Masyarakat Sumut Tolak Komersialisasi Satwa

VIVAnews - Masyarakat aktivis konservasi lingkungan di Sumatera Utara menolak rencana Departemen Kehutanan memberi peluang kepada masyarakat, untuk memelihara satwa langka dengan hanya membayar uang jaminan senilai Rp 1 milliar.

Ketua Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sofyan Tan mengatakan rencana pemberian peluang kepemilikan atas satwa dilindungi, cukup dengan hanya membayar uang jaminan senilai Rp 1 miliar, bertentangan dengan sejumlah perundang-undangan yang berlaku hingga sejumlah kesepakatan internasional yang pernah dilakukan.

"Kami tegas menolak rencana jual beli satwa ini oleh pemerintah mengingat satwa-satwa langka tersebut sudah sangat terbatas jumlahnya,” kata Sofyan Tan, Jumat 7 November 2008 saat ditemui VIVAnews.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan YEL, saat ini populasi satwa langka seperti halnya orangutan Sumatera jumlahnya tidak lebih dari 7000 ekor. Sedangkan untuk Harimau, hanya tercatat populasi yang tersisa sekitar 300 ekor.

Bila kemudian rencana Departemen Kehutanan ini jadi terealisasi melalui terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan, dipastikan populasi satwa liar dilindungi ini akan terus mengalami penurunan.

Sofyan Tan lebih sepakat, bila yang diberlakukan oleh Departemen Kehutanan RI berupa adopsi satwa. Masyarakat dapat mengadopsi, dengan memberi bantuan perawatan dan pemeliharaan satwa-satwa sitaan tanpa harus membawa pulang satwa tersebut.

Sistem adopsi satwa ini sudah dilakukan di Balai Karantina Orangutan Sibolangit, Deliserdang dan Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang. Di tempat tersebut, seluruh satwa sitaan seperti halnya orangutan dilatih untuk dapat dikembalikan ke habitatnya.

"Namun selama proses ini, orangutan membutuhkan pasokan makanan dengan biaya cukup besar. Hingga akhirny satwa-satwa ini siap dikembalikan ke hutan," jelas dia.

Selain itu, pemberian peluang kepemilikan satwa dengan membayar uang jaminan kepada negara Rp 1 milliar, sama halnya dengan melegalkan praktek perburuan. Sementara dengan hilangnya satwa-satwa liar ini dari hutan, menjadikan hutan dan biodiversity  di dalamnya semakin gampang rusak. Akibat hilangnya siklus makanan dan perkembangbiakan habitat di dalamnya.

Di sisi lain, Dirjend Pusat Hutan Konservasi Alam Departemen Kehutanan RI, Darori menyebutkan rencana ini sudah sesuai dengan Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.

Dengan diberlakukannya sistem ini, diharapkan dana yang terhimpun dapat dijadikan pendukung upaya konservasi atas sumber daya alam yang ada.

Legenda Sepakbola Brasil Romario Umumkan Comeback di Usia 58 Tahun

"Bagi masyarakat yang mampu membayar tersebut, juga diberi hak untuk dapat menjual kembali anak dari satwa yang telah dijaminnya itu," jelas Darori.

Laporan: Jalaluddin Ibrahim/ Medan

 Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Yuddy Chrisnandi

Yuddy: Sikap Prabowo Tunjukkan Kepekaan atas Kondisi Geopolitik

Menpan RB periode 2014-2016 itu pun menilai, bahwa ada arahan dari Prabowo Subianto yang meminta agar para pendukungnya membatalkan aksi turun ke jalan di depan gedung MK

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024