UU Perlindungan Lahan Harus Fleksibel

VIVAnews - Pemerintah meminta agar dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat berubah seiring perkembangan waktu. Sehingga apabila diundangkan peraturan fleksibel mengikuti perkembangan.

Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto mengatakan, gejala alih fungsi lahan sawah ke nonpertanian di sentra produksi, terutama pulau Jawa telah terjadi. Apabila hal itu tak diawasi, akan menimbulkan dampak negatif terhadap ketahanan pangan nasional.

"Dalam beberapa kasus mengancam sistem pertanian," ujar dia dalam sidang tanggapan pemerintah terhadap usul inisiatif DPR RUU Perlindungan Lahan Pertanian di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin 2 Februari 2009. 

Sistem pertanian di Jawa yang telah disukung infrastruktur yang kondusif membuat pesatnya alih fungsi lahan. Biaya yang ditanggung masyarakat akan semakin mahal bila pertanian dikorbankan untuk industri nasional. "Mengingat investasi pertanian sawah di Jawa sangat tinggi," katanya. 

Dampak alih fungsi lahan ke nonpertanian menurutnya bukan saja ke produksi pertanian, tetapi terkait aspek nonpertanian, seperti ekonomi sosial budaya dan politik.

Joko mengakui alih fungsi lahan bukan sepenuhnya alamiah, tetapi ada yang disebabkan proses kebijaksanaan pemerintah untuk industri dan jalan. Sebab, bila diserahkan pada mekanisme pasar dipastikan selalu diperuntukkan bagi nonpertanian. 

Hampir semua lahan persawahan yang beralih fungsi memiliki infrastruktur yang mapan. Faktor infrastruktur ekonomi dominan mempengaruhi preferensi investor untuk membangun lahan pada kegiatan nonpertanian.

Diundangkannya RUU Perlindungan Lahan Pertanian berkelanjutan, diharapkan ada payung hukum perlindungan lahan pertanian subur dari ancaman alih fungsi lahan. "Supaya ada keseimbangan luas lahan pertanian, sehingga ketercukupan pangan bisa dipertahankan," katanya.

Namun Menteri mengingatkan, agar daftar inventaris masalah yang tercantum dalam RUU perlu diperjelas mengenai definisi, penetapan satuan angka, hingga definisi. Sehingga apa yang ditetapkan di UU tidak menjebak.

Pemerintah, menurut Joko, harus ada satu pemahaman mengenai pola penguasaan dan pengusahaan lahan tingkat petani. Di dalam RUU belum tegas membedakan petani pemilik dan penggarap, sehingga menimbulkan persoalan implementasinya. Contohnya, terhadap kejelasan pihak yang menenrima insentif pada kasus lahan yang dikelola orang lain.

"Kelihatannya sederhana namun rumit di lapangan," katanya. Pertimbangan yang matang perlu mendapat perhatian seperti pada pembentukan bank petani, mengingat konsekuensi yang ditanggung bila membentuk bank khusus petani.

Smart Finance Gandeng CBI Redam Risiko Kredit Macet
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra.

Demokrat Munculkan Nama Dede Yusuf untuk Pilkada Jakarta 2024

Partai Demokrat menyebut nama kadernya Dede Yusuf yang potensial untuk diusung dalam Pilkada Jakarta 2024.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024