Skandal Kapal Tanker

PK Pertamina Dikabulkan Mahkamah Agung

VIVAnews - Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali sengketa penjualan dua unit kapal tanker atau very large crude carrier milik PT Pertamina. Penjualan tanker dinilai tidak merugikan negara.

"Permohonan kami dikabulkan MA," kata kuasa hukum PT Pertamina, Amir Syamsuddin, saat berbincang dengan VIVAnews, Jumat 9 Januari 2009. "MA menyatakan putusan KPPU batal dengan segala akibat hukumnya."

Putusan ini sebenarnya sudah dibacakan sejak delapan bulan lalu, yakni 12 Mei 2008. "Namun kami baru menerima salinan putusan itu pada 7 Januari 2009," jelas Amir. Majelis PK yang memutus diketuai Atja Sondjaja, dengan anggota Mieke Komar dan Rehngena Purba.

Dalam pertimbangannya, Majelis membenarkan alasan-alasan PK para Pemohon, yakni PT Pertamina, Goldman Sach Pte, dan Frontline Ltd. Menurut hakim, divestasi dua tanker oleh Pertamina itu tidak terkait lagi dengan kewenangan Menteri Keuangan. Kewenangan itu telah dilimpahkan ke Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. "Mejelis menilai Pertamina sudah beralih menjadi persero, berarti seluruh asetnya tidak lagi menjadi aset negara," jelas Amir.

Mengenai penunjukan langsung Goldman Sach sebagai penasihat keuangan dan pengatur pelaksanaan tender, majelis menilai, tidak melanggar Undang-undang Larangan Praktik Monopoli. Menurut Amir, majelis PK beralasan bahwa pelaku usaha menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Penunjukan Frontline sebagai pemenang tender penjualan tanker, majelis PK juga menilai tidak melanggar Undang-undang Larangan Praktik Monopoli. Perusahaan yang berkedudukan di Bermuda Island ini sebagai penawar tertinggi, yaitu US$ 184 juta. Sementara dua penawar (bidder) lainnya, Essar Shipping Limited dan Overseas Shipping Group ternyata gagal, sekalipun telah diberi kesempatan. Majelis menilai penunjukan Frontline sebagai pemenang, tidak menimbulkan kerugian.

"Majelis menilai penjualan ini Pertamina menguntungkan US$ 54 juta," jelas Amir.

Beda Pendapat

Putusan PK ini ternyata tidak bulat. Hakim anggota Rehngena Purba mengajukan beda pendapat (dissenting opinion). Rehngena menilai alasan-alasan pemohon PK tidak dapat dibenarkan. "Putusan (kasasi) sudah tepat dan tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan," jelas Amir.

Menurut Rehngena, pengalihan status Pertamina menjadi persero tidak mengubah status aset perusahaan tersebut. Untuk melepaskan aset, Pertamina harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan. Rehngena juga melihat adanya persengkongkolan antara Pertamina dan Goldman Sach. Penunjukan Goldman Sachs tersebut dengan alasan mempunyai kredibilitas internasional, menurut Rehngena bukan alasan pembenar.

Rehngena juga menilai penunjukan Frontline melanggar asas keterbukaan. Menurut Rehngena terdapat benturan kepentingan antara Goldman Sach dan Frontline, yakni Goldman memiliki saham di Frontline.

Mutia Ayu Cerita Kedekatan Sang Putri dengan Marthino Lio Pemeran Glenn Fredly
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) perdana kunjungan ke IKN

Jokowi Minta AHY Selesaikan 2.086 Hektar Lahan Bermasalah di IKN Tanpa Ada Korban

enteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap 2.086 hektar tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) masih bermasalah. Lahan itu, kata dia, masih ditempati oleh masya

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024