Pelanggaran Administratif

Bapepam Denda 12 Perusahaan Efek

VIVAnews - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menjatuhkan sanksi denda kepada 12 perusahaan efek. Perusahaan efek itu melakukan pelanggaran administratif, setelah pemeriksaan terkait dugaan melakukan transaksi efek yang mengarah pada praktik short selling hampir semua tidak terbukti.

Ada Lampu Jalan di Jakarta Bisa Terkoneksi sama Internet

Ke-12 perusahaan efek yang dikenai sanksi denda Rp 50-100 juta itu adalah PT UOB Kay Hian Securities Indonesia, PT Merrill Lynch Indonesia, PT CLSA Indonesia, PT Credit Suisse Securities Indonesia, PT CIMB GK-Securities Indonesia, PT BNP Paribas Securities Indonesia, dan PT Kim Eng Securities.

Sanksi denda juga diberikan kepada PT DBS Vickers Securities Indonesia, PT Deutsche Securities Indonesia, PT UBS Securities Indonesia, PT JP Morgan Securities Indonesia, dan PT Ciptadana Securities.

MK Sebut Hakim Arsul Sani Bisa Tangani Sengketa Pileg PPP

Kepala Biro Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK, Robinson Simbolon, dalam siaran pers Selasa 23 Desember 2008 mengatakan, UOB Kay Hian dikenai sanksi denda terbesar, yakni Rp 100 juta. Sementara itu, denda untuk 11 perusahaan efek lainnya masing-masing sebesar Rp 50 juta.

Robinson menjelaskan, pemeriksaan Bapepam-LK itu dilakukan atas beberapa transaksi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 6-8 Oktober 2008. Selama periode itu, transaksi yang terjadi diduga memiliki andil signifikan dalam penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG).

Aksi Sopir Pikap Ini Dipuji Warganet, Berani Hadang Dua Bus Lawan Arus

"Selain itu, perdagangan saham itu juga ditengarai tidak didukung efek yang memadai sehingga berpotensi terjadinya short selling," kata dia di Jakarta.

Pemeriksaan terhadap 12 perusahaan efek yang diduga mengarah pada parktik short selling itu dilakukan sejak 13 Oktober 2008.

Sementara itu, saham-saham yang diperdagangkan perusahaan efek itu sebanyak 18 saham, yakni PT Indosat Tbk (ISAT), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT  Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Selain itu, saham-saham lainnya adalah PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), dan PT Astra International Tbk (ASII).

Transaksi atas saham tersebut dilakukan untuk kepentingan nasabah yang merupakan securities company di luar negeri yang terafiliasi dengan perusahaan efek di Indonesia. Efek yang ditransaksikan tersebut semuanya disimpan di bank kustodian.

Seperti diketahui, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, transaksi short selling adalah transaksi yang pelaksanaannya harus memenuhi syarat sesuai Peraturan V.D.6 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek.

Suatu transaksi disebut short selling jika terjadi penjualan efek, di mana efek tersebut tidak dimiliki oleh penjual pada saat transaksi dilaksanakan.

Menurut Robinson, dari seluruh transaksi yang dilakukan perusahaan efek itu, tim pemeriksa Bapepam-LK memperoleh fakta dan membuktikan bahwa, selain transaksi oleh Kim Eng Securities, seluruh transaksi jual dilakukan dalam posisi perusahaan efek sudah memiliki efek yang dijual, sehingga tidak termasuk kategori short selling.

"Hal itu dibuktikan dengan saldo awal nasabah baik yang tercatat pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) maupun Bank Kustodian," ujar dia.

Beberapa hambatan dalam pembuktian perdagangan efek melalui mekanisme short selling adalah kesulitan akses dari Bapepam-LK atas dokumen nasabah di kustodian di luar negeri.

Meskipun hampir seluruh transaksi dapat dibuktikan tidak terjadi short selling, tim pemeriksa menemukan pelanggaran administratif terhadap peraturan V.D. 3, V.D.6, dan V.D.10 yaitu, tidak dilakukannya verifikasi atas order nasabah, pembukaan rekening efek margin tanpa disertai pembukaan rekening efek reguler, serta tidak diterapkannya prinsip mengenal nasabah.

"Penegakan hukum diperlukan untuk mendorong terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, serta untuk mencegah pelanggaran serupa," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya