Pemilu 2009 adalah pertaruhan yang berat bagi Partai Golongan Karya. Tahun ini merupakan ajang penentuan bagi partai beringin. Apakah akan menjadi partai yang terdepan di masa mendatang, atau sebaliknya. Menjadi partai yang akan dikenang.
Demikian tulis Burhanuddin Napitupulu, Ketua DPP Partai Golkar & Ketua Harian Bappilu Golkar, dalam bukunya, ‘Penjaringan Calon Presiden Partai Golkar: dari Konvensi ke Rapimnas.’ Menurut pria kelahiran Tapanuli itu, sisi berat yang dihadapi Golkar pada Pemilu 2009 adalah belum maksimalnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Hal ini disebabkan beberapa faktor.
Pertama, karena pemerintah memang belum bisa bekerja maksimal. Hal itu bisa jadi karena besarnya beban yang ditanggung bangsa akibat krisis multidimensi sedasawarsa silam – yang kini ditambah dengan krisis baru di tingkat global. Kedua, karena masyarakat berharap sangat besar atas sebuah perubahan radikal.
Ketiga, karena bencana alam yang datang bertubi-tubi sejak awal pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla telah menguras pundi-pundi pemerintah untuk menanggulanginya. Keempat, karena rusaknya infrastruktur pada poros-poros ekonomi penting yang berpengaruh pada melambatnya perekonomian masyarakat.
Kelima, karena lapangan kerja masih terbatas sehingga pengangguran belum dapat ditangani secara keseluruhan. Keenam, karena koalisi yang dibangun Yudhoyono-Kalla adalah koalisi yang sangat longgar sehingga terkadang timbul ketidaksepahaman.
Dengan berbagai latar belakang tersebut, maka Pemilu 2009 merupakan ajang pertaruhan besar Golkar. Karena itu, menurut Burhanuddin, pertaruhan tersebut harus dilakukan dengan strategi dan pertimbangan yang jitu, terutama terkait pengambilan kebijakan untuk menentukan capres Golkar.
“Golkar memiliki banyak kader potensial yang kemampuannya di atas rata-rata, untuk duduk di kursi RI-1 dan RI-2,” kata Burhanuddin. Namun demikian, pria yang telah lama malang-melintang di Golkar tersebut mengaku, banyaknya kader potensial Golkar juga bisa menjadi bumerang apabila para petinggi partai tidak bijak dalam menentukan kebijakan. Padahal, lanjutnya, agak mustahil untuk mengeluarkan keputusan yang dapat memuaskan semua pihak.
Soliditas partai pun mutlak diperlukan. Golkar akan susah memenangkan pemilu jika para kadernya tidak solid dalam memperjuangkan sebuah agenda. Burhanuddin meyakini, soliditas partai tidak dapat ditemui dalam sistem konvensi. Ini karena dalam konvensi, soliditas diberikan kepada tokoh, bukan partai.
Akibatnya, ketika menghadapi pertarungan yang sebenarnya dalam pilpres, soliditas partai sudah keburu rontok. “Rapimnas-lah wahana yang tepat untuk menentukan segala bentuk kebijakan strategis partai, termasuk penentuan capres,” kata Burhanuddin dalam buku.
Baca Juga :
Terpopuler: Klaim Israel soal Iran Disebut Halu, Ribuan Pendukung Prabowo Siap Jadi Amicus Curiae
VIVA.co.id
19 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
Memiliki mobil baru menjadi impian sebagian orang. Namun bagi yang ingin meminang Toyota Fortuner, sebaiknya sesuaikan terlebih dahulu gaji per bulan, atau pendapatan
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Rekomendasi Film Kim Go Eun yang Punya Akting Spektakuler, Bisa Disaksikan di Viu
IntipSeleb
9 jam lalu
Kim Go Eun merupakan salah satu aktris berbakat asal Korea Selatan. Berbekal akting menakjubkan, Kim Go Eun punya sederet karya, termasuk film yang bisa ditonton di VIU.
Siti Badriah bersama Krisjiana Baharudin merupakan salah satu pasangan artis favorit banyak orang. Keduanya disebut-sebut serasi dan selalu tampil kompak.
Selengkapnya
Isu Terkini