Rizal Ramli Minta Kontrak Natuna Dibatalkan

VIVAnews -Pengamat ekonomi Rizal Ramli menghimbau Menteri Pertambangan dan Energi, Purnomo Yusgiantoro, membatalkan kontrak ExxonMobil atas Natuna, atau minimal bersikap standstill – tidak mengambil keputusan apapun – sampai terbentuk pemerintahan baru pada akhir 2009 nanti.

“Bagi Exxon, yang penting di laporan keuangannya ada bukti cadangan (proven reserve) yang bernilai tinggi di Natuna, sehingga saham Exxon pun naik,” ujar Rizal dalam diskusi “Hentikan Kebohongan di Blok Natuna D-Alpha” yang digelar KPK-N (Komite Penyelamat Kekayaan Negara) di Gedung Nusantara V DPD RI, 12 Januari 2009.

Ironisnya, lanjut Rizal, selama ini Exxon tidak mengerjakan apa-apa di Natuna.  Exxon yang telah memegang kontrak Natuna sejak tahun 1980 – melalui perpanjangan kontrak selama 20 tahun pada 1985 – sampai 2005, tak kunjung membuat Natuna berproduksi.  “Kapan Natuna akan dieksploitasi tidak diputuskan oleh Indonesia, melainkan oleh kantor pusat Exxon yang terlebih dulu memilih-milih prioritas eksploitasi,” tutur Rizal yang merupakan penasehat KPK-N.

Sampai saat ini Exxon mendahulukan eksploitasi gas di wilayah lain, termasuk di luar Indonesia, sedangkan Blok Natuna diposisikan sebagai cadangan.  Dengan demikian, kekayaan alam Natuna yang potensial tersebut tidak dapat digunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat Indonesia.

Senada, Koordinator KPK-N Marwan Batubara mengingatkan pemerintah bahwa Blok Natuna D-Alpha merupakan aset strategis bagi negara.  Area tersebut saat ini tercatat sebagai salah satu cadangan gas terbesar di dunia dengan total potensi gas hingga 222 triliun kaki kubik.  Dengan potensi sebesar itu, nilai Natuna dapat mencapai Rp 3.350 triliun.

Selain kandungannya yang berharga, posisi geogragis Natuna tidak kalah menariknya.  Letak Natuna hanya berjarak sekitar 1.100 km dari Jakarta dan 200 km dari Singapura.  Posisi ini membuat Natuna sangat strategis untuk memasok kebutuhan gas bagi Pulau Jawa – yang membutuhkan gas dalam jumlah besar pasca kebijakan konversi energi dari minyak tanah ke gas – dan negara-negara sekitar seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Cina, Jepang, dan Korea.

Karena itulah, KPK-N menuntut pemerintah agar menunjuk Pertamina sebagai pengelola Natuna D-Alpha melalui sebuah keputusan resmi yang berkekuatan hukum.  Penunjukkan Pertamina dianggap penting agar Natuna dapat menyumbang pemasukan bagi keuangan negara, sekaligus menjamin pasokan gas bagi pasar dalam negeri.  Hal itu juga penting bagi pengembangan Pertamina sebagai BUMN di masa mendatang.

Sebenarnya kontrak Exxon atas Natuna sudah harus berakhir terhitung 9 Januari 2005, karena Exxon tidak mengajukan program pengembangan lapangan (plan of development) seperti yang diwajibkan dalam kontrak.  Menteri ESDM pun telah mengeluarkan surat bernomor 514/BP00000/2006-SO tertanggal 8 Desember 2006 yang menetapkan berakhirnya kontrak pengelolaan Blok Natuna oleh Exxon.  Lebih lanjut, pada akhir Desember 2008, Menteri ESDM bahkan menegaskan Blok Natuna adalah milik nasional sehingga akan diambil oleh pemerintah untuk kemudian diserahkan kepada Pertamina.

“Nyatanya berbagai ketetapan tersebut tidak diimplementasikan secara konsisten dan konkret di lapangan” tukas Marwan.  Departemen ESDM tidak pernah mengeluarkan surat terminasi kontrak secara resmi kepada Exxon.  Pemerintah seolah membiarkan ketidakjelasan status hukum Blok Natuna, sehingga polemik terus berlangsung.

Penasehat KPK-N lainnya, Amien Rais, menghimbau pemerintah supaya jangan bersikap plin plan terkait silang sengketa Natuna, agar tidak seperti pameo most of the governments lie and nothing they said should be believed.  “Carut marut statement pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah selama ini kurang lebih telah tidak jujur kepada rakyat,” ujar Amien.

Oleh karena itu KPK-N menuntut ketegasan dan konsistensi sikap pemerintah dalam menyelesaikan sengketa Blok Natuna, dengan membuka isi kontrak Nantuna D-Alpha antara pemerintah dan ExxonMobil secara transparan kepada publik, guna menjelaskan status hukum Natuna yang sesungguhnya.

KPK-N juga menuntut pemerintah agar menerbitkan surat terminasi kontrak Exxon di Natuna secara resmi, menunjuk Pertamina sebagai pengelola Natuna, serta melibatkan BUMD dan swasta nasional dalam pengelolaan Natuna bersama Pertamina di masa mendatang.  “Ini sebagai bentuk keberpihakan pemerintah pada pengembangan industri migas nasional,” jelas Marwan.

Kemnaker Imbau Hari Ini Menjadi Hari Terakhir Layanan Posko THR
Ilustrasi bunuh diri.

Selebgram Meli Joker Sayat Tubuh dengan Cutter Sebelum Gantung Diri?

Sebelumnya diberitakan, Selebgram Meli Joker atau yang memiliki nama asli Fitri Meliana sempat bertengkar dengan kekasihnya sebelum tewas bunuh diri.

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024