Laksamana Sukardi

Setelah Disemprot Taufiq Kiemas

VIVAnews - Sebuah plang nama bertuliskan 'Partai Demokrasi Pembaruan' berdiri di halaman rumah di sudut Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. Rumah ini hanya 300 meter dari kawasan Blok M dan Bulungan, berseberangan dengan Masjid Agung Al Azhar dan sepelemparan batu dari Markas Besar Kepolisian Indonesia.

Seorang penjaga keamanan yang berkulit legam duduk santai di teras rumah namun dengan galak menanyai setiap tamu yang berdatangan. "Ada keperluan apa, Mas?" tanya sang penjaga. Setelah menjelaskan maksud kedatangan VIVAnews, dia pun lalu menyilakan masuk. Di dalam rumah, lagi-lagi ada penjaga. Matanya melotot ke arah televisi layar datar, menonton tayangan infotainment: artis Sheila Marcia yang tersangkut penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan segera disidangkan. Saking asyiknya, kedua penjaga yang brewok itu tak menyadari ada tamu datang.

Ruang tengah rumah ini cukup luas. Meja dan kursi ditata rapi cukup untuk rapat lebih 30 orang. Poster besar warna merah dengan gambar banteng grafis dan angka 16 terpampang di dinding. Poster-poster besar lain tentang kegiatan-kegiatan PDP yang melibatkan massa yang banyak juga dipajang di sekeliling dinding. Ada tangga menuju lantai dua di sebelah kanan ruang pertemuan ini. Di sebelah kiri, ada tiga pintu, dan pintu ruangan kerja Koordinator Pimpinan Kolektif Nasional PDP, Laksamana Sukardi, berada di paling ujung.

Itulah suasana kantor Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) pada sebuah hari di pertengahan Oktober 2008. PDP adalah partai yang didirikan sejumlah 'eksil' dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Adalah Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, almarhum Sophan Sophiaan, Didi Supriyanto, TE Budi Susilo, Novianto Nasution, Sukowalujo Mintorahardjo, Arifin Panigoro, dan beberapa nama top lainnya yang berbaris mendeklarasikan partai berlambang banteng grafis ini.

Laksamana sehari-hari berkantor di sini. Saat VIVAnews datang, Laksamana tampak sedang menerima delapan pendeta dari Papua di ruang kerjanya. Setelah dengar pendapat sekitar 20 menit, para pendeta itu mendoakan Laksamana, memberkati supaya Laksamana sukses dalam Pemilu 2009 nanti. Setelah selesai, barulah Laksamana menemui Arry Anggadha, M Adam dan Tri Saputro (fotografer) dari VIVAnews.



Laksamana Sukardi yang dilahirkan di Jakarta,1 Oktober 1956, merupakan putra dari Gandi Samudra, seorang wartawan Antara. Saat sekolah menengah, ibu Laks telah meninggal dunia. Lulus sekolah menengah atas, Laksamana yang terhitung masih keturunan Pangeran Diponogero ini berkuliah di jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ada Sosok Mencurigakan saat Pertandingan Persik Vs Bhayangkara FC

Lulus dari ITB pada tahun 1979, Laksamana kesulitan mencari pekerjaan di bidang teknik sipil sehingga sebuah kesempatan pelatihan dari Citibank dengan cepat disambarnya. Tahun 1981, Laks terhitung sebagai bankir muda di bank multinasional itu.

Pada usia 29 tahun, Laks melejit menjadi Vice President Bidang Operasional Citibank. Akhir 1987, Laks mundur dari Citibank, ditawari Mochtar Riyadi, waktu itu pemilik Bank Umum Asia, untuk membidani lahirnya Bank Lippo. Laksamana kemudian menjadi Managing Director Bank Lippo, sampai kemudian membuat bank baru ini listing di pasar modal. Tahun 1993, Laksamana dianugerahi majalah SWA sebagai Banker of the Year. Namun tak lama, Laks mundur dari Lippo dan kemudian mendirikan lembaga konsultan ekonomi.

Rupanya gairah politik cucu pahlawan perintis kemerdekaan Didi Sukardi ini sangat tinggi sehingga membuatnya memutuskan meninggalkan dunia bisnis. Sejak 1992, Laks telah duduk di Senayan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Tahun 1993, suami dari Rethy Aleksanadra Wulur ini menjadi Bendahara Umum PDI. Ketika terjadi konflik di PDI pada tahun 1996, Laksamana masuk kubu Megawati Soekarnoputri sehingga mengantarkannya kembali menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 mewakili PDIP dari daerah pemilihan Jawa Barat.

Namun Laks hanya sebentar merasakan kursi wakil rakyat. Ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, Laks didapuk menjadi Menteri Negara Investasi dan Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 26 April 2000 tiba-tiba memberhentikan Laksamana sebagai Menteri Negara Investasi dan Pemberdayaan BUMN dengan tuduhan melakukan nepotisme. Pemberhentian Laks tak dibicarakan Gus Dur dengan Wakil Presiden Megawati saat itu sehingga Ketua Umum PDIP itu mulai mengambil sikap tak sejalan dengan Gus Dur.

Ketika Abdurrahman Wahid lengser, Megawati selaku presiden menaruh Laks sebagai Menteri Negara BUMN. Saat menjadi Menteri Negara BUMN inilah Laksamana menggulirkan kebijakan kontroversial: menjual sejumlah BUMN. Laksamana beralasan, privatisasi BUMN bukan untuk menutup defisit anggaran saja akan tetapi juga untuk meningkatkan manfaat BUMN, memperbaiki manajemen, profesionalisme dan transparansi BUMN.

Namun bukan penjualan BUMN-BUMN ini yang membuat Laksamana tersandung hukum. Maret 2005, Komisi Pengawas Persaingan Usaha menemukan Pertamina melanggar Undang-undang Monopoli karena menjual dua unit kapal tanker tipe Hull 1540 dan 1541 ke Frontline dengan harga US$ 184 juta. Saat dijual kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) ini dalam tahap pembuatan di Hyundai Heavy Industries di Ulsan, Korea. Perbuatan ini diduga merugikan negara US$ 20-56 juta dengan anggapan harga kapal serupa di pasaran saat itu US$ 204-240 juta. Laksamana Sukardi selaku Menteri Negara BUMN yang mengizinkan penjualan kapal VLCC menjadi salah satu dari tiga tersangka mulai Juni 2007.



Maret 2005 itu pula moment of truth bagi karir Laksamana Sukardi di PDI Perjuangan. Dalam Kongres II PDIP di Bali pada akhir Maret 2005, Laksamana bersama sejumlah fungsionaris PDIP menolak munculnya calon tunggal Ketua Umum yang kemudian menjadi formatur tunggal yakni Megawati Soekarnoputri.

Menurut Laks, formatur tunggal yang diberi hak prerogatif yang luas itu mengukuhkan budaya feodal di partai padahal sebelumnya PDIP telah kalah dalam Pemilu 2004. Menurut Laks, sebuah produk yang tidak laku harus ada yang diubah dari produk tersebut, paling tidak kemasannya. “Maksudnya supaya lebih demokratis,” katanya. Laks bersama sejumlah rekannya seperti Sukowalujo lalu mengusulkan harus ada calon lain untuk mengisi posisi Ketua Umum Partai, sementara Megawati diplot untuk mengisi posisi semacam Dewan Penasihat. "Saya katakan ibu Mega masih terlalu kuat di PDIP. Tapi pada waktu itu saya malah dapat semprotan dari Pak Taufiq Kiemas (bilang) bahwa ini partai milik keluarga jadi tidak boleh orang lain memegang partai," kata Laks.

Mulai saat itu, semua semangat dan karir cemerlang Laks di dunia bisnis yang dipertaruhkan untuk PDI Perjuangan berubah menjadi kekecewaan. Utusan-utusan dari tingkat pimpinan cabangpun, kata Laks, banyak yang kecewa. Karena kecewanya itu, mereka meminta Laks untuk membikin partai baru. Laks berpikir panjang mengenai usulan rekan-rekannya itu. “Kita pengalaman membangun PDIP dari PDI. Berat.  Dan kita lihat partai-partai baru perolehannya juga hanya kecil,” katanya.

Laks dan sejumlah rekan-rekannya akhirnya memutuskan membuat Gerakan Pembaruan PDIP karena banyak anak muda yang kecewa dan ingin melakukan gerakan pembaruan. "Dengan semangat itu terbentuk gerakan pembaruan di seluruh Indonesia, 33 propinsi. Masih Gerakan Pembaruan PDIP lho. Berarti kita ingin merubah dari dalam," kata Laks.

Tak sampai setahun, pimpinan PDIP menganggap Gerakan Pembaruan ini sebagai ancaman bagi partai. "Kita dipecat semua,” ujar Laks.

Tanggal 1 Desember 2005, dengan belajar dari sejarah perjalanan PDIP, Laks dan kawan-kawan mendeklarasikan Partai Demokrasi Pembaruan. Mereka bersepakat tidak menyetujui calon tunggal dan hak prerogatif. Kepemimpinan harus kolektif, tidak bertumpu di tangan satu orang. “Feodalisme itu antitesa demokrasi. bahkan membunuh demokrasi itu sendiri. Lihat ibu Mega sendirian yang lain cuma pelengkap penderita saja,” ujar bapak tiga anak itu.  “Sebetulnya sistem kolektif itu bukan penemuan kita. Itu berangkat dari kita sudah menyaksikan kehancuran partai dan kita mengkoreksinya.”

PDP memiliki kepemimpinan kolektif yang diterapkan sampai ke tingkat desa. Setiap anggota pimpinan kolektif memiliki hak suara sama. Lalu kebijakan pimpinan kolektif dijalankan pelaksana harian yang saat ini mencapai dua juta orang.

Bermodal pengurus yang mencapai dua juta orang, lalu ditambah suara PDIP tahun 1999 yang hilang dalam Pemilu 2004 sebesar 19 persen, maka PDP optismistis meraup 20 juta suara pada Pemilu 2009.

3 Cara Bikin Pasangan Happy di atas Ranjang dan Gak Bosen Sama Kamu

Laks diusung sebagai calon presiden dari PDP pada Minggu 7 Desember 2008. Ini berselang dua pekan dengan penghentian penyidikan kasusnya di Kejaksaan Agung.

"Semua kader PDP wajib mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri berbeda dengan mencapreskan diri. Yang ada sekarang orang mencapreskan diri, tidak mempersiapkan diri. Partai saja dia nggak mau bentuk, nggak mau keringatan, tapi dia bilang saya mau memperbaiki nasib bangsa dan negara," kata Laksamana mengomentari kesiapannya menjadi calon presiden.

Satu Motor dan Mobil Tertimpa Pohon Tumbang di Depok
Gilbert Lumoindong dan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis

Terima Maaf Pendeta Gilbert, MUI: Dia Tidak Ada Niat Menghina Islam

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerima permohonan maaf Pendeta Gilbert Lumoindong terkait khotbahnya yang viral di media sosial dianggap menyinggung umat Islam.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024