Jalan Rusak Karena Korupsi

VIVAnews - Rusak parahnya ruas jalan di Kalimantan Barat terutama di kampungku di Kabupaten Kayong Utara, menimbulkan berbagai cerita. Mulai dari cerita pelaksanaan proyek perbaikan yang tak kunjung kelar, kendaraan amblas, kesulitan masyarakat untuk beraktivitas karena jalur transportasi darat satu-satunya ini sudah seperti arena gulat kerbau, sampai penyebab rusaknya jalan yang kemungkinan karena kendaraan kelebihan tonase yang hilir mudik melewatinya.

Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, AHY: Saatnya Rekonsiliasi

Jalan yang rusak tentunya akan berdampak besar bagi masyarakat, mulai dari ketidaklancaran distribusi barang, komoditas bahkan manusia itu sendiri. Kerugian tidak hanya waktu tempuh, tetapi juga menjalar kepada persoalan perekonomian secara umum.

Ternyata masalah jalan rusak jika dikaji lagi secara sederhana saja, tak pernah lari dari persoalan korupsi di dalamnya. Seperti masalah tonase atau beban muatan, karena ternyata banyak kendaraan yang lalu lalang dengan kelebihan beban muatan tapi tanpa pernah ada tindakan tegas dari instansi terkait.

Respons Santai Jokowi Sudah Tak Dianggap Kader PDIP Lagi: Terima Kasih

Bisa jadi, praktik kelebihan tonase ini sengaja dilindungi, karena praktik ini jelas mendatangkan untung bagi aparatur, jika kelebihan tonase, maka pengusaha/pemilik kendaraan tinggal beri uang pelicin maka sudah jalan lagi.

Ini sudah menjadi rahasia umum, yakni hampir 90 sekian persen kendaraan truk dan barang yang melintas di seluruh jalan melanggar ketentuan dan lolos dari setiap jembatan timbang yang dilaluinya.

Kenang Sosok Mooryati Soedibyo, Nadia Mulya: Kartini Modern

Selain masalah tonase kendaraan yang kemungkinan berlebihan sehingga tak mampu ditanggung oleh badan jalan, masalah lainnya yang sebenarnya ikut menyumbang sengkarut persoalan jalan adalah masalah pengerjaan, yakni perilaku menyimpang satuan kerja atau pimpinan proyek yang ingin mendapatkan keuntungan dari kontraktor, sehingga pengerjaan asal-asalan, komposisi pengerasan dan pengaspalan dikurangi sehingga jalan tak akan mampu bertahan, jangan kan bertahun-tahun, setahun selesai dikerjakan pun sudah hancur lagi.

Kebiasaan kongkalikong antara pimpinan proyek dan kontraktor ini membuat pengawasan menjadi lemah, sehingga pengerjaan jalan tak bermutu dan tak sesuai dengan perencanaan.

Misalkan ketebalan jalan harusnya belasan sentimeter, tapi yang dibangun kurang dari itu. Kelebihan dananya  tentu saja dikorupsi, mulai dari kepala dinas, pimpro sampai kontraktor.

Ini bedanya, zaman Hindia Belanda aja dulu, jika mereka membangun jalan, maka sampai sekarang masih bertahan. Tapi sekarang ini, ketika sudah merdeka puluhan tahun, tapi mental proyeknya jauh lebih parah dari penjajah, sehingga lingkaran setan ini terus ada dan proyek jalan selalu ada dari tahun ke tahun, tapi jalannya tak pernah bagus.

Jika jalan ingin bagus, maka penyakit ini mesti diberantas. Saya kira para Kepala Daerah, BPKP dan instansi yang melakukan pengawasan lainnya sudah tahu masalah ini, sekarang masyarakat mengharapkan agar ada political will untuk memberantas mafia pembangunan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya