Larangan Impor Jasa Teknik Perfilman Tak Baik

VIVAnews - Sineas dan produsen film nasional keberatan atas keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata yang akan melarang penggunaan jasa teknik luar negeri dalam proses pembuatan film. Sineas sekaligus Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) Dedy Mizwar menilai, pemerintah belum mengkaji lebih dalam peraturan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) tersebut. 

"Sampai sekarang, dari sekian proses pembuatan film nasional tidak bisa seutuhnya diproduksi di dalam negeri, yang tidak bisa hanya di masalah sound," kata Dedy dalam Diskusi Perfilman Nasional di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Selasa, 9 Desember 2008. 

Kata dia, alat pendukung proses sound film belum ada di Indonesia. "Hampir semua produsen film nasional memakai alat sound dari Bangkok," kata sutradara sekaligus produser film nasional, Mira Lesmana di saat yang sama.

Padahal, kata Dedy, investasi untuk pengadaan alat tersebut hanya menelan dana Rp 5 miliar, di luar optic sound. "Sangat murah dibanding uang yang harus dikeluarkan untuk membawa ke Bangkok dalam setahun," katanya. 
Pemerintah, menurutnya, perlu memikirkan bagaimana memanfaatkan lembaga yang sudah ada untuk mengakomodasi permasalahan ini.

Dana yang dikeluarkan industri film dalam setahun untuk menggunakan jasa teknik luar negeri berkisar Rp 500 juta untuk setiap produksi film. "Kalau dalam setahun ada 80 judul film, maka devisa yang keluar bisa sampai Rp 40 miliar, coba bandingkan saja," ujar Dedy. 

Dedy menilai pengusaha atau investor dalam negeri enggan menanamkan modalnya dalam pengadaan alat sound ini dikarenakan titik impas balik (break event point/BEP) yang lama, berkisar 5 - 6 tahun. "Mereka lebih memilih produksi film karena 6 bulan saja sudah balik modal," katanya.

Sementara itu, pemerintah mengaku akan mengkaji ulang SK tersebut secara internal mengingat permasalahan tersebut lintas departemen. "Saya tidak bisa memutuskan sendiri, perlu koordinasi dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di sela-sela diskusi tersebut.

Namun, katanya, pemerintah akan terus dorong industri perfilman sebagai salah satu industri kreatif Indonesia melalui promosi internasional. 

Motion Picture of America Association (MPAA) dalam kunjungannya baru-baru ini, kata Mari, berkeinginan untuk menjalin kerja sama penyelenggaraan mini film festival di Washington DC tahun depan. "Tidak akan high cost, tapi mudah-mudahan impactnya cukup besar," kata Mari.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot
Jemaah haji Indonesia mendengarkan khutbah Subuh jelang wukuf.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Menurut Direktur Bina Haji PHU Arsad Hidayat, jemaah haji diminta tidak asal membagikan informasi yang beredar di media sosial yang belum jelas kebenarannya.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024