VIVAnews – DUA pekan sudah Israel merudal Palestina di Jalur Gaza. Ratusan orang tewas dan ribuan terluka. Menurut laporan media massa manca negara, Gaza dan sekitarnya sudah seperti kota mati—sambungan listrik putus, penduduk terancam kelaparan. Kecaman datang dari segala penjuru. Mayoritas masyarakat internasional tidak habis pikir atas aksi militer Israel sejak 27 Desember lalu itu. Apa sebenarnya yang bikin mereka mengamuk sedemikian rupa?
Jawaban resmi: Tel Aviv sudah tak tahan lagi dengan manuver Hamas, yang mereka tuduh rutin menghujani penduduk di selatan Israel dengan roket rakitan al-Qasam, roket Grad, dan mortir. “Operasi militer ini punya tiga tujuan: menghadapi Hamas dengan pukulan telak, mengubah situasi secara fundamental di Gaza, dan menghentikan secara total serangan roket atas warga Israel,” kata Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak, seperti dikutip harian Yediot Aharonot.
Itu alasan resmi. Tapi momentum memang lagi terbuka lebar. Perjanjian gencatan senjata dengan Hamas—yang diprakarsai Mesir pada Juni 2008—sudah tidak lagi berlaku sejak Desember 2008. Dan Israel tidak menyia-nyiakannya.
Saat dimulainya serangan itu sendiri terbilang mengejutkan. Israel sengaja merancang serangan mirip “Shock and Awe” yang dilancarkan Amerika Serikat ke Irak pada 2003. Arsitek aksi militer ini Menteri Pertahanan Ehud Barak. Setelah memutuskan menggelar kampanye militer, Jumat malam, 26 Desember 2009, Barak tampil di suatu program talkshow televisi dan meniupkan disinformasi. Seperti diungkapkan wartawan senior Israel Ron Ben-Yishai kepada Koran New York Times, saat itu Barak bilang serangan akan dimulai beberapa hari lagi. Nyatanya, beberapa jam kemudian pada Sabtu pagi 27 Desember —saat umat Yahudi menunaikan ibadah Hari Sabat— pesawat-pesawat tempur Israel menderu di langit dan membombardir Jalur Gaza.
Menimbang intensitas dan skalanya yang cukup besar, serangan Israel ini dipercaya banyak pengamat bukan sekadar untuk membalas serangan roket Hamas. Bukan pula guna memberi pelajaran kepada kelompok perjuangan Palestina tersebut.
Sejumlah pakar yakin aksi militer bersandi “Cast Lead” itu merupakan cara Israel mengembalikan harga diri mereka di tengah kepungan negara-negara Arab. Selama ini Israel merasa begitu dilecehkan musuh-musuh mereka setelah kalah perang melawan Hisbullah di Lebanon pada 2006.
Saat itu Israel habis-habisan menggempur basis Hisbullah di selatan Lebanon setelah dua tentara mereka diculik kelompok dukungan Iran tersebut. Kendati unggul dalam jumlah dan teknologi persenjataan, aksi militer selama 34 hari tersebut tak menghasilkan apa-apa bagi Israel selain balasan ribuan roket Hisbullah.
Digempur habis, dua prajurit Israel tak kunjung bebas. Hisbullah pun mendeklarasikan kemenangan saat perang terhenti gencatan senjata. Hasilnya, posisi politik mereka malah makin kukuh di Lebanon.
Dan harga diri Israel kian tercabik-cabik setelah dihujani roket Hamas.
Mark Heller, pakar pertahanan dari Universitas Tel Aviv, menilai Israel sudah tak tahan lagi dipandang sebagai macan ompong. “Sebelum ini mereka (bangsa Arab) tidak mau macam-macam dengan Israel karena khawatir akan konsekuensinya,” demikian ditulis Heller di New York Times, “Kini kawasan Timur Tengah penuh dengan retorika provokatif bahwa Israel cuma macan kertas.”
Selain soal harga diri itu, Jalur Gaza juga dilihat banyak pengamat tengah dijadikan ajang bagi berbagai kekuatan politik di Israel untuk memobilisasi dukungan menjelang pemilihan umum Februari mendatang. Para politisi begitu bersemangat mengobarkan sentimen nasionalisme untuk mendongkrak popularitas mereka.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi, termasuk yang mencium gelagat itu. Menurut Mehdawi, sudah jadi semacam pola bahwa tiap kali menjelang pemilu digelar atau saat Israel diguncang konflik politik domestik, rakyat Palestina dijadikan sasaran tembak demi meraih simpati rakyat. “Kami adalah sasaran empuk agar mereka bisa menunjukkan kekuatan otot mereka,” kata Mehdawi dalam wawancara khusus dengan VIVAnews, beberapa waktu lalu.
Israel kini terbagi atas tiga kekuatan politik: Partai Kadima, Partai Buruh, dan Partai Likud yang konservatif. Partai Kadima dan Buruh berkoalisi dalam pemerintahan —di mana para pemimpin duduk di kabinet. Ketua Partai Kadima, Tzipi Livni, adalah menteri luar negeri merangkap deputi perdana menteri, sedangkan Menteri Pertahanan dan Deputi Perdana Menteri Ehud Barak adalah pemimpin Partai Buruh. Kubu oposisi kini dimotori Partai Likud yang diketuai mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Perdana Menteri Ehud Olmert punya motif tersendiri. Sejak terjungkal dari puncak kekuasaan Partai Kadima karena skandal korupsi, mustahil bagi Olmert untuk terus duduk di kursi perdana menteri sekalipun partainya menang di pemilu mendatang. Meski demikian, Olmert sedang mati-matian berupaya membersihkan aib di mata rakyat Israel. Dia tak mau mengulang kesalahannya dua tahun lalu saat memerintahkan serangan ke Lebanon itu yang berakhir dengan kekalahan memalukan. “Kampanye militer ini perlu waktu dan kesabaran yang besar,” kata Olmert kepada Harian Yediot Aharonot.
Gaza juga jadi arena bagi Livni untuk unjuk gigi kepada massa pendukung Kadima dan rakyat Israel. Kendati dikenal sebagai politisi moderat yang mendukung konsesi wilayah Palestina melalui pendekatan “Solusi Dua Negara,” Livni berupaya membuktikan bahwa dia bisa setegas mentornya, Ariel Sharon. Apalagi, Livni berambisi membentuk pemerintahan tunggal Partai Kadima, tanpa perlu menggalang koalisi dengan partai lain.
Meski demikian ambisi Livni itu bisa terjegal meroketnya popularitas tokoh kunci aksi militer Israel, Menteri Pertahanan Ehud Barak. Sementara ini, Barak dinilai sukses. Rival politiknya bahkan tak ragu melontarkan pujian terhadap mantan perdana menteri ini. “Barak telah membuktikan dirinya di operasi ini sebagai orang yang tahu bagaimana mengerjakan tugasnya,” kata Shlomo Sarur, politisi senior Partai Likud. Bila aksi militer ini berhasil, Barak punya kapital politik yang besar untuk meraih ambisinya untuk kembali memimpin Israel.
Perang ini pun menyediakan peluang buat Benjamin Netanyahu, pemimpin Likud—partai garis keras yang dikenal sulit berkompromi dengan Palestina, bahkan dengan kelompok moderat Fatah sekalipun. Sejumlah pengamat telah mewanti-wanti, bila kekalahan di Lebanon terulang, bukan tak mungkin Likud bakal kembali ke tampuk kekuasaan.
Gejala itu sudah terlihat dari sejumlah jajak pendapat di Israel, Oktober lalu. Partai Kadima diproyeksikan harus berjuang keras untuk mempertahankan 30 dari total 120 kursi di parlemen. Sebaliknya, perolehan kursi Likud diprediksi bisa melonjak dari 12 menjadi 28 kursi. Bahkan, bila pemilu parlemen digelar akhir 2008, Likud bisa menang atau setidaknya memaksa Kadima untuk berkoalisi.
