Prediksi

Indeks Belum Percaya Diri

VIVAnews – Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada transaksi Kamis, 30 Oktober 2008, diperkirakan kurang percaya diri walau sudah berbalik arah menguat (rebound). Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang belum stabil menjadi perhatian utama pelaku pasar domestik saat ini.

Ford Fiesta Nekat Tembus Jalur Bromo, Berujung Tersangkut di Rawa

“Indeks akan berfluktuasi di kisaran batas bawah (support) 1.064 dan batas atas (resistance) di 1.239,” kata pengamat pasar modal David Cornelis kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu, 29 Oktober 2008.

Pada transaksi Rabu, indeks ditutup menguat tipis (rebound) 2,23 poin atau 0,2 persen ke level 1.113,62 dari perdagangan Selasa, 28 Oktober 2008, yang melemah 55,37 poin (4,75 persen) ke level 1.111,035

2 Transgender Thailand Mencari Pembebasan dari Dinas Wajib Militer

Di bursa regional, mayoritas indeks utama juga rebound. Indeks Nikkei 225 menguat 589,98 poin (7,74 persen) ke posisi 8.211,90 dan Hang Seng Index terangkat 105,78 poin atau 0,84 persen ke level 12.702,07.

Menurut David, indeks di BEI belum percaya diri untuk mengikuti perkembangan bursa global dan regional yang rata-rata mengalami pembalikan arah menguat dari perdagangan sebelumnya terkoreksi. Apalagi, secara teknis maupun fundamental indeks sudah siap memasuki level waktu yang tepat untuk membeli (time to buy). “Memang, yang masih menjadi perhatian adalah likuiditas yang kering di bursa,  sehingga pasar butuh pelumas untuk kembali menguat,” jelasnya.

BRI Cetak Laba Rp 15,98 Triliun di Kuartal I-2024, Penyaluran Kredit Tembus Rp 1.308 Triliun

Selain itu, tambah dia, perhatian pemodal terhadap rupiah yang sangat penting untuk mengembalikan rasa optimis dan percaya diri mereka untuk masuk kembali (re-entry the market) dan ekspektasi pemotongan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (fed fund rate/FFR) masih menjadi sentimen yang memengaruhi pergerakan indeks hari ini.

Dia mengatakan, bahayanya, bila pemain bursa Wall Street melepas sahamnya (take profit) akibat rencana pemangkasan FFR telah terfaktorkan (sell on news) di pasar dan kenaikan Dow Jones yang begitu bombastis hingga 10,88 persen pada Selasa, 28 Oktober 2008 waktu Amerika Serikat atau Rabu dini waktu Indonesia. “Jadi, kalau indeks menguat kembali tidak akan signifikan. Bahkan, kemungkinan konsolidasi dulu untuk membuat tahanan (support) periode selanjutnya,” ujar David.

Pada transaksi Rabu, 29 Oktober 2008 waktu Amerika Serikat (AS), atau Kamis dini hari waktu Indonesia, indeks Dow Jones melemah kembali ke level 8.990,96 atau turun 74,16 poin (0,82 persen).

Equity Capital Market Strategist PT Trimegah Securities Tbk Satrio Utomo juga berpendapat, indeks harga saham gabungan maupun bursa global dan regional belum bisa lepas dari pergerakan indeks Dow Jones. Sehingga, bila bursa Wall Street kembali terkoreksi diprediksi pasar saham lainnya mengikuti. “Tapi, kalau Dow Jones tidak minus 300 poin atau tembus ke level 9.300 yang mendorong penguatan ke kisaran 10.000-10.500, diperkirakan dapat menjadi pemicu naiknya bursa saham di seantero dunia,” jelasnya.

Sedangkan penurunan suku bunga The Fed, kata dia, sudah diantisipasi pelaku pasar dengan menguatnya indeks Dow Jones dan bursa regional pada perdagangan sebelumnya. Bahkan, pergerakan nilai tukar rupiah yang bergerak labil diprediksi bukan lagi menjadi faktor utama perhatian para pemain saham. Sebab, hal itu hanya bersifat kepercayaan. “Jadi, fokus utama adalah bursa Wall Street,” ujar Satrio.    

Rekomendasi Saham

David Cornelis merekomendasikan, akumulasi beli saham-saham yang mengagendakan pembelian kembali saham (buyback), termasuk saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) publik. “PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), PT Perusahaaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PT Semen Gresik Tbk (SMGR) masih boleh,” jelasnya.

Satrio Utomo juga menyarankan, koleksi saham-saham yang berencana buyback. Serta, saham berkapitalisasi pasar dan beraset besar seperti PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). “Pokoknya, saham-saham lapis dua dan tiga jangan dulu dilirik,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya