Susilo Bambang Yudhoyono

Soal Popularitas SBY Rajanya

"Saya ingin melanjutkan kerja demi pembangunan bangsa dan negara untuk 5 tahun lagi. Namun belum saatnya sekarang saya mengumumkan, tapi nanti! Nanti setelah Pemilihan Presiden 2009 resmi digelar."

Itulah pidato Susilo Bambang Yudhoyono di depan ratusan kader Partai Demokrat di arena Pekan Raya Jakarta, Minggu, 19 Oktober 2008, malam. Sang Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat memberikan isyarat, bersedia maju kembali dalam Pemilihan Presiden 2009 mendatang.

Pidato Yudhoyono itu menjawab kegundahan Partai Demokrat yang sudah menyiapkan Yudhoyono sebagai calon presiden 2009. Juga kegundahan sejumlah Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar yang dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pekan lalu, berniat mengusung  duet  Yudhoyono dan Jusuf Kalla untuk kedua kalinya.

Popularitas pria kelahiran Pacitan, 9 September 1949, mulai menanjak setelah menjadi Menteri Pertambangan dan Energi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Setelah dipindah ke kursi Menteri Koordinator bidang Politik, Sosial dan Keamanan, menggantikan Jenderal Purnawirawan Wiranto, popularitas menantu almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi itu kian berkibar. Saat menjadi Menteri Kordinator bidang Politik, Sosial dan Keamanan ini, sikap Yudhoyono benar-benar diuji. Dialah yang memegang mandat Dekrit Presiden yang dikeluarkan Abdurrahman Wahid  --yang isinya membubarkan  Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyarawatan Rakyat dan Golkar.  Yudhoyono memilih menyimpan dekrit itu di laci meja. Dan Abdurrahman Wahid kemudian yang terjungkal dari kursi presiden.

Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri kemudian naik menjadi Presiden. Yudhoyono mencoba maju menjadi wakil presiden. Gagal. Para wakil rakyat di Senayan lebih memilih Hamzah Haz. Namun Mega tetap memberikan kursi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada Yudhoyono. Selaku menteri, Yudhoyono tampil memikat kepada publik. Sang Presiden yang pelit berkomentar seakan tenggelam di balik penampilan sang menteri yang rajin menebar senyum itu. Diam-diam, terjadi persaingan di antara dua orang ini. Menjelang Pemilihan Presiden secara langsung untuk pertama kalinya, Yudhoyono mundur dari kursi menteri pada 11 Maret 2004. Yudhoyono mempersiapkan diri menjadi calon presiden, dengan kendaraannya, Partai Demokrat.

Partai Demokrat kemudian mempopulerkan nama Yudhoyono dengan SBY, singkatan dari Susilo Bambang Yudhoyono. Berpasangan dengan politisi Partai Golkar, Jusuf Kalla, Yudhoyono bertarung melawan  empat pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya. Yudhoyono-Kalla diajukan oleh tiga partai, yakni Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Pada putaran pertama, pasangan yang hanya dijagokan oleh 3 partai yang jika ditotal hanya memiliki 11 persen suara Pemilu, ini meraih suara terbesar:  39.838.184 suara atau 33,57 persen.

Terpopuler: TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Kecelakaan Bus di Tol hingga Pemuda Rusak Jembatan

Yudhoyono-Kalla harus bertarung di putaran kedua melawan presiden incumbent, Megawati, yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi. Partai pendukung pasangan Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional, mengalihkan suara ke Yudhoyono. Sementara Partai Golongan Karya yang jagoannya, Wiranto-Salahuddin Wahid, kalah, memberikan dukungan justru pada Megawati. Namun, lagi-lagi, Yudhoyono menang dengan total suara 69.266.350 atau 60,62 persen. Yudhoyono menjadi presiden pertama dalam sejarah Indonesia yang dipilih langsung oleh rakyat!

Selang satu bulan setelah menduduki kursi presiden, Yudhoyono dihadapkan dengan bencana alam gempa bumi yang menghentak Nabire, Papua, pada 26 November 2004. Sebulan setelah itu, gempa bumi dan bencana tsunami terbesar sepanjang sejarah Indonesia menghantam Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Sumatera Utara. Korban mencapai ratusan ribu nyawa. Indonesia berduka, dunia tersentak. Kepemimpinan lulusan terbaik Akademi Angkatan Bersenjata tahun 1973 itu menanggulangi bencana diuji. Di balik bencana mahadahsyatnya, tsunami membawa berkah karena mendamaikan bumi Serambi Makkah itu dari konflik berkepanjangan. Yudhoyono bersama Jusuf Kalla berhasil mendekati kombatan Aceh untuk duduk bersama di Helsinki membahas rute perdamaian. Lahirlah Memorandum of Understanding yang ditandatangani pihak Gerakan Aceh Merdeka dan Indonesia yang diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, Hamid Awaluddin. Nama Yudhoyono pun melambung di dunia internasional, dan sempat dinominasikan meraih Nobel Perdamaian.

