Kasus Sisminbakum

Terusik Situs Badan Hukum

VIVAnews - PENSIUN dari jabatan Menteri Sekretaris Negara ternyata tidak menamatkan karir politik seorang Yusril Ihza Mahendra.

Bahkan, menteri di tiga presiden--Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono—tersebut sedang memasang kuda-kuda untuk ikut balapan pada Pemilu 2009 melalui Partai Bulan Bintang.

Namun, untuk pekan-pekan mendatang Yusril tampaknya harus membagi konsentrasi persiapannya menuju RI-1 dengan urusan lain. “Saya dibikin repot, supaya tidak kampanye calon presiden,” ujarnya, Rabu, 12 November.

Perkara yang bakal merepotkan Yusril berkaitan dengan proyek sistem administrasi badan hukum milik Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia secara online.  Proyek yang dikenal dengan nama Sisminbakum (Sistem Administrasi Badan Hukum) itu digagas dan dilaksanakan ketika ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tahun 2000.

Masalahnya, Kejaksaan Agung menemukan indikasi korupsi pada proyek tersebut. Kejaksaan menengarai terjadi penyelewengan dana Rp 400 miliar pada  proyek yang beralamat di www.sisminbakum.com tersebut. Nama Yusril ikut terseret dalam kasus ini dan kejaksaan menjadwalkan pemeriksaannya pada Selasa, 18 November, pekan depan.

Bagi kejaksaan keterangan dari Yusril penting. karena surat keputusannya--saat menjadi Menteri Kehakiman--yang membidani lahirnya proyek tersebut.

"Memang saya yang bikin," katanya. "Di situ semuanya," katanya sambil menunjuk map merah dekat asbak di meja ruang kerjanya.

Proyek itu penting, jelas Yusril, karena mempermudah para notaris ketika proses pengesahan pendirian perusahaan. Jika memakai cara manual waktu yang dibutuhkan enam bulan. Dengan sistem online, hanya membutuhkan  tiga hari.

Rencana itu ia wujudkan dengan cara menunjuk langsung PT Sarana Rekatama Dinamika sebagai pelaksana proyek bermitra dengan Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman. Penunjukan langsung itu dilakukan Yusril dalam kapasitasnya sebagai Pembina Koperasi Pengayoman. "Perusahaan itu yang mengajukan bawahan saya, ada beberapa yang kami saring," katanya.

Menurut Yusril, penggunaan mitra swasta itu karena pertimbangan keuangan negara. "Biayanya mencapai Rp 40 miliar, sedangkan uang departemen cuma ada Rp 585 miliar per tahun," katanya.

Angka inilah, yang menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendi, janggal. Sebab, berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan kejaksaan maupun pengakuan dari penyusun program Sisminbakum, nilai alat dan biaya pembuatan program cuma Rp 500 juta. “Angka itu asalnya dari mana. Dan kalau cuma butuh Rp 500 juta mengapa tidak pakai dana anggaran negara saja?”
Marwan menambahkan, “Tujuan awalnya itu kan untuk menghindari kolusi, korupsi dan sebagainya.“

Bau tak sedap proyek Sisminbakum tak hanya meruap dari kejanggalan nilai pembuatannya, tapi juga dari soal komposisi bagi hasil pendapatan dari sistem tersebut. “Sangat miring,” kata Andi Mattalatta, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Komposisinya, dia melanjutkan, 90 persen untuk Sarana Rekatama, sedangkan Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen hanya mendapat jatah 10 persen.  Menurut perjanjian jangka waktu bagi hasil ini akan berlangsung hingga 2010. Setelahnya, jatah koperasi baru bisa naik menjadi 15 persen.  “Itu jauh banget selisihnya. Saya dengar yang masuk ke koperasi malah  dipecah dua lagi.”

Sebagian memang masuk koperasi, Andi melanjutkan, “Sisanya masuk kantong pejabat.”

*

Kondisi seperti itu tak terusik hingga tiga menteri berganti. Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang sekarang Andi Mattalatta mengaku baru belakangan ini mengetahui ada praktek seperti itu.
Dia terkejut ketika Muladi, Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional, menanyakan kasus korupsi Sisminbakum.  "Pertanyaan itu muncul dalam rapat kabinet pada 6 Oktober 2008," kata Mattalatta.

