Judi & Enam Jenderal

Di Balik Tudingan 'Big Mango'

VIVAnews - ”SAYA tegaskan tidak ada perwira tinggi Polri yang membekingi judi. Tanggung jawab ada di saya,” Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri menegaskan pada sebuah konperensi pers yang digelar mendadak, Rabu kemarin, 3 Desember 2008. “Itu pernyataan Kapolri. Jangan dipelintir,” sekali lagi ia menandaskan.

Itu jelas bukan sembarang keterangan pers. Jenderal Hendarso didampingi tiga jenderalnya sekaligus: Inspektur Pengawasan Umum, Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani; Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan, Inspektur Jenderal Alantin Simanjuntak; dan Juru Bicara, Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira.

Usai merilis pernyataan, Jenderal Hendarso tak melayani pertanyaan wartawan. Ia bergegas pergi, kembali ke ruang kerjanya. Ada apa gerangan?



Suatu Kamis sore, 23 Oktober, hanya lima pekan sebelumnya di Pekanbaru, Riau. 

Sebelas pria mengepung sebuah ruko bernomor 108 di Jalan Tanjung Datuk Ujung, Pesisir, Kecamatan Lima Puluh. Seorang berpakaian sipil, lainnya berseragam brigadir mobil dari Kepolisian Daerah Riau. Sebuah truk polisi parkir di dekat mereka. Bangunan itu kusam catnya, dan tertutup rapat pintunya.

Pria tak berseragam itu, tak lain, adalah Kepala Kepolisian Daerah Riau, Brigadir Jenderal Hadiatmoko. Sejurus kemudian dia memberi komando agar anak buahnya menyerbu masuk. Di dalam, aparat membekuk 23 orang–11 di antaranya wanita—yang terkesiap seketika. Berjejalan sambil menunduk, mereka berjalan diapit polisi menuju truk. Warga sudah ramai datang menonton. “Selama ini toko itu tutup, ternyata banyak juga pegawainya,” celetuk seorang warga.

Kepada wartawan, Hadiatmoko menjelaskan ruko itu adalah pusat perjudian toto gelap di Sumatra. “Agennya tersebar hampir di seluruh Sumatra,” katanya, “Omsetnya Rp 3 miliar per hari.”

Sejumlah barang bukti disita dari sini, termasuk giro rekening bank. Identitas sang bandar judi diungkap Hadiatmoko. Dia lah Cindra Wijaya. Pria berusia 43 tahun yang biasa disapa Acin ini dikenal sebagai pengusaha real estat dan perkebunan sawit. Polisi menangkapnya di sebuah warung di Pekanbaru sehari sebelum penggerebekan. Kini dia meringkuk di tahanan. “Acin yang memberi tahu kami markasnya itu.”

Menurut Hadiatmoko perjudian di Riau hanyalah satu mata dari rantai judi gelap yang melilit pulau Sumatra dan dananya mengalir sampai ke Jakarta. 

Acin lancar “bernyanyi.” Kepada pemeriksa, demikian dijelaskan Hadiatmoko, Acin mengaku rutin menyetor upeti ke sejumlah polisi.  “Saya akui, anggota saya juga terlibat, bahkan sampai ke Mabes Polri. Wartawan juga kecipratan.” Hadiatmoko berterus-terang.

Aswin E Siregara, kuasa hukum Acin, menjelaskan kliennya tak menyangkal segala tuduhan polisi. Termasuk soal setoran rutin itu? “Wah, soal itu tanyakan saja ke Polda Riau,” Aswin buru-buru menyergah Hafiz Hasian, koresponden VIVAnews di Pekanbaru.

Nilai upeti tentu sulit dipastikan. Menurut cerita yang beredar di Riau, perwira menengah biasanya ada di kisaran Rp 35-50 juta, perwira tinggi bisa mencapai Rp 100 juta, adapun perwira pertama “cukup” Rp 2,5 juta saja. Soal ini, Hadiatmoko tak bersedia memberi penjelasan terbuka. Yang jelas, sebulan setelah penggerebekan, dia mencopot dua kepala kepolisian resor di wilayahnya.



Polisi menggerebek judi, itu cerita biasa. Yang tidak biasa adalah pernyataan yang dirilis setelahnya. Bunyinya: Ada perwira tinggi yang ditengarai terlibat mafia judi di Riau. Sudah begitu, tudingan itu datang langsung dari telunjuk seorang jenderal berbintang tiga yang disegani: Inspektur Pengawasan Umum, Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani—yang oleh teman-teman dekatnya akrab disapa ‘Big Mango’. Julukan ini diambil dari nama belakang Jenderal Manggabarani dan dikaitkan dengan perawakannya yang tinggi besar.

Dalam jumpa pers di Pangkalan Polisi Air, Tanjung Priok, Jakarta, 1 Desember lalu, Jenderal Manggabarani bahkan memberi indikasi samar kepada siapa telunjuknya mengarah. “Tiga mantan Kepala Polda dan tiga wakilnya,” kata mantan Kepala Polda Aceh dan Sulawesi Selatan ini.

Dia tak menyebut nama terang keenam jenderal tertuduh. “Ini sedang diproses, dari bawah terus ke atas,” ia menegaskan. “Jadi, kalau kalian cross check ke perwira-perwira tinggi itu, memang belum sampai ke sana pemeriksaannya. Itu nanti, terakhir.”

Di tempat yang sama, Kepala Divisi Profesi dan Pengaman Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Alantin Simanjuntak, menguatkan tudingan ‘Big Mango.’ Malah, Alantin mengungkap kasus ini dengan lebih terang. Dia menyebut jenderal-jenderal itu terlibat mafia perjudian di Riau. Tak cuma itu, Alantin menambahkan ada 60 perwira--sejumlah di antaranya perwira menengah--yang juga diduga ikut terlibat. "Mereka, antara lain, berpangkat ajun komisaris besar, komisaris polisi, perwira pertama, dan ada juga tentara tujuh orang," katanya.

Alantin mengaku mendapat keterangan sahih soal ini dari bandar-bandar judi di sana sejak 2001. Namun, menurut dia, pengusutan kasus ini dibatasi mulai 2005 ke atas. Alasannya itulah tahun di mana Kepala Polri sebelumnya, Jenderal Sutanto, menabuh genderang perang terhadap perjudian.

Mengikuti petunjuk Jenderal Manggabarani dan Alantin itu, tiga jenderal yang pernah menjabat Kepala Kepolisian Daerah Riau bisa terkena tudingan. Dalam kurun waktu itu (2005-2008), Kepala Kepolisian Daerah Riau dijabat berturut-turut oleh Brigadir Jenderal S. Damanhuri (Januari – Desember 2005) yang kini menjadi perwira tinggi tanpa jabatan di Mabes Polri; Inspektur Jenderal Ito Sumardi (Desember 2005 – Januari 2007), Kepala Polda Sumatera Selatan sekarang; dan Inspektur Jenderal Sutjiptadi (Januari 2007 – Mei 2008), Gubernur Akademi Kepolisian.

Benar mereka terlibat? Kepada VIVAnews, dua diantaranya tegas membantah. Jenderal Ito Sumardi menyatakan, “Memang saya pernah jadi Kepala Polda di sana, tapi saya tak pernah menjadi beking judi. Saya belum diperiksa dan belum dipanggil.” 

Sutjiptadi juga keras menolak. “Demi Allah saya tak pernah terima duit judi,” ia bersumpah, “Untuk apa? Kalau mau saya kan bisa main mata dengan pembalakan liar sekalian. Ngapain ngurusin duit judi?” Di masanya, Jenderal Sutjiptadi gencar memberantas pembalakan liar di hutan Riau, yang membuatnya harus berhadap-hadapan dengan seorang taipan yang amat berpengaruh.

Jenderal Damanhuri tak berhasil diwawancarai. Namun, sejumlah pemberitaan di masanya justru memotret dia sebagai salah satu Kapolda Riau yang gigih memberantas judi. 



Suara dari gedung parlemen lain lagi. Kepada wartawan, anggota Komisi Hukum dari Fraksi Reformasi,  Azlaini Agus, menyuarakan keheranannya. Dia bilang perjudian jelas tak hanya ada di Riau. Di Jakarta, juga di kota besar lain, praktek oknum polisi membekingi judi gelap nyaris jadi rahasia umum. Toh, tak satu pun petinggi polisi di wilayah itu ikut dituding.

Karena itulah, Azlaini mencurigai, tudingan ini cuma asap dari api perseteruan di antara jenderal polisi yang lalu dimanfaatkan oleh orang luar untuk membalas dendam. Soal ini, menurut dia, mungkin terjadi pada diri Sutjiptadi yang pernah memerangi pembalakan liar.

Mana yang benar, sementara ini masih wallahualam.

Yang jelas, bara yang mulai membara di Korps Bhayangkara telah buru-buru dipadamkan. Tuduhan keras “Big Mango’ kini diperhalus sudah. Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri mengatakan: tak ada jenderal yang membeking judi, yang ada “hanya membiarkan.”

Eko Patrio Ungkap Sakit yang Diidap Parto Hingga Harus Dioperasi
Pekerja melipat surat suara pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. (Foto ilustrasi).

Isu Partai Rival Gabung Dukung Prabowo, Sangap Surbakti Khawatir Bisa Jadi Duri dalam Daging

Isu parpol rival di Pilpres 2024 loncat merapat dukung barisan koalisi Prabowo-Gibran terus mencuat.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024