“Sahabat” yang Langka

VIVAnews -  Cerita ini diawali dari Havana. Waktu Bapak Duta Besar yang baru yaitu Bapak Raja Manik mendarat di Bandara “Jose Marti", menanyakan pada para penjemput apakah Pak Widodo ada disini. Persoalannya sebelum berangkat ke Havana Pak Manik ketemu "sahabat" saya dan dititipi sebuah buku karyanya yang berjudul "Dari Kilometer 0.0", dimana salah satu tulisannya menceritakan kisah drama saya "Cinta yang terhalang di Kuba" . "Tolong buku ini disampaikan pada pak Widodo secara langsung", begitu cerita pak Manik pada saya dalam suatu acara silaturahmi di Wisma Duta, dan pada kesempatan inilah Pak Manik menyampaikan titipan buku tadi.

"Untuk sahabatku pak Widodo salah satu yang memberi inspirasi menulis buku ini", begitu tulisan tangan sang penulis di halaman pertama sebagai dedikasinya.

Saya sangat senang menerima buku dari penulisnya sendiri. Suatu kehormatan yang kemudian saya tahu bahwa buku ini merupakan best seller di Indonesia, laris dan terjual semua.

Pak Manik tak mau ketinggalan, beliau ambil pulpennya dari saku dan menuliskan dedikasinya dibawah tulisan tangan si pengarang buku tadi, "Saya sudah menyampaikan buku ini pada Pak Widodo", demikian tulisan Pak Manik. Beliau memang suka bercanda  santai dengan kami masyarakat Indonesia yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan.

Beberapa bulan kemudian saya "menang lotre". Hadiahnya, saya bisa berkunjung ke Indonesia tepat pada hari Lebaran tahun ini. Bisa mudik dan berlebaran di kampung halaman yang sangat saya rindukan itu.

Di Indonesia pada hari hari awal saya tinggal dirumah adik sepupu saya di Bumi Serpong Damai (BSD), yang merupakan kota satelit itu, yang memang indah kotanya, tapi orang kurang mengenalnya. Sebelumnya sebagian kota ini merupakan rawa-rawa dan tanah gersang yang berada di daerah Tangerang,.
    
Pada suatu hari yang cerah saya kirim sms pada "sahabat" yang telah mengirim bukunya sampai Havana itu, untuk menyampaikan rasa terima kasih saya, dengan keyakinan sms itu tak akan terbalas. Maklumlah "sahabat" saya itu orang penting di negeri ini, jubirnya Presiden SBY. yang biasa muncul di layar kaca atau di koran-koran.

Tak menyangka selang beberapa menit saja, ponsel saya bordering. Itulah telepon balasan dari "sahabatku" itu, dan beliau dengan suara yang bersahabat dan diseling dengan humor yang tipikal karakter beliau dan diakhiri dengan pertanyaan kapan akan ketemu.

Hari berikutnya beliau kirim sms yang meminta agar saya membuka website www.presidensby.info  yang katanya  ditulis suatu artikel tentang saya. Betul  saja “sahabat” itu menuliskan impresinya dalam bentuk artikel yang berasal dari pembicaraan lewat telepon kemarin, yang judulnya “Cinta tak mesti memiliki, dan persahabatan kekal abadi”. Ternyata judul ini menyentuh hati kebanyakan pembacanya, baik yang tua maupun yang muda, baik laki-laki dan lebih lebih bagi perempuannya.

Beberapa hari kemudian dapat sms lagi dari "sahabat" itu dan malah menentukan tanggal serta jam untuk bertemu. "Pak Widodo mau makan apa. Ada ikan bakar, nasi padang, soto sulung, soto padang, makanan sunda, atau yang lainnya?", semuanya itu dikirim melalui sms.

Saya datang memenuhi undangan itu dengan Ibu Dina, yang biasa menemani saya, karena takut kalau saya kesasar di Jakarta .Lagi pula Bu Dina telah kenal dengan "sahabat" saya itu di Havana.

Jam 12.15 siang kami memasuki Gedung Dewan Pertimbangan Kepresidenan yang terletak di Jl.Veteran III , dempet dengan Istana., diterima oleh Mas Renov stafnya "sahabat" saya itu. Beberapa menit kemudian, munculah dari salah satu pintu dalam gedung yang besar itu sang tuan rumah, dan segera menyapa dengan suara lantang dan  gembira: ".He..he..he.. pak Widodo, akhirnya kita ketemu lagi ya".

Tak membuang waktu, kami dibawa ke salah satu rumah makan disamping Istana. Kami duduk di meja yang paling belakang, untuk bisa ngobrol santai. Setelah membalik balik menu, akhirnya saya pilih makanan Surabaya yaitu Soto Gubeng, Rujak Cingur, satai ayam dan es kelapa.

Respon Han So Hee Soal Reaksi Hyeri: Memang Lucu Pacaran Setelah Putus?

Untuk lidah saya, soto Gubeng ini lebih sedap dan gurih dari soto- soto yang lain, mungkin karena saya asal dari Jawa Timur..Sedang rujak Cingur, karena sudah 50 tahun tak pernah merasakannya jadi tak bisa membandingkan dengan rujak apa, tapi yang terang rasanya sangat segar. Yang penting pada hari itu kita bisa berdialog secara bebas dengan "sahabat" yang langka ini dan oleh karena itu sangat berkesan.

Tak sungkan dengan pengunjung lainnya yang ramai di rumah makan itu, “sahabat” saya yang langka itu menyanyikan beberapa lagu berbahasa Spanyol, untuk mengingatkan waktu berkunjung ke Kuba dua tahun lalu, seperti "Solo Mio" dan "Guantanamera" dengan versi beliau sendiri.

Ibu Dina yang duduk di seberang meja menjadi tersipu-sipu mendengarnya, sebab bila diinterpretasi bait baitnya bisa melanggar UU Pornografi  (" syair, percakapan dimuka umum yang membuat percabulan"). Maaf ini hanya beranekdot saja, lagi pula tergantung pada siapa yang menginterpretasinya.

Dalam makan siang ini kami mengharapkan agar segera terbit buku "Dari Kilometer 0.0" jilid II  yang semoga tak akan kalah larisnya dengan yang jilid I. Akhirnya,  setelah pertemuan ini perkenankanlah saya menghapus tanda petik dalam kata "sahabat" itu dan hanya akan  kupanggil sahabat  Pak Andi Mallarangeng saja.

"Bila ada sumur diladang kami akan menumbang mandi dan bila berumur panjang pasti kita ketemu lagi".(Widodo Suwardjo, Serpong. November 2008)


Ketua Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan (TPDK) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis

Todung Mulya Lubis Ungkap Alasan Sri Mulyani Hingga Risma Dihadiri di Sidang MK

Ketua Tim Hukum pasangan calon Presiden Ganjar Pranowo dan calon Wakil Presiden Mahfud MD, Todung Mulya Lubis mengungkap alasan Risma hingga Sri Mulyani dihadiri di MK.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024