Kabar serupa juga datang dari Jaksa Agung Hendarman Supandji.  Mattalatta minta diusut tuntas. "Jangan setengah-setengah," katanya. Sebab, dia mendengar kejaksaan juga pernah mengusut kasus itu pada 2002.
Dia tidak mengetahui mengapa tak berlanjut. "Jangan buka tutup begitu."

Kejaksaan kemudian mulai mengusut lagi kasus ini pada 13 Oktober 2008. Lembaga tersebut menduga uang negara yang menguap dalam kasus ini mencapai Rp 400 miliar.  Angka merupakan bagian dari pendapatan Sisminbakum selama tujuh tahun senilai total Rp 2.1 triliun—dengan asumsi setiap bulan duit yang masuk Rp 25 miliar—yang tidak jelas pertanggungjawabannya.

Bukti lain yang dikantongi kejaksaan adalah hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang menyebutkan sejak 1 Januari 2001 hingga 30 September 2008, ada dana Rp 80,784 miliar yang tidak masuk kas negara.

Berdasarkan bukti-bukti itulah sejumlah pegawai Departemen Hukum silih berganti diperiksa, di antaranya Ketua Umum Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Hukum dan HAM, Ali Amran Djanah.

Bahkan, pada 24 Oktober 2008, penyidik menggeledah dan menyita sejumlah dokumen dari Departemen Hukum dan HAM.  Empat hari berselang penyidik menetapkan dua tersangka, yaitu mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Zulkarnaen Yunus dan penerusnya Syamsudin Manan Sinaga. Lalu, pada 30 Oktober 2008, giliran Romli Atmasasmita, Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum, yang menjadi tersangka.  Awal November ketiganya masuk tahanan.

Mereka semua, kata Marwan, menunjuk Yusril yang bertanggung jawab terhadap kasus ini. “Jadi kalau Yusril mau marah ya…ke mereka.”

Romli tak menampik Marwan. "Yang menunjuk pengusaha itu menteri. Dirjen itu urusan teknis," kata Romli. "Setelah ditunjuk, baru dia (Sarana Rekatama) datang ke Dirjen menanyakan mana nih pekerjaan."

Namun, Romli melanjutkan, jika kejaksaan mempermasalahkan nilai bagi hasil yang hanya 10 persen (jatah koperasi). “Mengapa yang 90 persen (bagian Sarana Rekatama) tak dipermasalahkan. Kenapa tidak keseluruhannya dipersoalkan?"

*

Sejauh ini kejaksaan memang baru menetapkan tiga tersangka dari Departemen Hukum dan HAM. Sedangkan pemimpin Sarana Rekatama, yaitu Direktur Utama Yohannes Waworuntu, Bambang Rudianto Tanoesoedibjo, Hartono Tanoesoedibjo dan dua petinggi Sarana Rekatama lainnya baru dimintai keterangan sebagai saksi. Mereka tak satupun yang bersedia dimintai keterangan kepada wartawan.

Ketika keluar dari ruang pemeriksaan  11 November 2008, Hartono yang diperiksa sembilan jam menutup mukanya ketika bertemu wartawan. Yohanes Waworuntu juga tutup mulut. Apakah mereka juga akan jadi tersangka? "Nanti kami buktikan. Semuanya dapat tanda tangan," kata Marwan.

Selain itu, kejaksaan juga bakal memeriksa para istri pejabat yang diduga menerima kucuran uang dari sini. Sejumlah guru besar juga tak luput dari pemeriksaan jaksa. "Nanti akan kami buktikan siapa saja yang terlibat dalam kasus ini. Banyak orang besar di sini," kata Marwan.

Apakah salah satunya Yusril? Marwan kembali lagi mengatakan bahwa semua tersangka menumpahkan persoalannya ke Yusril. “Kalau nanti ada indikasi keterlibatannya, ya…hukum ya hukum. Kita bicara hukum.”

Dengan banyaknya telunjuk yang mengarah kedirinya,  Yusril tampaknya harus bekerja keras mematahkan semua tudingan itu dan sekaligus untuk melempangkan jalannya berkampanye menjadi RI-1.

Paket Promo ke Destinasi Wisata Dunia Bisa Dapat Diskon Rp 12 Juta, Simak!
Ketua Fraksi Demokrat di DPR Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas

Ibas Harap Prabowo-Gibran Penuhi Janji Politik saat Kampanye

Politisi yang akrab disapa Ibas, itu menyatakan siap bersinergi dan berkolaborasi, dalam pembangunan demi kesejahteraan rakyat. Transisi pemerintahan harus berjalan baik.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024