan berkumpul di Beach Palace Hotel di Coogee hari ini untuk memperingati rekan-rekan mereka yang menjadi korban.

Peter Hughes, seorang korban selamat asal Perth, mengatakan ketiga pelaku telah membayar harga termahal atas pembunuhan massal yang mereka lakukan, tapi eksekusi ini tak membawa kebahagiaan baginya.

“Tak terasa menyenangkan untuk saya, tapi mereka sudah melakukan kejahatan dan mereka telah membayarnya, “kata Hughes.

Hughes yang mengalami luka bakar lebih dari 50 persen di tubuhnya, akibat ledakan di Paddy’s Bar mengatakan perlu dua tahun baginya untuk sembuh, tapi luka mentalnya akan terus bersamanya.

“Saya hanya beberapa meter dari posisi pelaku bom bunuh diri ketika bom itu meledak. Pada titik itu saya berjuang untuk keluar dari klub itu, dan ketika saya sedang berjalan keluar, bom meledak di Sari Club,”katanya.

“Sangat mengerikan melihat manusia-manusia yang terkapar dan berdarah, semuanya mati terbakar. Terlalu dekat, terlalu berkesan di kenangan, masih segar di ingatan,” katanya.

“Ini berdampak secara mental, dan saya kira luka paling parah dari semuanya adalah kami masih harus hidup dengan luka ini setiap hari. Untuk para pelaku ini telah berakhir, tapi kami masih harus bangun tiap pagi dan menghadapi hal yang sama,” kata Hughes.

Mantan hakim Adelaide Brian Deegan, yang kehilangan anak laki-lakinya Josh masih kukuh menentang hukuman mati, mengatakan dia merasa sangat khawatir dengan tindakan pembalasan dendam atas eksekusi ini.

“Saya merasa khawatir apa yang akan terjadi sebagai akibat dari eksekusi ini, “ kata Deegan.

“Saya sangat prihatin dengan ini. Tak kurang jumlah orang di seluruh dunia ini yang bersedia untuk melakukan bom bunuh diri demi mencapai tujuan mereka,” kata Deegan lagi.

Deegan mengatakan dia akan terus merasakan kehilangan anak laki-lakinya. “Meski air mata sudah tak menetes sesering dulu lagi, letusan peluru yang mengeksekusi mereka telah sedikit meredakannya, tapi rasa kehilangan itu masih ada,” kata Deegan lagi.

Georgia Lysaght (27) asal Wollongong di New South wales, yang kehilangan saudara lelakinya Scott Lysaght mengatakan keluarganya tak akan pernah membalas dendam karena tak ada yang bisa mengembalikan saudaranya hidup kembali.

“Eksekusi yang barusan terjadi tak akan mengembalikan Scott, tak akan merubah apa yang sudah terjadi, dan ini tak membuat semuanya akan ditutup, ini tak membuat saya merasakan keadilan. Eksekusi ini tak akan membuat saya kembali melihat Scott,” katanya lagi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya