Salma Daeng Kebo

Motivator Ulung Penampung Janda-janda Tua

VIVAnews - Menyandang status janda, mungkin bukan sebuah pilihan. Tapi itulah yang dialami para janda-janda di Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate. Termasuk Salma Daeng Kebo, janda tua yang berhasil menjadi motivator perkumpulan puluhan janda-janda yang bertahun-tahun hidup bersama.

Hari belum terlalu sore, matahari perlahan mulai menutup cahayanya. Saat VIVAnews datang berkunjung, terdengar dari dalam rumah suara mesin jahit yang menderu seakan menghias seisi rumah tempat tinggal dimana sejumlah orang tua menghabiskan sisa hidupnya dirumah tua itu. 

Salah satunya, Daeng Kebo, meski sudah berusia 58 tahun, dia masih saja tetap bersemangat sibuk menjalankan roda mesin jahitnya yang juga sudah terlihat uzur. Singer nama merk mesin jahit itu.

Terkuak 5 Kejadian yang Terjadi di Dunia Dikaitkan Ketakutan soal Kiamat

Semua tahu mesin jahit itu diciptakan oleh Isaac Merit Singer seorang warga Amerika yang berhasil memproduksi mesin jahit merk tersebut secara besar-besaran pada tahun 1860, dan tentunya umur yang cukup tua bagi ukuran manusia.

Kini mesin jahit itu, masih digunakan para janda-janda tua untuk mengisi hari-harinya. Walupun terlihat lelah dengan sedikit berkeringat. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah dan niatnya menyelesaikan beberapa pesanan yang terlihat menumpuk. "Ada pesanan jahitan yang harus diambil besok. Jadi harus selesai sore ini," katanya sambil sesekali memperbaiki kacamatanya.

Setelah jahitannya rampung, ia kemudian meninggalkan mesin jahitnya dan menemani VIVAnews di ruang tamu rumahnya di Jl Deppasawi Dalam Lorong 1, Nomor 176, di Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Dengan ramah Daeng mempersilahkan tamunya duduk sambil mencicipi kue buatannya dan secangkir teh hangat, diapun mulai bercerita.

Daeng Kebo, merupakan satu dari puluhan janda yang ada di Maccini Sombala. Status janda pada dirinya itu, telah melekat hampir 20 tahun. Atau tepatnya 28 September 1989. "Suamiku dulu meninggal karena kecelakaan," tuturnya sambil menerawang ke langit-langit rumahnya.

Dia kemudian mengingat masa-masa sulitnya ketika itu. Status Janda dan harus menghidupi enam anak. Awal-awalnya, ia mengaku risih dengan kondisinya. Apalagi jika harus bergaul dengan tetangganya. "Saat itu janda adalah predikat yang sangat berat. Karena harus tebal muka dengan orang lain," tambahnya

Namun, diam berarti mati bagi Daeng Kebo. Dan juga, mati buat anak-anaknya. Berbagai jalan telah ditempuh untuk bertahan hidup. Menyandang status janda tidak membuat ia surut untuk berusaha. Daeng Kebo percaya, ia punya potensi untuk hidup layak.

Salah satunya adalah keahlian yang terpendam sejak masa remaja yakni keterampilan menjahit. "Melalui keterampilan inilah, kebutuhan sehari-hari keluarga sedikit demi sedikit bisa terpenuhi," cerita Daeng Kebo semangat.

Jika pesanan jahitan agak sepi, Daeng Kebo juga terpaksa beralih profesi dengan berjualan barang campuran. Ia juga membuat penganan kecil untuk dijajakan disekeliling rumahnya.

Kurang lebih enam tahun berselang, ia berpikir untuk mengakhiri status jandanya. Lelaki pilihannya adalah Nasir. Tidak berapa lama hidup menjalin mahligai rumah tangga bersama suami keduanya, lelaki yang usianya lebih muda dibanding Daeng Kebo memilih cerai.

Geger Penemuan Fosil Ular Lebihi Ukuran T-rex, Begini Bentuknya

"Saya Lagi-lagi harus sakit hati. Dan saat itu, saya mulai tanamkan, untuk belajar dan kuat hidup tanpa pendamping," ujarnya yang disertai dengan senyum dibibirnya. Dan ternyata, usaha dan komitmen Daeng Kebo, bertahan hingga kini.

