Bakrie Telecom Buy Back Saham Rp 600 Miliar

VIVAnews - PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) akan membeli kembali saham (buy back) sebanyak Rp 600 Miliar. Dana itu setara dengan 7,5 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh atau senilai 2.135.966.462 lembar saham.

Kisah Heroik Anggota TNI Keturunan Tionghoa Tak Bocorkan Rahasia Negara Meski Disiksa Musuh

PT Mandiri Sekuritas akan menjadi perantara pedagang efek yang ditunjuk perseroan dalam rangka pelaksanaan rencana transaksi.

”Perseroan meyakini pelaksanaan program buy back saham tidak akan memengaruhi kondisi keuangan perseroan, karena kami memiliki arus kas yang cukup untuk membeli kembali saham dan kegiatan usaha perseroan," kata Direktur Utama Bakrie Telecom Anindya N Bakrie melalui siaran pers yang diterima VIVAnews di Jakarta, Rabu, 22 Oktober 2008.

Terpopuler: Mobil Pejabat Terkaya Versi LHKPN, Pemotor Emak-emak Berulah di Luar Negeri

Menurut Anindya, dana pelaksanaan buy back akan diambil dari kas internal, serta dilakukan secara bertahap dalam waktu tiga bulan sejak perseroan menyampaikan rencana tersebut minggu lalu kepada Bapepam-LK dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI). "Meski diambil dari dana kas internal, perseroan memastikan proses buy back saham tidak akan menggangu operasi dan belanja modal di masa depan," jelasnya.

Dia menambahkan, keputusan perseroan membeli kembali sahamnya bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan investor terhadap kinerja perusahaan yang memiliki pencapaian dan dasar usaha yang sudah kuat. Di samping itu, upaya buy back juga akan melindungi kepentingan pemegang saham itu sendiri.

Perseroan kata Anindya, tidak akan membeli kembali sahamnya kalau tidak yakin akan kinerja dan masa depan. Karena itu, langkah buy back justru akan memperkuat sentimen pasar terhadap masa depan perseroan yang pada gilirannya akan melindungi kepentingan pemegang saham.

Iran Serang Israel, WNI Diimbau Jangan Lakukan Perjalanan ke 2 Negara Itu

Dia mengakui, Bakrie Telecom baru saja mendapatkan dana dari hasil right issue senilai Rp 3 triliun pada awal 2008. Sehingga, dari hasil right issue tersebut likuiditas kas perseroan tetap terjaga. Bahkan, sampai pada pendanaan atas kebutuhan belanja modal perseroan senilai US$600 juta hingga 2010 sebagian besar sudah terpenuhi.

Lebih lanjut, Anindya mengatakan, perseroan sepakat fokus usaha lebih diarahkan pada pencapaian target dan peningkatan kualitas jaringan, serta layanan pada pelanggan. Sebab, modal paling mendasar adalah kepercayaan masyarakat yang telah memilih perseroan sebagai operator yang memenuhi kebutuhan telekomunikasinya. "Perseroan punya tanggung jawab besar untuk memastikan layanan kami dapat memenuhi harapan mereka. Karena itu, sudah pada tempatnya jika fokus perhatian usaha lebih diarahkan pada upaya peningkatan kualitas layanan," ujarnya.

Atas dasar keyakinan tersebut maka Anindya sekali lagi menegaskan bantahan perseroan terhadap pemberitaan yang menyatakan adanya pembicaraan yang mengarah pada pengambilalihan saham Bakrie Telecom oleh operator asing.  "Itu isu lama. Adalah biasa bagi operator untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam banyak hal. Apalagi, sekarang Bakrie Telecom sedang merintis pembukaan layanan sambungan langsung internasional yang mengharuskan perusahaan semakin intensif menjalin komunikasi dengan berbagai operator di luar negeri," jelasnya.

Sementara itu, dana kas internal sebagian besar diambil dari hasil operasional Bakrie Telecom yang didapat dari pencapaian pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Dari laporan keuangan per 30 Juni 2008, pendapatan kotor perseroan mencapai Rp 1,23 triliun atau melonjak 90 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 650,1 miliar.

Pertumbuhan signifikan juga tercatat pada pendapatan bersih perseroan yang tumbuh 90,2 persen menjadi Rp 938,0 miliar di semester I-2008 dari periode yang sama 2007 sebesar Rp 493,2 miliar.

Sedangkan laba bersih perseroan tumbuh 59,5 persen dari Rp 39,1 miliar di semester I-2007 menjadi Rp 62,4 miliar pada periode yang sama tahun ini.

EBITDA (pendapatan sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) untuk semester I-2008 juga tumbuh 72,1 persen menjadi Rp 341,3 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 198,4 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya