Kasus Bensin Tanpa Timbal

Kejaksaan Periksa Manajer Pertamina

VIVAnews - Kasus impor bahan baku untuk membuat bensin tanpa timbal atau dikenal HOMC (high octane mogas component) Pertamina tampaknya belum ada perkembangan lebih lanjut.

"Kami masih sibuk dengan penyelenggaraan Hari Antikorupsi Dunia yang jatuh pada 9 Desember 2008," kata Marwan Effendi, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kamis 4 Desember 2008.

Marwan mengatakan, kasus itu masih dalam penyelidikan. Marwan mengakui bahwa penyidik Kejaksaan Agung beberapa kali memanggil beberapa manajer Pertamina. “Oh iya, itu paling soal itu saja. (Mereka) masih dimintai keterangan,” katanya. “Masih sebagai saksi." Mereka diperiksa secara terpisah.

Proyek HOMC ini diduga merugikan Pertamina karena harus mengimpor HOMC dengan harga mahal. Akibatnya terjadi penurunan net margin pengolahan Pertamina dari US$ 3,08 per barel crude (pada 2005) menjadi US$ 0,16 per barel crude (prognosa Desember 2006) atau kerugian sekitar US$ 2,92 per barel crude.

Angka tersebut jika dikalikan dengan pengolahan crude pada 2006 sebesar 340.262.733 barel crude, maka kerugian yang diderita Pertamina sekitar US$ 993,6 juta atau sekitar Rp 9,2 triliun.

Menurut data yang diperoleh VIVAnews, impor yang sama juga terjadi pada 2005. Impor HOMC melonjak dari 6 juta barel menjadi 10 juta barel. Dengan harga rata-rata US$ 61,1 per barel pada 2005,  maka Pertamina pada tahun itu merugi US$ 308 juta. “Jika ditambah dengan kerugian 2006 maka totalnya menjadi US$ 1,302 miliar atau setara Rp 12,1 triliun,” ujar sumber VIVAnews beberapa waktu lalu.

Duit itu bisa digunakan untuk membangun 6 kilang yang memproduksi bensin tanpa timbal. “Sebab biaya pembuatan satu kilang US$ 230 juta. Jika ini yang dilakukan maka Pertamina tak perlu mengimpor HOMC lagi," kata seorang karyawan Pertamina.

Kasus ini bermula saat pemerintah pada 1999 berniat mengurangi penggunaan timbal (tetra ethyl lead/TEL) dalam memproduksi bensin bersubsidi. Namun, proses pembuatan bensin non-timbal berbiaya tinggi, karena Pertamina harus mengganti timbal dengan HOMC yang harganya jauh lebih mahal.

Hal inilah yang membuat Menteri Keuangan Boediono (sekarang Gubernur Bank Indonesia) pada 2003 tidak bersedia menandatangani Surat Kesepakatan Bersama (SKB) dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Surat ini, isinya mewajibkan bensin yang diproduksi Pertamina tidak mengandung timbal.

Pada Januari 2005 Direktur Jenderal Migas Departemen Energi Iin Arifin Takyan dalam suratnya kepada Direktur Utama Pertamina pada prinsipnya juga menegaskan penyediaan bensin tanpa timbal hanya bisa dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.

Satu bulan kemudian, direksi Pertamina menyurati Menteri Negara BUMN meminta persetujuan proyek bensin tanpa timbal. Namun, hingga Juni 2005—ketika Pertamina mulai mengganti timbal dengan HOMC dalam proses produksi bensin bersubsidi di kilang Cilacap-- Departemen Keuangan dan kementerian BUMN belum memberikan persetujuan tertulis.

Pelaku Ditangkap, Begini Modus Sopir Taksi Online Todong Penumpang Rp 100 Juta
Penyelundupan Pil Koplo di Lapas Yogyakarta (dok istimewa)

Pengunjung Coba Kelabui Petugas Lapas Yogyakarta Simpan Pil Koplo di Betis, Malah Ketahuan

Petugas Lapas Kelas IIA Yogyakarta menggagalkan dua kali penyelundupan pil koplo dari pengunjung kepada warga binaan, salah satunya bermodus menyembunyikan pil di betis.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024