Studi banding ke India

Jadwal SIM Keliling Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung Kamis 25 April 2024

Percerain hal yang mengawali dirinya untuk membuat yayasan untuk menampung janda-janda yang ditinggal meninggal ataupun cerai suaminya. Janda-janda yang ditampung di pantinya, bukanlah janda biasa.

Namun, menjadi motivator bagi puluhan bahkan ratusan janda, di wilayah yang tergolong kumuh itu. Bagaimana tidak. Aktivitas Daeng Kebo selama bertahun-tahun, bukan saja sebagai kepala keluarga. Melainkan telah menjadi aktivis perempuan.

Ia tercatat sebagai ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Muri-muria, dibawah naungan Yayasan Mitra Bangsa (Yasmib). Lembaga tersebut terbentuk sekitar tahun 1997, yang juga adalah inisiatif Daeng Kebo bersama tiga temannya. Yakni Daeng Nur, Ibu Ros dan Ramlah. Keempatnya adalah ibu yang berstatus janda.

Fokus aktifitasnya adalah mengadvokasi para janda-janda yang menetap di Kelurahan Maccini Sombala. "Saya pernah mengalami bagaimana pahitnya hidup dengan status janda. Makanya Yasmib lebih konsentrasi untuk memperhatikan kehidupan para janda-janda itu," katanya.

Beberapa keterampilan yang diajarkan oleh pengurus Yasmib terhadap para janda-janda ini. Seperti keterampilan menjahit, dan membuat bunga dari kertas. Dari kegiatan-kegiatan itu, tambah daeng kebo, banyak membantu dalam mengubah ekonomi keluarga para janda tersebut.

Sebagian besar para janda itu telah berumur di atas 30 tahun. Namun banyak juga yang masih berusia muda. Mereka janda karena ditinggal mati suaminya. Namun tidak sedikit yang ditinggal lantaran meminta cerai.

Mereka belajar di empat titik yakni di rumah Daeng Kebo, Daeng Nur, Ibu Ros dan Ramlah. Tidak kurang dari 10 janda-janda yang belajar di setiap tempat belajar tersebut.

Kesibukan lainnya adalah aktif sebagai pengurus inti dalam organisasi Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM), salah satu lembaga jaringan UPC, yang dipimpin oleh Wardah Hafidz. Di lembaga ini, Daeng Kebo menjadi bendahara.

"Saya terpanggil di organisasi pembela rakyat karena menggali persoalan-persoalan kemiskinan di masyarakat," kata Daeng Kebo, yang didampingi beberapa cucunya.

Selama aktif di KPRM, ia sering menjadi koordinator lapangan, ketika berunjukrasa menuntut hak masyarakat miskin. Hal itu terlihat di banyak foto yang terpampang di dindingnya, ketika Daeng Kebo orasi dihadapan massa KPRM. Daeng Kebo menganggap, semuanya adalah pembelajaran politik yang perempuan mesti ketahui.

"Saya bangga karena pernah ke India, untuk studi banding tentang kemiskinan. Jarang-jarang orang pergi ke Luar Negeri, karena tugas," tuturnya, yang saat ini juga masih menjabat sebagai ketua RT 06 Maccini Sombala.

Dari beberapa kegiatan yang dilakukan itu, ia berharap, komunitas janda bisa bangkit dan tidak risih untuk menghadapi kehidupan yang kian berat. "Hidup menjanda bukan kiamat," Pungkasnya menutup pembicaraan.

Reporter: Rahmat Zeena | Makassar

Dinsos Makassar razia dengan mengamankan manusia silver yang mengemis di Jalan Kota Makassar.

Gak Main-main, Manusia Silver di Makassar Bisa Raup Hingga Rp 8 Juta per Bulan

Dinsos Kota Makassar Sulawesi Selatan membeberkan temuannya terkait pengemis di Kota Daeng, salah satunya soal penghasilan manusia silver yang mencapai Rp8 juta per bulan

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024