Mahkamah Konstitusi:

Atur Kuota Perempuan Tak Perlu Perpu

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi menyilakan Komisi Pemilihan Umum mengatur keterwakilan minimal satu perempuan dari setiap tiga calon berdasar suara terbanyak. Sebab, putusannya tidak membatalkan sistem zipper. "Mahkamah hanya menyatakan kebijakan afirmative action itu tidak bertentangan dengan konstitusi," kata Ketua Mahkamah Moh Mahfud MD di Jakarta, Jumat 16 Januari 2009.

Kewenangan itu, bahkan jika tanpa peraturan pemerintah pengganti undang-undang sekalipun, bisa berlaku. Sebab, putusan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, tidak ada kaitannya dengan zipper. "Yang satu pasal 214, yang satu pasal 55, kan beda," ujarnya. Jadi, putusan suara terbanyak itu bisa pakai zipper atau tidak. "Itu urusan pemerintah dan KPU untuk mengatur," kata dia di Hotel Sultan, Jakarta.

Menurut Mahfud, kewenangan Komisi untuk mengatur hal tersebut. Termasuk usul Komisi memperkuat peraturan itu dengan mengusulkan Pemerintah menerbitkan Perpu.  "Terserah KPU, sudah tidak urusan Mahkamah lagi," kata mantan politisi PKB itu.

Mahfud mengamini pandangan sejumlah pihak kebijakan tersebut potensial mengundang konflik. Mahkamah pun siap mengadili jika benar ada. "Kalau muncul sengketa ya kita adili nanti," katanya.

Sebelumnya Komisi mengusulkan agar pemerintah menerbitkan Perpu yang mengakomodasi pengaturan keterwakilan minimal satu calon perempuan tiap tiga calon terpilih. Hal itu agar mendapat payung hukum lebih kuat.

MK Pastikan Tak Ada Deadlock Putuskan Perkara Sengketa Pilpres
Ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit.

Ahli Ungkap 7 Tanda Sekarat hingga Sebabkan Kematian, Apa Saja?

Tanda dari kondisi sekarat umumnya bisa terlihat dari perubahan pada tubuh entah wajah, mata atau bahkan pembicaraan yang kadang dirasa aneh oleh keluarga.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024