Popularitas Yudhoyono mengalami pasang surut meski tetap tak terkalahkan oleh tokoh-tokoh lain yang dibuktikan oleh berbagai survei. Popularitas Yudhoyono sempat menyurut ketika menaikkan tarif bahan bakar minyak, listrik dan telepon pada tahun 2005. Kenaikan tarif ini diikuti program pemasyarakatan bahan bakar gas yang dipaksakan melalui pengurangan pasokan minyak tanah. Kritik bertubi-tubi menyerang Yudhoyono-Kalla. Namun Yudhoyono membalas kenaikan ini dengan mengucurkan bantuan langsung tunai pada masyarakat miskin.

Popularitas Yudhoyono kembali diuji ketika harga minyak dunia membumbung tinggi pada pertengahan 2008. Tak mau mengambil risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi, Yudhoyono kembali membuat keputusan tak populer dengan menaikkan harga minyak untuk kedua kalinya. Bantuan langsung tunai pun kembali dikucurkan untuk mengimbangi angka inflasi. Namun popularitas Yudhoyono keburu melorot tajam, dan tokoh politik seperti Wiranto memanfaatkannya. Wiranto menuduh Yudhoyono telah mengingkari janjinya untuk menaikkan lagi harga bahan bakar minyak. Namun serangan-serangan lawan-lawan politik ini tak bisa menggoyahkan keunggulan popularitas Yudhoyono atas lawan-lawan politiknya. Bahkan sejumlah Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar, dalam pandangan yang disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional, Sabtu, 18 Oktober 2008, lalu mengusulkan supaya pasangan Yudhoyono-Kalla dipertahankan untuk Pemilihan Presiden 2009.

Militer Intelektual

Sebelum berkarier di jalur sipil, Yudhoyono dikenal sebagai militer intelektual. Beberapa saat sebelum hasil final Pemilihan Presiden 2004 diumumkan, Yudhoyono masih mengikuti ujian mempertahankan disertasi doktoralnya di Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk bidang ekonomi pertanian. Gelar doktor Yudhoyono juga datang dari Webster University, Saint Louis, Amerika Serikat (AS) untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University, Bangkok, Thailand untuk ilmu politik.

Selama berkarier di militer, Yudhoyono paling menonjol di angkatannya. Lulusan terbaik angkatan 1973 Akademi Angkatan Bersenjatan, lalu disekolahkan ke Amerika Serikat mengikuti sekolah Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas. Yudhoyono sempat menyelesaikan jenjang strata 2 di Webster University. Yudhoyono yang kemudian beristrikan anak ketiga Jenderal Purnawirawan Sarwo Edhie, Kristiani Herrawati, itu juga belajar di American Language Course, Lackland, Texas (1976), Airbone and Ranger Course, Fort Benning 1976), Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning (1982-1983), dan On the Job Training di 82nd Airbone Division, Fort Bragg (1983). Yudhoyono juga merupakan lulusan terbaik di angkatannya saat belajar di Jungle Warfare School, Panama (1983), dan Antitank Weapon Course, di Belgia dan Jerman (1984).

Yudhoyono memiliki hobi membaca dan bermusik. Sebagai pembaca, Yudhoyono mengkoleksi belasan ribu buku dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Sebagai pemusik, Yudhoyono telah meluncurkan album ‘Rinduku Padamu’, sebuah album yang berisikan karya-karya pribadi Yudhoyono.

Di dalam kemiliteran, posisi puncak yang diraihnya adalah Kepala Staf bidang Teritorial (Kaster) di Markas Besar ABRI (yang kemudian berubah menjadi TNI) dengan menyandang pangkat jenderal bintang tiga (letnan jenderal). Sebelum menjabat sebagai Kaster, Yudhoyono sempat berkarier di MPR sebagai Ketua Fraksi ABRI (1998-1999). Di “lapangan”, posisi SBY terakhir adalah Kepala Staf Komando Daerah Militer Jakarta Raya dan Panglima Daerah Militer II/ Sriwijaya. Tugas internasionalnya antara lain Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina, sejak November 1995 sampai 1996 yang membuatnya akrab dengan Kofi Annan yang kemudian menjadi Sekjen PBB.

Dan sekarang, jejak Yudhoyono di ketentaraan diikuti anak pertamanya, Agus Harimurti Yudhoyono. Pulang berdinas dari Libanon sebagai anggota Kontingen Garuda pengawal perdamaian, Agus bertugas di Batalyon Lintas Udara Komando Strategis Angkatat Darat 305, Karawang, Jawa Barat. Putra kedua Yudhoyono, Edhie Baskoro, usai menamatkan studi ekonomi di Curtin University, Australia, memilih berpolitik, menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui Partai Demokrat untuk daerah pemilihan Jawa Timur VII pada nomor urut 3. Dan dinasti Yudhoyono ini baru saja bertambah ketika isteri Agus, Annisa Pohan, melahirkan Almira Tunggadewi Yudhoyono pada 17 Agustus 2008 lalu.

Hasil Lengkap Liga Europa: AC Milan Keok, Liverpool Hancur Lebur
Zodiak

Ramalan Zodiak Jumat 12 April 2024: Leo Mungkin Bertengkar dengan Pasangan

Ramalan zodiak Jumat, 12 April 2024. Leo mungkin bertengkar dengan pasangan. Hati-hati dengan reputasi kamu Aquarius. Pisces, hindari pikiran negatif.

img_title
VIVA.co.id
12 April 2024