VIVAnews - Ulah manajemen PT Mahkota Real Estate (MRE) memagari tanah milik PT Arthaloka, anak perusahaan PT Taspen, membuat negara menderita kerugian hingga Rp 2,4 miliar.
Pemagaran dilakukan sejak Desember 2004. Kerugian negara dihitung sejak saat itu dari kerugian parkir yang bernilai Rp 600 juta per tahun.
"Kerugian lain yang tidak bisa dihitung adalah kenyamanan parkir, tenan dan lain-lain," kata Direktur Keuangan dan Administrasi PT Arthaloka, Alit Antara, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin 17 November 2008.
Nilai aset lahan yang disengkatakan kedua belah pihak bernilai Rp 200-300 miliar. Angka ini berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP) saat ini sebesar Rp 22 juta per meter persegi dengan luas tanah yang disengkatakan 16.600 meter persegi.
Namun yang menjadi persoalan selain tanah yang berlokasi di Jalan Sudirman itu, masih ada sengketa lain yakni tanah di kawasan Gadok dan Megamendung, Puncak dan satu tanah lain di Batuiceper, Tangerang yanng juga menjadi aset tanah negara.
PT MRE mengklaim tanah di Jalan Jenderal Sudirman Kavling 2, Jakarta Pusat, sebagai milik mereka berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung RI No 472 PK 2000 tanggal 28 Juni 2002 yang menyatakan sertifikat HGB Nomor 205 seluas 23.185 meter persegi, untuk tanah seluas 16.600 meter persegi tidak mempunyai kekuatan hukum. Putusan juga menyatakan bahwa tanah seluas 16.600 meter persegi adalah milik penggugat (PT Mahkota Real Estate). Penetapan putusan nomor 018/203 EKS, tanggal 30 November 2004.
Sementara itu putusan sebelumnya dianggap menjadi Tanah Negara dengan dasar sertifikat Nomor 205 untuk tanah seluas 23.185 meter persegi melalui Putusan PK Pidana Mahkamah Agung RI Nomor 25 PK/PID/1988 tanggal 14 Agustus 1991 Nomor 40.PK/PID/1998 tanggal 21 Agustus 1991.
Putusan PK terbaru yang dimiliki PT MRE juga sudah dibatalkan oleh Putusan kasasi perdata mahkamah RI no 2171/K/PDT/2006, tgl 19 April 2007.
Kasus pemagaran dan penguasaan aset tanah negara oleh PT MRE bermula dari perjanjian kerjasama keduabelah pihak. PT Taspen menyebut dalam rangka investasi berbentuk gedung perkantoran, perseroan mengadakan kerjasama dengan PT MRE pada 1972. Perjanjian kerjasama ini tertera dalam sebuah akta perjanjian Nomor 52 tanggal 29 Februari 1972. Perjanjian dibuat dihadapan Notaris Soeleman Ardjasasmita SH.
Dalam akta turut menandatangani adalah Presiden Direktur PT MRE Widodo Sukarno yang telah memperoleh persetujuan dua komisaris MRE dalam sepucuk surat tanggal 28 Februari 1972.
Dari pihak Taspen, akta ini ditandatangani Care Taker Dirut Taspen Hanantowirjo Wreksoatmojo berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI no.Kep.749/MK/IV/11/70, tanggal 18 Nopember 1970.
Isi perjanjian menyebut bahwa PT Taspen menyediakan dana untuk pembangunan gedung dan PT MRE menyediakan tanah dan melakukan segala pengurusan, izin, fasilitas serta ditunjuk sebagai satu-satunya pengawas (direksi).
Setelah pembangunan gedung selesai, selanjutnya Taspen menjadi satu-satuya pemilik mutlak atas tanah dan bangunan. Lalu MRE menjadi satu-satunya Petugas Pelaksana untuk mengurus dan mengatur persewaan bagian-bagian dari gedung yang bertindak sebagai real estate agent.
MRE disebutkan akan menerima uang jasa lima persen dari hasil bersih uang sewa sampai dengan jumlah bersih uang sewa yang diterima Taspen.
Dalam perjanjian dikatakan MRE akan mengalihkan hak atas tanah seluas 10 ribu meter persegi ke Taspen dengan ketentuan tanah tersebut harus dibayar terlebih dahulu oleh Taspen. Total harga yang diminta adalah Rp 285.000/meter persegi. Maka harga tanah yang dimaksud adalah Rp 285 juta.
Selanjutnya dalam ketentuan perjanjian no 52/1972 menyebut bahwa pembangunan gedung ditanggung oleh PT Taspen, sementara MRE menjadi satu-satunya pengelola.
Namun dalam pelaksanaanya, Direksi MRE Widodo Sukarno dan Rudi Pamaputra melakukan tindak pidana korupsi dengan tidak menyetor hasil persewaan ke Taspen. Uang yang ada digunakan untuk pembebasan tanah di Jalan Jenderal Sudirman Kav 2 Jakarta Pusat seluas 23.185 meter persegi (sekarang objek sengketa).
Dari situlah kemudian dari hasil pemeriksaan di pengadilan, maka kedua direksi dihukum pidana dengan penjara 14 tahun dan merampas barang-barang bukti antara lain berupa tanah seluas 23.185 meter persegi untuk diserahkan ke Negara Cq Taspen.
VIVA.co.id
20 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
Yogyakarta Tuan Rumah Seri Pembuka Superchallenge Supermoto 2024, Catat Tanggalnya
100KPJ
sekitar 1 jam lalu
Superchallenge Supermoto Race 2024 Seri Kejurnas bakal berlangsung sebanyak lima seri di lima kota berbeda. Untuk seri pembuka akan berlangsung di Yogyakarta.
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Pengakuan Vicky Prasetyo tentang persiapan kematian yang sudah ia lakukan. Dia mengungkapkan bahwa telah menyiapkan segalanya untuk anak-anaknya dan untuk dirinya nanti.
Bawa Kekasih Saat Lebaran, Wika Salim Tiba-Tiba Bahas Soal Pernikahan
JagoDangdut
sekitar 1 jam lalu
Wika Salim mengungkapkan perasaannya yang senang karena dapat mengajak Max Adam bertemu dengan keluarga saat Lebaran, bahkan ia juga bahas pernikahan.
Selengkapnya
Isu Terkini