Seperti dikatakan oleh Carl von Clausewitz, seorang pemikir militer Prusia, “Perang tak lebih dari kepanjangan tangan politik dalam bentuknya yang lain.”
VIVA.co.id
23 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni menghadiri rapat paripurna DPRD Provinsi Sumsel yang dipimpin Ketua DPRD Anita Noeringhati.
Menurut Ahmad Ali, kedatangannya menemui Prabowo tidak mewakili siapapun, termasuk Nasdem.
Punya Kekuatan Perang Nabi Muhammad, Ini Rudal Iran yang Bikin Israel Ciut
Militer Internasional
4 menit lalu
Rudal ini ditembakkan Iran saat menyerang Isral pekan lalu.
Upacara Laporan Korps Kenaikan Pangkat dipimpin oleh Kasum TNI Letjen TNI Bambang Ismawan
Usai Ditangkap Polisi, TikToker Galih Loss Minta Maaf, Janji Tak Buat Konten Serupa
Kriminal
14 menit lalu
Galih Loss berjanji bakal membuat konten lain yang lebih bermanfaat ke depannya.
Di Amerika Serikat, Sri Mulyani Bertemu CEO MCC Bahas Transportasi Publik di RI
Bisnis
17 menit lalu
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bertemu dengan Chief Executive Officer (CEO) Millenium Challenge Cooperation (MCC), Alice Albright disela-sela kegiatannya di AS.
Terpopuler
Delapan tim yang lolos ke perempat final Piala Asia U-23 telah dipastikan. Thailand U-23 yang awalnya digadang-gadang bisa melaju malah harus gigit jari.
Konsep terjadinya Perang Dunia 3 sering kali muncul dalam konteks ketegangan geopolitik, rivalitas militer antara negara-negara besar, dan konflik. Berikut negara siap PD
Houthi: Arab Saudi Ingin Hapus Ayat Al Quran dari Buku Pelajaran untuk Menenangkan Tuntutan Zionis
Dunia
23 Apr 2024
Pemimpin Houthi Yaman, Abdul-Malik al-Houthi baru saja mengeluarkan pernyataan yang cukup kontroversi.
Iwan Bule Bingung Usai Timnas Indonesia U-23 ke Babak 8 Besar : Itu Shin Tae-yong atau Pep Guardiola
Liga Indonesia
23 Apr 2024
Mantan Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan atau yang akrab disapa Iwan Bule, ikut merayakan keberhasilan Timnas Indonesia U-23 lolos ke babak 8 besar Piala Asia U-23 2024.
Sempurna, Rudal Iran Mampu Hancurkan Jet-jet Tempur Siluman Amerika
Militer Internasional
23 Apr 2024
Rudal ini bahkan diklaim lebih canggih dari S-300 Rusia dan Patriot Amerika.
Selengkapnya
VIVA Networks
Untuk mempermudah pengguna Suzuki Jimny 5 pintu melakukan modifikasi, PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) menawarkan obat ganteng, atau aksesori pabrikan untuk Jimny 5 pintu
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Ramalan Zodiak Keuangan 24 April 2024, Cancer, Libra dan Pisces Waspada dan Bijak!
IntipSeleb
sekitar 1 jam lalu
Besok adalah hari yang penuh dengan potensi dan peluang dalam hal keuangan. Yuk, kita lihat apa yang dikatakan oleh bintang-bintang dalam ramalan zodiak keuangan.
Pamer Foto Bareng, King Nassar dan Irish Bella Ramai Dijodohkan Netizen
JagoDangdut
sekitar 1 jam lalu
Penyanyi dangdut, King Nassar menghebohkan publik dengan unggahannya di Instagram pribadinya. Ia terlihat menghadiri perayaan ulang tahun ke-28 aktris Irish Bella.
Selengkapnya
Isu Terkini