Ekonomi AS Terbukti "Tenggelam"

VIVAnews - Diliputi rasa takut dan kehabisan uang, sudah banyak konsumen di Amerika Selatan (AS) yang berhenti membeli barang-barang baru maupun kebutuhan pokok - mulai dari mobil hingga corn flakes (keripik jagung untuk sarapan) - selama periode Juli hingga September 2008. Gejala ini menandakan bahwa tingkat belanja rakyat, yang merupakan 2/3 tulang punggung ekonomi di AS, tengah anjlok hingga mencapai 3,1 persen - penurunan terbesar sejak 1991. Itulah efek krisis keuangan yang melanda AS dan juga mancanegara dalam beberapa bulan terakhir.

Buktinya sudah terlihat. Selain menyaksikan harga-harga saham di Wall Street terus jatuh-bangun, Kamis lalu muncul laporan Departemen Perdagangan AS yang menyatakan bahwa produk domestik bruto (GDP) negara adidaya tersebut pada kuartal ketiga tahun ini hanya 0,3 persen - dari 2,8 persen pada kuartal sebelumnya - seiring dengan anjloknya tingkat pendapatan bersih setelah kena pajak. Dengan kata lain, "Kereta kini tengah tergelincir dari jalur," ungkap Brian Bethune, ekonom dari IHS Global Insight.
 
Memang dalam beberapa hari terakhir, perdagangan saham di bursa Wall Street terkesan mulai cerah seiring dengan pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral di AS dan beberapa negara. Namun kalangan pengamat ekonomi menilai bahwa krisis masih belum berakhir.

Akibat anjloknya tingkat konsumsi, tingkat GDP untuk periode Oktober-Desember bisa jadi kembali turun. Hal itu sejalan dengan tanda-tanda klasik adanya  resesi, yaitu GDP yang anjlok selama dua kuartal berturut-turut.
 
Maka rakyat Amerika kini mulai melakukan penghematan. Itu terlihat dengan laporan pemerintah bahwa tingkat pendapatan bersih setelah kena pajak turun menjadi 8,7 persen pada kuartal ketiga tahun ini. Itu merupakan rekor terendah sejak tahun 1947.

Menariknya, berita buruk ini muncul lima hari menjelang rakyat AS memilih presiden baru - 4 November 2008. Siapapun yang menjadi presiden, apakah Barack Obama atau John McCain, pastilah akan pusing menyaksikan kondisi ekonomi nasional yang carut-marut dan defisit gila-gilaan anggaran pemerintah warisan Presiden George W. Bush. Tak heran bila resesi ekonomi saat ini menjadi komoditas politik para kandidat presiden.

Obama, contohnya, menilai bahwa anjloknya GDP bukan semata karena faktor teknis, melainkan dipengaruhi pula oleh faktor politis. "Turunnya GDP tidak terjadi secara kebetulan. Itu karena dampak langsung dari pengaruh pemerintahan Bush. Pertama menimpa kalangan Wall Street [eksekutif dan pekerja perbankan] lalu Main Street [kelas pekerja dan pelaku usaha kecil dan menengah]. Kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini didukung oleh John McCain selama delapan tahun terakhir," kata Obama.       

Menanggapi sindiran Obama, kubu McCain pun tak mau kalah. "Barack Obama akan mempercepat situasi yang berbahaya ini [bila terpilih jadi presiden]," kata Doug Holtz-Eakin, anggota senior tim kampanye McCain. 

Sesengit apapun perang verbal antar kandidat presiden, yang jelas resesi ekonomi bakal menjadi tantangan utama saat salah satu memenangi pemilu. Para konsumen, yang merupakan urat-nadi ekonomi, sudah menderita akibat sulit membayar cicilan kredit rumah maupun susah mendapat pinjaman dari bank. Bank yang lagi bermasalah pun juga kesulitan mendapat pinjaman dari sesama yang lebih sehat.

Itulah sebabnya kesusahan yang melanda para konsumen berdampak pada turunnya tingkat pembelajaan mereka. Tingkat pembelajaan konsumen pada kuartal ketiga tahun ini bahkan mencetak rekor terendah dalam 17 tahun terakhir.

Rendahnya pembelanjaan akhirnya memperparah tingkat pengangguran akibat banyak usaha yang terancam gulung tikar. Tingkat pengangguran yang saat ini sebesar 6,1 persen bisa mencapai 8 persen, bahkan lebih, pada tahun depan. 
 
Maka, Gubernur Bank Sentral, Ben Bernanke, sudah mewanti-wanti bahwa lesunya ekonomi AS bisa terus berlangsung. Langkah pemerintah yang mati-matian mengucurkan anggaran US$700 miliar bisa jadi tak berarti banyak untuk menyelamatkan banyak bank dari kebangkrutan sekaligus memulihkan pasar keuangan dan kredit dari krisis. (AP) 


5 Artis Cantik Warisi Darah Biru, dari Sumedang Larang hingga Mangkunegaran
ilustrasi hubungan seks

Kalau Istri Hyperseks apa yang Perlu Dilakukan Suami? Begini Nasehat Dokter Boyke

Lantas apa yang perlu dilakukan ketika pasangan yang hyperseks? Seksolog kenamaan dokter Boyke angket bicara.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024