Ekonom: Defisit Anggaran 2,5% Realistis

VIVAnews - Melebarnya defisit anggaran dari satu persen menjadi 2,5 persen dianggap ekonom Umar Juoro cukup realistis. Di saat krisis seperti ini, jangan Indonesia yang defisitnya membengkak, Amerika Serikat dan negara lainnya juga mengalami defisit yang cukup besar.

"Dari dulu saya sarankan agar dalam masa krisis ini defisit tidak hanya satu persen," ujar Umar di Kantor Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat, 16 Januari 2009.  Soal bagaimana pemenuhan pembiayaan, kata dia, pemerintah bisa mengalokasikannya dari pinjaman siaga dan penerbitan Surat Utang Negara (SUN).

Menurut Umar,  di saat  krisis memang harus disikapi dengan kondisi yang tidak biasa. "Thailand saja defisit tiga persen, Amerika
lebih lagi," katanya. Membengkaknya defisit bisa dipahami karena pemerintah tengah mengupayakan stimulus bagi sektor usaha.

Yang dipertanyakan Umar justru bagaimana cara pemerintah memberikan dana stimulus itu. "Saat ini saja program pembangunan infrastruktur dananya susah, yang urusan tanahlah, akuntabilitas, dan lain-lain, apalagi ini," ujarnya.

Sekadar diketahui melebarnya defisit membuat pemerintah harus mencari tambahan dana sebesar Rp 80 triliun untuk menutupi lubang tersebut. Sebelumnya dengan defisit satu persen, dibutuhkan dana Rp 54 triliun.

Dalam perubahan struktur APBN, selain defisit yang melebar, sejumlah asumsi dasar juga diubah menjadi lima persen untuk pertumbuhan, US$ 45/barel untuk rata-rata harga minyak Indonesia dan kurs Rp 11.000/US$.

Mumpung Ramadhan, Ammar Zoni Banyak Berdoa Agar Segera Bebas dari Penjara

Stimulus

Terkait stimulus yang dikucurkan pemerintah dalam bentuk keringanan pajak bagi dunia usaha, Umar mengusulkan agar stimulus ini diberikan ke pokok persoalan sehingga tepat sasaran. "Bentuknya bisa dalam bentuk bunga saja seperti KPR biar masyarakat langsung bisa merasakan," ujarnya.

Asumsi Umar dengan mempercayakan ke bank, maka pihak bank dengan mudah bisa menyeleksi siapa saja yang berhak mendapatkan stimulus tersebut. Kemudian tinggal menentukan, bagaimana caranya pemerintah bisa menemukan mekanisme penyaluran yang baik ke bank.

Cara tersebut jugabisa diterapkan untuk pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan barang pokok. "Bantuan Langsung Tunai sudah bagus kalau bisa diperpanjang hingga setahun penuh agar orang-orang miskin itu bisa terbantu," katanya.

Namun stimulus dalam bentuk penurunan Tarif Dasar Listrik pun dianggapnya sudah tepat sasaran. Penurunan tarif tidak hanya akan berdampak ke industri tapi juga ke rumah tangga.

Hanya saja persoalannya, stimulus dengan cara ini membutuhkan waktu lama akibat minimnya infrastruktur. Pemerintah perlu fokus terlebih dahulu dalam pembenahan infrastruktur listrik dan ini akan membutuhkan dana yang besar. "Karena kita tahu, untuk pasokan listrik ini kita benar-benar kekurangan," ujarnya.

Park Serpong Jadi Lokasi Bukber Dispar Banten, Intip Potensi Bisnis dan Kontribusinya ke Daerah
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi/Realisasi Investasi.

BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 1,36 Triliun

Bank Indonesia (BI) mencatat, aliran modal asing keluar atau capital outflow dari dalam negeri pada pekan keempat Maret 2024 mencapai Rp 1,36 triliun.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024