Perempuan Jerman Jadi Caleg

Dari Gang Monalisa Menuju Senayan

VIVAnews - Gemericik air terdengar terus-menerus dari sebuah rumah di sudut Gang Monalisa, sebuah gang di Jalan Merta Agung, Kuta Utara, Badung, Bali. Sebuah kolam renang kecil tampak terbentang di halamannya. Di sekelilingnya, tanaman tampak menghijau. Tanaman jenis palem mendominasi pekarangan.

Sang empu rumah, seorang perempuan berambut pirang dan memiliki biji mata berwarna kelabu, menyilakan VIVAnews duduk di teras rumahnya yang kecil tapi asri. Perempuan itu mengenakan kaos berwarna krem, dengan belahan dada rendah. Bawahannya celana jeans berwarna biru pucat. Sebuah telepon genggam di tangannya.

"Saya Petra Odebrecht," kata perempuan itu menyalami VIVAnews dan dua rekan jurnalis lainnya, pada Jumat terakhir di bulan Oktober 2008 itu. Inilah Petra Odebrecht, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang membuah heboh Indonesia karena tak memiliki darah Indonesia sama sekali.

Odebrecht dilahirkan di Hamburg, Jerman, 30 Januari 1967. Odebrecht menghabiskan masa kecil di Hamburg, sampai menamatkan sekolah akademi pariwisata di kota yang sama. Di kota kelahirannya ini juga Odebrecht jatuh cinta pada seorang laki-laki Indonesia bernama Denny. Mereka pun menikah saat Odebrecht baru berusia 22 tahun. "Lalu tinggal di Bandung. Hanya 2 tahun, kami cerai. Dia justru keluar (Indonesia), kalau tidak salah di Belanda. Saya memilih tetap di sini (Indonesia)," kata Odebrecht mengenang.

Odebrecht memilih tinggal karena terlanjur jatuh hati dengan Indonesia. Saat hidup bersama suaminya di Bandung, Odebrecht belajar bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda. Tari Jaipongan dan Kupu-kupu juga ia pelajari.

Ketika bercerai, Odebrecht tinggal bersama kakak laki-lakinya yang saat itu berdomisili di Bali. Sementara Odebrecht terus melajang dan kemudian berbinis agen perjalanan sembari mengurus kewarganegaraan Indonesia. Tahun 1992, Odebrecht mengantongi kewarganegaraan Indonesia. Tahun 1996, kakak laki-lakinya yang menikah dengan gadis Bandung pulang ke Jerman, dan tinggallah Odebrecht sendiri mengurus bisnis pariwisatanya.

Hampir tak ada kamus politik dalam kehidupan Odebrecht, sampai suatu waktu berkenalan dengan Rusdi Ambo Dalle, anggota Pimpinan Kolektif Nasional PDP. "Kalau saya kenal dulu dengan Pak Rusdi sudah cukup lama karena dia dulunya tinggal di Bali, lalu tinggal di Jakarta. Istrinya orang Jerman juga, kenal dengan saya," kata Odebrecht. Pindah ke Jakarta, Rusdi meminta Odebrecht berkenalan dengan rekannya, koordinator Pimpinan Kolektif Daerah PDP Bali, I Nengah Netra.

Odebrecht banyak bertukar pikiran dengan Netra. Perlahan-lahan, Odebrecht yang sebelumnya hanya berpikir bisnis, mulai melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Dua tahun lalu, Odebrecht meninggalkan bisnis pariwisatanya. Odebrecht mengajar sebagai guru yoga di Canggu club dan Desa Muda Village di Seminyak, Kuta. Sejumlah aksi sosial juga dia lakukan bersama PDP. Odebrecht pun mulai memahami visi dan misi PDP. "Awalnya saya tak mau, oh ngapain juga, tapi saya dikasih tahu platform PDP, ideologi PDP, orang-orangnya bagaimana mau reformasi, mau change." PDP juga, menurut Odebrecht, memiliki kolektivitas, tak memandang gender dan agama.

Dan awal tahun 2008 ini, Rusdi Ambo Dalle meminta Odebrecht mencalonkan diri sebagai anggota parlemen. Awalnya Odebrecht tak menyambut tawaran itu. Namun, ketika PDP lolos verifikasi partai peserta Pemilu, Netra meminta Odebrecht untuk menyiapkan persyaratan pencalonan. "Saya urus surat-surat termasuk ke polisi untuk menjadi caleg," kata Odebrecht. Menjadi calon anggota legislatif, bagi Odebrecht, adalah "Salah satu cara bagi saya untuk memberikan sesuatu, untuk bisa membantu apa yang saya bisa kerjakan dalam PDP. Kalau saya bisa bantu sedikit, saya merasa bangga."

Dan Odebrecht pun tak takut kalah bersaing dengan calon-calon lain. "Saya rasa jiwa nasionalisme saya nggak kalah besar dengan mereka yang asli Indonesia," kata Odebrecht. Sejumlah program 'nasionalis-kerakyatan' telah disiapkan perempuan yang memilih hidup menjanda itu. Odebrecht akan memperjuangkan anggaran lebih besar untuk bidang pendidikan dan kesehatan. "Percuma kalau anak disekolahkan tinggi tapi daya tangkap dan asupan gizinya kurang diperhatikan," ujarnya. Selain itu, Odebrecht memiliki program lingkungan hidup yang dimulai dari sekolah. Menurut Odebrecht, pendidikan kebersihan kurang ditanamkan sejak dini. Banyak masyarakat yang kalau belanja terlalu banyak menenteng tas plastik akibatnya plastik akan terbuang sembarangan. Kemudian juga ada perilaku masyarakat yang tidak memisahkan sampah berdasarkan jenisnya.

Untuk bidang ekonomi, Odebrecht terbuka dengan investasi asing, namun tentunya yang menguntungkan bagi rakyat Indonesia. Odebrecht ingin mencari investor asing datang ke Bali menanamkan investasinya di bidang kebersihan dan daur ulang air bersih. “Ya supaya masyarakat kita tak lagi ada yang kesulitan mencari air bersih,” katanya. Dan, Odebrecht pun memiliki modal dalam mendekati para investor itu: kedekatan gaya dan bahasanya.

Tom Lembong Pilih Setia di Gerakan Perubahan: Saya Satu Paket dengan Anies Baswedan

Laporan: Wima Saraswati/ Denpasar

PM Israel Benyamin Netanyahu bersama Batalion khusus Netzah Yehuda

Sepak Terjang Netzah Yehuda, Batalion Tempur Israel yang 'Digebuk' AS

Netzah Yehuda merupakan salah satu empat batalion yang membentuk brigade infanteri Kfir. Batalyon tersebut sebagian besar beroperasi di Tepi Barat yang dikirim berperang.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024