Pelantikan Presiden AS

Menyongsong Obama

VIVAnews -- BARACK Obama berdiri di atas panggung. Dia mengucapkan sumpah sebagai Presiden ke-44 Amerika Serikat, di West Front, Capitol Hill, Washington DC, Selasa 20 Januari 2009, tepat pada pukul 12 siang (23.30 WIB). 

Kembali Beroperasi, Pabrik Roti di Gaza Diserbu Ratusan Warga Palestina hingga Antre Berjam-jam

Obama mengangkat tangan kanan, dan tangan kirinya menyentuh Injil yang dulu digunakan saat acara sumpah Abraham Lincoln pada 1861. Ratusan ribu warga menyemut di National Mall. Joe Biden, sang wakil presiden,  baru saja diambil sumpahnya. Sekarang yang ditunggu adalah momen penting itu: seorang warga keturunan Afrika, kini memimpin Amerika.

Bukan kebetulan Obama memilih Injil milik Lincoln. Dia pengagum mantan presiden Amerika yang anti perbudakan itu. Antara dia dan Lincoln punya kesamaan pula. Keduanya politisi cum pengacara dari Springfields, dan orator handal. Keduanya tak punya pengalaman sebagai pejabat sebelum menjadi presiden.

Satu hal lagi, Lincoln mengangkat lawan dari partainya sendiri, William Seward sebagai menteri luar negeri. Begitu juga Obama. Dia mengangkat Hillary Clinton,  bekas lawan dari partainya dalam kampanye presiden,  sebagai menteri luar negeri. Kamis pekan lalu, Senat telah menyetujui Nyonya Clinton duduk di jabatan itu.

Terpopuler: Pelat Nomor TNI Fortuner yang Viral, Skema Kredit Honda Stylo 160

Sumpah itu dilafalkan Obama dengan lugas.  Suara meriam berdentum berkali-kali, tanda acara sumpah sudah selesai. Amerika kini resmi punya presiden baru.

Sekitar 2 juta pendukung Obama mengalir ke Washington sejak beberapa hari sebelumnya. Jumlah itu lebih besar dari masa pelantikan Lyndon Johnson pada 1965. Waktu itu, petualangan serdadu Amerika di Vietnam Selatan terancam serangan Vietkong. Johnson menjanjikan perang menahan laju komunis dari utara Vietnam.

5 Negara yang Paling Jarang Utang di Dunia, Nomor 1 Tetangga Indonesia

Para pendukung Obama menyerbu kota dari berbagai sudut. Ada sekitar 81 acara yang digelar, semua terkait pada acara perayaan pelantikan Obama. Banyak warga mengambil cuti pada hari itu, dan menyewakan flat mereka kepada tamu.

Panitia kota menyiapkan sekitar 5.000 toilet, yang disebar pada setiap titik kerumunan.  Untuk mencegah kemacetan,  pemerintah kota tak menyarankan warga membawa mobil pribadi. Acara itu juga disiarkan langsung ke seluruh dunia oleh jaringan televisi.

Warga Amerika dapat menyaksikan acara itu lewat  jaringan televisi kabel MSNBC. Ada juga perusahaan iklan Screenvision, yang menayangkankan hajatan politik itu di 27 bioskop di Washington. Sejumlah selebritis Amerika tampak hadir.  Empat bekas presiden Amerika, Jimmy Carter, George Bush Sr, Bill Clinton, dan tentu saja George W Bush duduk di dekat panggung sejenak sebelum acara pengucapan sumpah.



Apa yang membuat perayaan pelantikan itu begitu meriah? Mungkin karena Obama membawa harapan, selain mengusung beban berat. Majalah The Economist edisi 15 Januari 2009 menyebut Obama menjadi presiden “ pada saat resesi global mendera paling parah selama 80 tahun terakhir”.

Ia memimpin saat Amerika meluncur ke bawah di tangan Pemerintahan George W Bush. Ada warisan perang dan ketegangan di Timur Tengah, misi militer yang gagal di Irak dan Afganistan. Ditambah lagi menghadapi kekuatan dunia yang tak lagi satu pusat. Ada Rusia yang gampang tersinggung, serta Cina yang sedang bersinar.

Di luar soal politik internasional, Obama punya tugas berat lain. Kondisi ekonomi domestik Amerika kian payah setelah ditimpa krisis subprime mortgage, yang juga menyeret dunia ke krisis keuangan global. Di dalam negeri, pemerintah Amerika menghadapi ledakan pengangguran, lalu tuntutan jaminan perawatan kesehatan, dan ancaman defisit anggaran.

Nita Prasetyo, warga Indonesia yang menetap di New York, mengatakan krisis itu sangat memukul ekonomi keluarga. “Kami harus melunasi kredit, kalau tidak rumah kami akan hilang,” ujar direktur satu perusahaan teknologi dan informasi itu. Nita tak berpikir kembali ke Indonesia. “Krisis ini juga akan berimbas ke Indonesia. Saya cemas bisa lebih buruk keadaannya,” ujarnya melalui email kepada VIVAnews, Selasa pekan lalu.

Seorang warga Amerika keturunan Indonesia lainnya, Ignatius Wibisono mengatakan kehilangan penghasilan tambahan sejak krisis. “Saya dapat tambahan dari uang lembur,” ujar analis bank itu. Tak ada lagi uang lembur, kata Ignatius,  sejak krisis. “Tapi, saya tak akan kembali ke Indonesia, krisis ini global, sama saja dimana-mana,” ujar lelaki 34 tahun itu.

Seperti warga lainnya di Amerika, mereka percaya Obama bisa memberi obat bagi ekonomi yang sakit ini. Titik terang, setidaknya sebagai awal, muncul Kamis pekan lalu. Senat Amerika Serikat menyetujui dana penyelamatan sektor finansial tahap dua sebesar US$ 350 miliar. Senat menyetujui dana bailout itu dengan voting 54:42.  “Saya ingin memberikan Obama perlengkapan dibutuhkan agar ekonomi kembali bergairah," kata Richard Durbin, anggota Senat Demokrat dari Illinois.

Selama sepekan lalu, Obama memang sibuk melobi rekannya dari kubu Demokrat di parlemen.  Mereka diminta meloloskan dana bailout dari program Troubled Asset Relief Program (TARP). Penasihat ekonomi Obama, Lawrence Summers mengatakan kepada Senat, sekitar US$ 100 juta dari uang talangan itu akan dipakai menangani krisis perumahan.

Selain itu, Obama akan menggunakan dana itu untuk melaraskan sistem finansial, menciptakan lapangan pekerjaan, dan memperbaiki kondisi perekonomian. “Yang lebih penting lagi, harus menjunjung tinggi kepentingan publik," tulis Summer dalam surat kepada Pimpinan Mayoritas Senat Harry Reid.

Obama memang telah menyihir Amerika. Slogan kampanyenya, Change, seolah mantra bagi kebangkitan Amerika yang tampaknya jera terpuruk di bawah Bush.   Dia muda, umurnya 48 tahun. Bicaranya cerdas, sehingga harapan rakyat Amerika menggumpal bersama Obama, menjadi semacam semangat “pembaruan diri”.

Dia anak Kansas, sekaligus Kenya. Pada dirinya seakan memuat dua kontradiksi politik-ekonomi global:  dua bagian dunia,  maju dan terbelakang. Masa kecilnya pernah dihabiskan di Indonesia,  sehingga dia paham sulitnya hidup di belahan dunia serba kurang.

Setelah Bush, banyak harapan kepada pemerintahan baru agar Amerika lebih ramah. Setidaknya, taat pada hukum internasional,  dan peduli pada perdamaian di Timur Tengah, dan tempat lain.

Soal Timur Tengah, misalnya. Meski belum tampak apakah ada kebijakan drastis bagi kawasan bergolak itu, Obama telah berjanji akan menutup kamp penahanan tersangka teroris di Guantanamo, satu pulau yang disewa Amerika dari Kuba. Sekitar 250 tahanan masih mendekam di kamp itu.

Perintah penutupan itu mungkin segera muncul begitu dia dilantik. Bagi Obama, ini rupanya bukan perkara mudah. “Kami akan melaksanakannya,” ujarnya kepada jaringan televisi ABC, Minggu dua pekan lalu.  Tapi, Obama melanjutkan, “Tantangan bagi kami adalah banyak tahanan yang mungkin berbahaya, dan belum di bawa ke pengadilan”. Tentu, publik masih menunggu apakah Obama bisa melakukannya sesuai janji.

Selesai mengucapkan sumpah pelantikan, Obama berpidato tanpa teks. Massa menyemut di sepanjang National Mall menyimak pidato bersejarah itu dengan takzim. Dengan suara teratur, Obama menegaskan Amerika berada dalam krisis, dan dia mengimbau kerja keras semua rakyat membangkitkan bangsa itu dari keterpurukan.

Kesejahteraan dan kebebasan di Amerika, kata Obama, adalah hasil kerja keras pada pendahulu. "Kebesaran itu bukanlah sesuatu yang datang begitu saja," ujar Obama. Dia juga memuji gerakan hak sipil, sebagai pilar yang menjadikan Amerika kuat.

"Inilah arti kebebasan Amerika, kredo kita. Mengapa lelaki dan perempuan dari segala ras dan keyakinan bisa hadir bersama di mal raya ini. Dan mengapa seorang pria, yang ayahnya pada 60 tahun lalu tak dilayani di restoran lokal, sekarang berdiri di depan anda mengucapkan sumpah," ujar Obama.

Dalam pidatonya, Obama yang terlahir dari ayah penganut Islam itu, mengatakan Amerika akan mencari jalan baru bersama dunia Muslim, dengan berlandaskan kepentingan bersama dan saling menghormati. 

Dia mengingatkan pemimpin di berbagai belahan dunia yang masih kerap menganjurkan konflik, dan menuding Barat sebagai akar problem nasional mereka. "Rakyat anda akan menilai apa yang sudah anda bangun, bukan apa yang anda hancurkan," kata Obama.

Dia juga mengajak negara-negara miskin untuk bersama membuat "ladang yang subur, dan air bersih mengalir".

Pidato itu disambut hangat. Juga ketika Obama mengatakan Amerika akan pergi dari Irak, dan mengupayakan damai di Afganistan. "Bagi bekas musuh dan kawan lama, kami akan bekerja keras mengurangi ancaman senjata nuklir, dan menggulung hantu menakutkan dari pemanasan global," ujarnya.

Meski begitu, Obama tetap tegas menantang siapapun yang menebar teror terhadap Amerika, dan membantai warga tak berdosa. "Kami katakan, semangat kami kian kuat, dan tak bisa dihancurkan. Kalian tak bisa menghabisi kami, kamilah yang akan mengalahkan kalian," ujarnya.

Setelah pelantikan, di Capitol Building’s Statuary Hall acara “resmi” pertama Obama adalah makan siang. Sesuai rencana, menu yang disajikan adalah seafood dengan sauvignon blanc dari kebun anggur Duckhorn.  Menu kedua, masakan daging itik dicampur buah ceri dan kentang. Lalu pencuci mulutnya kue apel rasa kayumanis dan es krim.

Para tetamu dan undangan khusus akan menikmati makan siang itu sambil memandang satu lukisan besar “Pemandangan dari Lembah Yosemite” karya pelukis Thomas Hill pada 1865. Lukisan itu akan tergantung di ruang makan.

Setelah pelantikan Obama, satu heli militer membawa bekas presiden George W Bush ke pangkalan udara Andrews. Bush "check-out" dari kursi presiden. Dia kembali ke Texas.

Di tempat parkir heli pembawa Bush tadi, satu limousine canggih anti peluru telah menunggu. Dengan kendaraan itu, Obama berkeliling kota. Satu parade panjang, dengan gemuruh sambutan ratusan ribu warga. Dari sana, presiden baru Barack Obama menuju ke Gedung Putih.

Artikel ini diperbarui Rabu, 21 Januari 2009, 03:30 WIB

Lihat juga: Esai Foto Menjelang Pelantikan Obama-Biden

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya